Mohon tunggu...
Ellen Maringka
Ellen Maringka Mohon Tunggu...

Akun Ini Tidak Aktif Lagi dan Tidak Akan Aktif Lagi di Kompasiana. Tidak menerima atau membalas pesan di Inbox.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ketika Si Ganteng Meninggalkanku Demi Mengejar Yang Lain

22 Agustus 2013   17:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:57 4128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Si ganteng itu bernama Reinhart Braxton Joshua Christopher Kilapong, pria yang selalu mampu melemaskan lututku dengan bisikan mesranya setiap kali dia mengatakan penuh cinta, "I love you, Mum." Mohon maaf kalau pembaca merasa julukan si ganteng terdengar agak berlebihan, tapi itulah yang dirasakan oleh seorang ibu, dan kemungkinan juga dirasakan oleh sebagian besar ibu ibu lainnya diseluruh dunia, bahwa putranya selalu yang lebih tampan dan luar biasa dibanding pria manapun. Saya percaya juga bapak bapak selalu merasa bahwa putrinya adalah yang paling cantik diantara semu gadis gadis. Kalau sudah menyangkut kebanggaan seorang ibu atau ayah, maka bersikap objektif adalah sesuatu yang sukar diterapkan. Itulah sebabnya dalam dunia professional, nepotisme tidak dibenarkan, karena objektifitas tidak ditegakkan ketika faktor emosi yang berbicara. Artikel ini saya tulis setelah kemarin mendengar curhatan rekan Kompasioner, seorang ibu guru yang cantik namun tidak sombong, Ibu Anni, yang dengan sarat emosi curhat tentang perasaannya yang sedih harus melepaskan putri sulungnya kuliah di kota yang jauh. Saya sangat bisa memaklumi semua yang dirasakan oleh Mbak Anni, karena tahun lalu sudah lebih dulu mengalaminya. Berkeras tidak hendak mengikuti jejak ayah maupun kakak laki lakinya Russell untuk masuk FK dan menjadi dokter,  anak nomor dua ini selalu senang menjadi pribadi yang unik sendiri.  Dia memutuskan bahwa dunia medis tidak menjadi bidang yang ingin didalaminya. Kalimat sanggahan yang selalu paten diucapkan ketika kami berdiskusi soal pemilihan jurusan kuliah adalah, "bayangkan saja pembicaraan kita nanti di meja makan, kalau semua anak mama menjadi dokter.  Masak  selalu berputar soal asam urat dan kolestrol, Ma ?  Alangkah tidak seksinya..." Sepertinya anak ini sangat memahami bahwa "being sexy" itu penting. Seksi bukan semata mata dinilai dari fisik dan gaya berani memamerkan bagian tubuh, tapi lebih kearah pemikiran dan wawasan yang menonjolkan cara berpikir indah dan terbuka terhadap perbedaan. Jadi begitulah, setelah di test di beberapa universitas, akhirnya Reinhart memutuskan untuk kuliah di Binus Jakarta, mengambil jurusan Finance. Sambil mengedipkan mata dia berbisik, " I'll buy you mansions and diamonds Mum when I'm rich." Tidak peduli ini kalimat tergombal yang pernah kudengar, tetap saja ketika yang mengatakannya adalah anak sendiri, maka rasanya seperti melayang di awan awan dikelilingi pelangi aneka warna. Buset... bapaknya aja tidak pernah segombal ini.... (mungkinkah bakat alam ini menurun dari ibunya ?) eheemmm.

1377208381595528249
1377208381595528249
Dan begitulah, dua bulan sebelum keberangkatannya ke Jakarta untuk mengikuti Orientasi mahasiswa baru, sebagai ibunya saya rasanya sudah mempersiapkan diri dengan baik, agar tidak menjadi seorang ibu cengeng yang berlumuran air mata ketika dia harus berangkat pada waktunya. Berlandaskan pemikiran bahwa ini adalah langkah yang memang harus ditempuh untuk masa depannya, dan mau tidak mau ibunya harus menerima kenyataan  bahwa bocah ingusan yang dulunya lucu dan imut imut, sekarang sudah tumbuh menjadi pria charming. Teori dan persiapan yang sia sia belaka... Kenyataannya ketika suami dan saya mengantarnya ke Jakarta dan membereskan segala urusan kost dan melengkapi perlengkapan yang diperlukan, selama di Jakarta saya hampir tidak bisa tidur, mencemaskannya setiap malam. Bayangan masa kecilnya menari nari di pelupuk mata, dan rasanya waktu tidak cukup adil untuk secepat ini menumbuhkan seorang bocah laki laki menjadi pria dewasa yang sudah menjadi mahasiswa.  Cengeng tidak pernah ada dalam kamus ibunya , dan rasanya menangis di depan suami tidak pernah menjadi hal yang mudah saya lakukan. Tapi syukurlah mereka juga tidak pernah bertanya, mengapa  selama di Jakarta, setiap ke toilet saya menghabiskan waktu setengah jam dan puluhan lembar tissue. Bayangan konyol seperti siapa nanti yang mengurusinya ketika penyakit alerginya menyerang ?, bagaimana kalau ada kancing kemejanya yang copot ? apakah makanannya nanti cukup bersih dan tidak menyebabkan dia sakit ?. Kekonyolan pikiran seorang ibu yang berat berpisah dengan putra tercintanya. Jauh di dalam hati sebenarnya harus diakui bahwa bukan itu pertanyaan penting yang perlu dikhawatirkan. Yang menghantui ibunya adalah satu kalimat tanya sederhana..."will you be missing me as much as I miss you, son?". Demikianlah hari H itu datang juga. Semua urusan beres, dan perkuliahan segera dimulai. Ayahnya dan saya akan kembali lagi ke Manado besok harinya. Berhubung dia kuliah pagi, maka malam itu kami harus mengucapkan selamat berpisah dengannya.  Subuhnya kami pulang ke Manado  dengan penerbangan pertama. Mencoba menahan sekuat mungkin agar air mata ini tidak mengalir seperti keran bocor, saya malah tidak kuat menatapnya lama lama,  malahan menyibukkan diri dengan mengatur barang barang di kamar kostnya.  Pada akhirnya segala kepura puraan itu harus diakhiri ketia dia memegang tanganku lembut, merangkulku dengan penuh kehangatan dan berbisik, "Mum.. I know you'll be fine." Pada saat itu rasanya dunia telah berputar mengarungi kesempurnaan siklusnya. Bocah kecil yang dulunya selalu disemangati  ibunya ketika memulai sesuatu yang baru, sekarang telah berubah menjadi pria dewasa penuh ketenangan yang mampu mengucapkan satu kalimat meneduhkan hati. Segala kesedihan dan kehampaan yang dirasa ketika  memasuki rumah kami tanpa kehadiran dirinya, terasa terobati ketika HP saya berbunyi, dan sebaris kalimat yang terbaca," Mum, I am doing OK, but I miss you so much." Diantara air mata yang tak mampu kubendung, SMS singkat itu segera kubalas bertuliskan, " I miss you too sweetheart. Libur semesternya kapan?. Mama tidak sabar menunggu." (kuliah saja baru dimulai, mamanya sudah sibuk urusan libur....) Ah, another cycle of life has been completed.  Between the tears of missing him, I knew that I've raised one fine young man, and he is well on his way to face the world.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun