Mohon tunggu...
Ellen Maringka
Ellen Maringka Mohon Tunggu... wiraswasta -

Akun Ini Tidak Aktif Lagi dan Tidak Akan Aktif Lagi di Kompasiana. Tidak menerima atau membalas pesan di Inbox.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Di Manado Ada yang Lebih Kuat dari Banjir

18 Januari 2014   12:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:43 4809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_306723" align="aligncenter" width="505" caption="Rumah hanyut terseret banjir"][/caption] Tiga hari pasca banjir bandang yang memporak porandakan kota Manado, saya harus keluar rumah juga untuk membeli beras dan mie instan , menyalurkannya dalam rangka membantu masyarakat di sekitar lingkungan kami. Rumah kami kebetulan berada di lokasi yang lebih tinggi, sehingga tidak kemasukan air. Rumah dan mobil aman. Tapi dalam radius kurang dari seratus meter, air merembes ke hampir seluruh lokasi, membawa besertanya tumpukan sampah dan kotoran, serta batu batuan yang menghancurkan banyak rumah warga. Dalam perjalanan ke Hypermart, saya berhenti untuk sekedar berbincang, mengambil foto dan memberi bantuan uang di kotak sumbangan yang dibawa oleh anak anak kecil sambil dengan ceria meneriakan.."terima kasih"... Berjarak dua ratus meter dari rumah, sebuah jembatan terputus, dan air sungai meluap dengan parah menghancurkan jalan dan banyak toko. Ada satu rumah yang terletak persis di pinggiran sungai, hancur terbawa arus, yang tertinggal adalah onggokan dinding beton tanpa atap. [caption id="attachment_306724" align="aligncenter" width="515" caption="Lumpur dan kotoran berserakan"]

13900219531488506031
13900219531488506031
[/caption] Seorang ibu yang sedang mengais ngais ditengah gundukan sampah berbukit, berbalik dan mengatakan kepada saya dengan tatapan tegar," torang bersyukur jo samua di rumah selamat, nyanda ada yang cilaka."  (kita bersyukur saja karena semuanya selamat, tidak ada yang meninggal). Saya untuk pertama kalinya tidak mampu mengucapkan kalimat penghiburan yang akan terdengar sangat klise. Jauh lebih baik saya diam, sambil menyelipkan bantuan uang  di tangannya, seraya berkata..."Tuhan pasti menolong, Bu". Melanjutkan perjalanan menuju pusat kota, kami disuguhi dengan pemandangan jalan berlumpur, dan mobil nyungsep dimana mana.  Ada sebuah excavator sedang mencoba menurunkan sebuah mobil yang tergantung bagaikan jemuran di tiang listrik. Pemandangan yang belum pernah saya saksikan dengan mata kepala sendiri, seumur hidup. Tadi malam suami saya bercerita tentang istri sahabatnya yang meninggal tertimpa longsor dengan satu anaknya. Suami istri adalah dokter, sahabat suami. Tanah longsor menimpa mobil mereka dalam perjalanan mengantar anak anak ke sekolah. Mengubur hidup hidup istri dan anak bungsunya.  Satu anaknya berhasil lari keluar dan selamat. Sopir mereka juga tidak sempat lari keluar mobil, tewas mengenaskan. Apa yang bisa dikatakan oleh kita yang tidak mengalami kemalangan kepada korban yang sedang berjuang melawan kesedihan, barangkali juga kemarahan atas ketidak berdayaannya untuk melakukan sesuatu. [caption id="attachment_306725" align="aligncenter" width="555" caption="Jembatan yang putus"]
13900220081990376831
13900220081990376831
[/caption] Ketika jasad anaknya dievakuasi, papanya berkeras memandikan dan membersihkan anaknya sendiri dengan sisa kekuatan yang ada. Memandikan jenasah dan mengenakkan jas bersih, mencoba melakukan sesuatu yang bisa dilakukan terakhir kalinya bagi  anaknya. Dia menolak semua bantuan paramedis untuk memandikan jenasah anak dan istrinya. Ketika mendengar kabar ini lewat telepon dari seorang sahabat dokter yang lain, kami tak mampu menahan air mata, membayangkan keperihan hati seorang ayah yang kehilangan istri dan anaknya secara tragis. Istrinya sudah sempat lari bersama satu anaknya, tapi kemudian berbalik mencoba menyelamatkan anak bungsu yang masih di dalam mobil. Insting seorang ibu manapun tidak akan sanggup meninggalkan anaknya tertinggal tanpa mencoba menyelamatkan. Pada saat itulah, longsoran kedua terjadi, mereka tidak sempat keluar dan lari. Tidak ada yang bisa terucapkan kecuali doa agar Tuhan memberikan kekuatan bagi suami dan anak sulungnya yang selamat, agar sanggup menghadapi kehilangan ini, dan melanjutkan hidup. [caption id="attachment_306731" align="aligncenter" width="603" caption="SPBU tidak berfungsi"]
13900254691720604675
13900254691720604675
[/caption] Di Hypermart, ketika hendak membayar di kasir, saya diajak ngobrol oleh seorang bapak berusia sekitaran 60-an. Beliau bercerita bahwa gereja dan mesjid di kompleks rumahnya,  untuk sementara dijadikan tempat penampungan pengungsi , dan belanjaannya yang banyak itu adalah untuk dibawa ke salah satu posko bantuan bencana alam. Di tengah kesedihan melihat kota yang saya cintai ini kacau balau tertimpa bencana banjir , dan sekarang menyisakan ketebalan lumpur yang dalam, ada air mata keharuan sekaligus kebanggaan  teruntuk sesama saya warga Manado.
  • Banjir mungkin menyeret sebagian, bahkan ada yang seluruh harta bendanya hilang, tapi tidak mampu mematahkan semangat kita untuk saling membantu.
  • Banjir mematikan jaringan PLN dan air bersih, tapi tidak mampu mematikan iman di hati kita bahwa Tuhan itu baik, dan lewat  kejadian ini kita justru dikuatkan.

13900220511098544743
13900220511098544743
  • Banjir mengambil banyak korbaan jiwa, tapi tidak mematikan kepercayaan warga Manado, bahwa cobaan ini pasti dapat dijalani dan warga Manado akan baik baik saja, melanjutkan hidup dengan semangat dan tekad yang baru.
  • Banjir memporak porandakan isi rumah, pusat perdagangan, dan untuk sementara mematahkan perekonomian di kota ini, tapi warga Manado tetap yakin bahwa ini semua akan mampu dilewati, karena yang lebih penting adalah nilai kehidupan dan semangat saling mengasihi diatas nominal uang.

I am proud of you my fellow Manadonese. Cobaan ini tidak untuk kita tangisi dalam sesal berkepanjangan, tapi menjadi batu loncatan untuk berbenah diri dan melanjutkan kehidupan, dengan tekad dan semangat baru bahwa selagi masih ada waktu yang Tuhan berikan kepada kita untuk bernapas, maka kita tetap memiliki kesempatan untuk mengisi hidup ini dengan kebaikan. Pray for Manado. *Foto foto milik pribadi.)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun