Bongkahan dagingnya yang besar, membuat rasa lapar saya semakin menjadi. Aroma segar yang keluar dari cabai menyedot atensi saya. Dalam hati saya berpikir, bagaimana rasanya?
Tekstur Sate Ratu yang tidak kering, tapi juga tidak basah merupakan perpaduan tepat antara inovasi, dan seni kuliner pembuatnya.
 Saya lalu membiarkan diri saya larut dalam pesona sate merah yang dagingnya dilumuri saus merah ini.  Rasanya begitu menggoda...apalagi saat panas.Â
Citarasa pedasnya yang unik ketika dimakan tidak sampai kerongkongan, seolah mengajak saya untuk mencicipi dan menikmatinya sedikit demi sedikit,sampai gigitan terakhir. Dan aroma citarasa bebakaran yang dihasilkan begitu renyah...simak wawancara saya dengan Pak Budi, pemilik Sate Ratu:
Bisa ceritakan gimana awal mula sate ratu ini berdiri ?
Awal mulanya, ini sedikit dari angkringan. Jadi saya dulu kerja, dan ada satu fase dimana saya ingin berhenti dari dunia kerja. Bersama beberapa kawan, akhirnya kita memilih untuk mencoba berbisnis kuliner.Â
Waktu itu konsep yang dipilih adalah angkringan, karena jogja identik dengan itu. Menurut kita saat itu belum ada angkringan yang produknya cukup premium secara rasa. Yang ada saat itu ada banyak yang cukup lumayan. Tapi masih makanan yang kualitasnya masih standar.
Yang memang tempatnya biasa aja, tapi kualitas dari makananya yang kami perhatikan. Dalam prosesnya ada beberapa hal yang membuat kami harus mengevaluasi konsep itu.Â
Kita putuskan akhirnya namanya dari Angkringan Ratu terus berubah menjadi Sate Ratu. Kenapa seperti itu? karena tidak mudah memproduksi sekian banyak makanan. Dengan kualitas yang bagus dan dilakukan oleh kami sendiri.Â
Akhirnya agak sulit, maka konsepnya kami ubah dan kami beri nama Sate Ratu, yang mengambil produk-produk yang paling laku di angkringan. Ada beberapa waktu itu Sate Ayam Merah, Sate Lilit dan Ceker Tugel. Meskipun dalam prosesnya sekarang Sate Lilit berubah jadi Lilit Basah.
Kalau Pak Budi punya chef favorit ?, dari dalam negeri atau luar negeri ?