Mata saya terbelalak, nurani pun bergejolak, ketika saya menyaksikan dua sosok paling gila yang pernah saya saksikan dalam film. Ya, dua sosok tersebut saya temui dalam film Senyap (The Look of Silence). Dalam film tersebut, saya disuguhi kemunculan dua pembunuh tergila yang pernah saya muncul dikepala saya. Bagaimana tidak, mereka adalah dua dari sekian banyak penjagal yang beraksi dimasa pembantaian terhadap jutaan rakyat Indonesia dimasa tahun 60-an. Yang membuat saya berkata bahwa mereka adalah pembunuh tergila yang pernah saya temui adalah keberanian dan ekspresi yang muncul di guratan wajah mereka ketika berkisah akan cara mereka membantai jutaan orang di Sungai Liat. Mereka menceritakannya dengan tawa yang berulangkali muncul dari wajah senja mereka. Sesekali, gestur-gestur ‘jagal’ pun mereka praktekkan, dari gerakan memotong kepala hingga menusuk tenggorokan korban mereka. SANGAT GILA!
Disamping kegilaan yang seakan memaksa saya untuk geleng-geleng kepala disepanjang pemutaran film ini, saya disuguhi kemunculan beberapa orang yang disinyalir juga turut terlibat dalam usaha pemusnahan orang-orang yang ‘dianggap’ komunis dimasa itu. Reaksi yang dimunculkan oleh orang-orang tersebut juga beragam. Ada yang mengelak, ada yang berdalih bahwa kejadian tersebut merupakan suatu bentuk bakti pada negeri, ada pula yang mulutnya komat-kamit ketakutan karena tak mampu lagi mengubur kepalsuan yang ia simpan dalam-dalam.
Semua pengalaman yang aneh dan gila tersebut dapat tersaji melalui sebuah kisah yang dibawakan oleh Adi Rukun, seorang pria yang mencari keadilan atas kematian kakaknya yang sudah wafat puluhan tahun lalu akibat pembantaian terhadap para oknum PKI dan ter-PKI. Melalui dialog-dialog pendek antara dirinya dan oknum yang diduga terlibat pembantaian tersebut, ia mengantarkan kita secara perlahan untuk turut merasakan kegundahan yang ia alami. Matanya yang nanar memandangi rekaman video hasil wawancara yang ia lakukan, kalimat-kalimat menohok yang kerapkali muncul dari mulutnya saat berbincang dengan oknum yang terlibat mampu melukiskan kesedihan dan tanda tanya besar yang ada dalam dirinya. Percakapan antara dirinya dengan keluarganya juga melengkapi rasa kelam yang ada di film Senyap.
Ketika saya tuntas menonton film Senyap, saya berpikir bahwa film ini merupakan jeritan dari sebagian rakyat Indonesia yang keluarganya menjadi korban dari aksi pelanggaran HAM dan kasusnya urung dituntaskan oleh pemerintah. Adi Rukun yang dengan gigihnya mencari tahu dan berdialog dengan para oknum pelaku pada akhirnya merasa sedikit lega ketika maaf dan pengakuan telah terucap dari oknum pelaku, hanya itu yang ia inginkan, tak lebih. Pengungkapan kasus-kasus pelanggaran HAM dan rekonsiliasi antara keluarga korban dan pelaku menjadi jalan untuk memunculkan kelegaan lain diwajah para keluarga korban pelanggaran HAM. Memang, rekonsiliasi sangat sulit untuk diwujudkan, tetapi bukan berarti mustahil untuk dilakukan. Pada akhirnya, bagi saya film Senyap adalah sebentuk suara yang mengharap pemerintah untuk kembali mengingat pekerjaan rumahnya yang besar dalam mengungkap dan menuntaskan kasus-kasus tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H