Pekan ini, publik dunia maya digemparkan oleh manuver yang dilakukan oleh pemerintah dalam menyikapi kemunculan situs-situs internet yang dianggap memiliki muatan radikal. Melalui Kemenkominfo, per 30 Maret 2015 pemerintah memblokir situs-situs tersebut atas permintaan dari BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Keputusan tersebut menjadi perdebatan di dunia maya. Beberapa netizen menganggap pemblokiran tersebut perlu, namun ada pula yang kurang setuju dengan keputusan tersebut. Bagi saya, pemblokiran tersebut hanya akan menjadi sebuah kesia-siaan. Mengapa demikian? Setidaknya ada dua hal yang mendasari pemikiran saya terhadap isu tersebut.
1. Tak ada sistem yang sempurna, selalu ada jalan untuk mengelabuinya
Menurut pengalaman saya sebagai seorang netizen, sistem pemblokiran konten yang dimiliki negara ini belum mampu beroperasi dengan baik. Berikut saya lampirkan contoh screenshot saat saya mencoba untuk mengakses salah satu situs yang ‘dianggap’ bermuatan radikal.
[caption id="attachment_376001" align="aligncenter" width="560" caption="Gambar 1. Diakses melalui perangkat komputer dan menggunakan jaringan internet provider Non-BUMN"][/caption]
Gambar 2. Diakses melalui perangkat komputer tablet dan menggunakan jaringan internet provider BUMN
*kedua gambar diatas mengakses laman yang sama dan diakses tanpa mengubah proxy / menggunakan software khusus
Dari gambar diatas, kita akan menyadari bahwa sistem yang kita miliki tidaklah sempurna dan mampu membendung konten-konten radikal dengan baik. Bahkan, justru jaringan internet yang dimiliki oleh BUMN dengan mudahnya dibobol guna mengakses situs-situs yang dianggap 'radikal'. Sebuah sistem sudah pasti memiliki titik lemah yang bisa ditembus dengan berbagai macam cara yang ada. Salah satu contoh cara yang paling ampuh dan lazim digunakan oleh para netizen yang ingin membuka konten-konten illegal didunia maya adalah dengan mengganti proxy jaringanyang sedang mereka gunakan. Dengan memanipulasi proxy jaringan, kita yang berada di Indonesia akan mampu mengakses situs-situs berbau judi, pornografi, bahkan konten-konten radikal yang sedang hangat diperbincangkan. Penggantian proxy jaringan tersebut membuat kita yang ada di Indonesia seolah-olah sedang mengakses internet di negara lain, sehingga Internet Positif yang menghadang masuknya konten-konten illegal tersebut tak lagi mampu berkutik.
2. Pemblokiran akan menjadi sebuah tugas tak berujung
Pembuat situs-situs bermuatan radikal tak akan berhenti begitu saja ketika pemerintah melakukan pemblokiran terhadap situs mereka. Akan muncul fenomena ‘mati satu tumbuh seribu’ ketika pemblokiran tersebut tetap dilakukan. Pemblokiran hanya akan menjadi sebuah pekerjaan pemerintah yang tak akan ada hentinya.
Pemblokiran situs-situs bermuatan radikal merupakan sesuatu yang kurang efektif dan tidak diperlukan guna melawan radikalisme yang beredar didunia maya. Bagi saya, sebuah karya harus dilawan dengan karya, konten harus dilawan dengan konten. Apabila para pembuat situs radikal bisa membuat konten yang dianggap ‘membahayakan’ rakyat Indonesia, mengapa pemerintah tidak mengedukasi rakyat melalui konten-konten dan kampanye positif?
Sebagai penutup, saya teringat kepada hal yang selalu diterapkan oleh orangtua saya, “Semakin manusia dikekang dan dilarang, semakin beringas pula manusia tersebut.”
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H