Mohon tunggu...
Ben Baharuddin Nur
Ben Baharuddin Nur Mohon Tunggu... Profesional -

Menulis untuk berbagi, membaca untuk memahami dan bekerja untuk ibadah, Insya Allah. | email: ben.bnur@gmail.com | twitter :@bens_369

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

TPID dan Stabilitas Harga di Bulan Ramadhan

4 Juli 2014   00:01 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:35 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_331871" align="aligncenter" width="638" caption="Inflasi sejatinya berarti kenaikan harga, tapi inflasi bisa berdampak kemana-mana bila tak dikendalikan | Foto: kompas.com"][/caption]

Inflasi, sehari-hari dikenal dengan kenaikan harga. Suatu keadaan wajar dalam sistem pasar, dimana saat kebutuhan meningkat, pasokan normal, penjual cenderung menjual lebih mahal, dan pembeli suka tidak suka harus membayar lebih mahal. Atau keadaan lain dimana kebutuhan normal saja, tetapi pasokan menurun, maka inflasi juga akan terpicu. inflasi biasanya mudah diprediksi dan diantisipasi karena berhubungan dengan pasokan dan kebutuhan (supply and demand).

Untuk tahun 2014 ini atas pertimbangan kemaslahatan rakyat dan tentu saja kesehatan ekonomi negeri ini, Bank Indonesia mematok inflasi pada angka 4,5+1% dengan mempertahankan suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) pada angka 7,5%. Angka inflasi dan BI Rate itu dipandang sehat dalam arti pelaku ekonomi dapat berkontraksi mengikuti kenaikan harga pada sektor pendukungnya termasuk kenaikan upah tenaga kerja sementara daya beli masyarakat juga diharapkan masih dapat menjangkau kenaikan harga pada kisaran tersebut.

[caption id="attachment_331862" align="aligncenter" width="638" caption="Presiden RI diwakili Menteri Perekonomian Hatta Rajasa memberikan penghragaan kepada Walikota Solo, Joko Widodo             sebagai Ketua Pengarah TPID terbaik di Indonesia yang berhasil mengendalikan inflasi Kota Solo pada tahun 2012 lalu                                        | Foto: www.citizen.journalism.com"]

14043749291258411634
14043749291258411634
[/caption]

TPID dan Pokjanas TPID

Seperti kebutuhan bahan pokoknya sendiri, inflasi yang berkaitan dengan harganya juga menyangkut hayat hidup orang banyak. Makanya Pemerintah sangat serius memperhatikan inflasi ini karena sangat menyadari implikasinya bagi sektor dan bidang kehidupan lainnya. Sampai-sampai Pemerintah harus secara khusus menugaskan Kementerian Keuangan, Kementerian Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, Bank Indonesia dan lain-lain untuk terus menerus memantau, mengawasi, meredam dan mengatasi inflasi ini, baik pada tingkat nasional maupun daerah.

Pembentukan Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) pada tahun 2008 lalu adalah salah satu cerita sukses Pemerintahan SBY dalam mengendalikan inflasi selama ini. Joko Widodo yang sempat menjadi Ketua Pengarah TPID terbaik se Indonesia pada 2012 lalu mengatakan bahwa kunci keberhasilan pengendalian inflasi adalah pengecekan dan pengawasan harga di tingkat pasar oleh masing-masing pemerintah di daerah.

Meski ceritanya hanya soal kenaikan harga, tetapi bila berlebihan inflasi dapat memicu berbagai masalah lain seperti instabilitas ekonomi, sosial, politik bahkan keamanan. Mungkin pernah kita melihat berita di mancanegara, terutama di negara-nagara Afrika dan Amerika Latin terjadi kekacauan, penjarahan toko dan pasar swalayan besar-besaran. Hal itu terjadi karena inflasi yang terlalu tinggi yang membuat banyak orang tak mampu berbelanja, meski sekedar membeli roti dan susu formula untuk kebutuhan keluarga mereka.

Jadi kalau dianalogikan dengan tubuh, inflasi ini seperti kadar gula dalam tubuh manusia. Kadar gula yang tinggi akan memicu timbulnya penyakit lain, bukan hanya diabetes melitus tetapi ternyata mempengaruhi fungsi sejumlah organ vital tubuh lainnya seperti jantung, gigi, mata, syaraf dan lain-lain sebagaimana diungkapkan dalam Herbalis Nusantara di sini. Banyak obat yang ditawarkan untuk menurunkan kadar gula darah, baik dari jenis herbal maupun obat kimiawi, tetapi pengobatan terbaik sebenarnya berasal dari diri kita masing-masing,terutama dalam menjaga asupan dan gaya hidup.

Demikian pula dalam hal pencegahan atau upaya mengatasi lonjakan harga (inflasi) pada waktu-waktu tertentu. Di Indonesia kita sudah sangat mengenal istilah operasi pasar. Suatu tindakan yang dilakukan pemerintah untuk menormalkan harga dengan menggelontorkan sejumlah barang sepertiberas, minyak goreng, gula dan lain-lain ke berbagai tempat yang berdasarkan pemantauan terjadi kekurangan atau keterlambatan pasokan.

Tentu saja upaya mencegah dan mengatasi inflasi oleh Pemerintah tidak sebatas operasi pasar. Upaya koordinasi pengendalian inflasi juga dilakukan di berbagai daerah, bahkan koordinasi tersebut dilakukan lintas daerah seperti Rapat koordinasi wilayah (Rakorwil TPID) provinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat bulan Juni ini.

Pemantauan langsung ke lapangan untuk memastikan ketersediaan stok pangan, baik milik pemerintah maupun pelaku usaha (distributor) juga dilakukan, termasuk pemberian subsidi biaya distribusi beberapa komoditi (beras, gula pasir, minyak goreng, dan terigu) untuk didistribusikan ke seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur.

Pelibatan produsen maupun distributor utama untuk menyelenggarakan kegiatan pasar murah juga dipandang penting agar inflasi dapat terkendali sejak dini. Penanganan pada rantai distribusi juga menjadi sangat penting mengingat inflasi bisa terpicu juga oleh keterlambatan pasokan terutama pada daerah-daerah terpencil yang pada waktu tertentu sering terhambat transportasinya. Oleh karena itu upaya memprioritaskan pengangkutan dan distribusi bahan makanan di bulan Ramadhan ini terus digalakkan pada transportasi laut dan darat.

Meskipun banyak upaya pengamanan inflasi telah ditempuh namun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahnya rendah, maka setiap orang bisa menjadi pemicu trerjadinya inflasi. Bila setiap orang atau rumah tangga membeli beras, gula atau minyak goreng melebihi kebutuhan normal dikarenakan khawatir bulan depan atau pada saatnya dibutuhkan tidak bisa disediakan oleh pemerintah, harga bisa dipastikan melonjak.

Masyarakat yang panik melihat inflasi yang melonjak, tentu akan semakin panik dan melakukan aksi beli, maka harga semakin melambung. Begitulah seterusnya. Jadi kepercayaan kepada pemerintah menjadi sangat penting. Pihak-pihak yang bisa meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah dan membantu meredam inflasi sejak lama diketahui adalah kalangan media massa. Belakangan setelah perkembangan jurnalisme warga yang marak, rupanya juga banyak dijadikan rujukan oleh masyarakat untuk bersikap dan bertindak.

[caption id="attachment_331865" align="aligncenter" width="638" caption="Inti dari pengendalian inflasi adalah pengecekan dan pengawasan di lapangan | Foto: kompas.com"]

14043758942030558503
14043758942030558503
[/caption]

Peranan Media Dan Jurnalisme Warga

Meskipun tindakan menimbun kebutuhan pokok untuk maksud mendapatkan keuntungan dipandang sebagai hal wajar dalam bisnis, namun bila hal tersebut terbukti mengganggu pasokan pasar, maka tindakan tersebut dapat dipandanga sebagai perbuatan melawan hukum dengan sanksi pidana yang berart.

Media massa telah banyak memberitakan penangkapan para penimbun, baik skala kecil maupun besar yang diikuti dengan penindakan oleh aparat. Media massa cetak dan eletronik juga sudah sejak lama banyak membantu mencegah terjadinya inflasi dengan penyebarluasan informasi yang benar tentang ketersediaan pasokan yang mencegah masyarakat melakukan pembelian besar-besaran pada musim-musim tertentu.

biasanya dilaku Saat harga naik akibat pencadangan stock, penyebarluasan informasi pasar dan lain-lain, semuanya bertujuan untuk memastikan semua orang yakin bahwa pasokan akan selalu tersedia dalam jumlah yang cukup kapanpun diperlukan.

Diantara sekian banyak cara untuk mngendalikan laju peningkatan inflasi, seperti halnya peningkatan kadar gula dalam tubuh, adalah dengan memperkuat kesadaran sendiri dan memberikan kepercayaan penuh kepada pemerintah bahwa mereka akan mengurusi pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan benar dan bersungguh-sungguh.

Satu dua orang saja yang tidak percaya dan mengekspresikan ketidak percayaannya dalam bentuk kepanikan, misalnya tidak percaya minyak goreng dan beras akan tersedia dalam jumlah cukup hingga setelah lebaran, maka akan terjadi isu beli atau berbelanja yang berlebihan demi menjaga kemanan sendiri-sendiri.

Bayangkan bila sejumlah rumah tangga mulai menarik tabungan untuk membeli beras, minyak goreng dan lain-lain melebihi kebutuhannya dalam sebulan, maka bisa dipastikan akan terjadi gangguan stock dan distribusi di pasar.

Kekosongan pasar dalam sehari atau dua hari pasti akan memicu kenaikan harga. Kenaikan harga akan memicu kekhawatiran baru, dan kekhawatiran akan memicu kepanikan. Bila terjadi kepanikan massal, maka akan terjadi aksi beli massal untuk alsan mengamankan kebutuhan rumahtangga masing-masing. Karena pasar makin kosong, harga makin melangit dan pemerintah makin keteteran mengatasinya. Efek berantai ini bisa berujung pada kekacauan atau chaos yang dampaknya sulit dibayangkan.

Oleh karenanya, penting sekali disadari oleh para awak media dan mereka yang berkecimpung dalam kegiatan yang disebut jurnalisme warga, termasuk para blogger, bahwa apapun kepentingan pribadi dan kelompok, maka kepentingan nasional harus tetap yang terdepan. Katakanlah anda sebagai jurnalis warga atau blogger tidak menyukai pemerintah karena alasan-alasan praktis atau ideologis tertentu. Itu hak anda secara politik tetapi jangan sampai menyebarkan tulisan yang intinya meragukan kemampuan pemerintah dalam menjamin ketersediaan kebutuhan dasar masyarakat.

Lontaran isu bahwa pemerintah tidak mampu menjamin pasokan pangan yang dipercaya oleh pembaca, pasti akan memicu tindakan pembelian yang tidak rasional. Bila penyebarluasan informasi secara massif ini dilanjutkan melalui media sosial, sebutlah twitter, facebook dan lain-lain, bisa dipastikan akan menimbulkan gejolak ekonomi, sosial dan bahkan instabilitas keamanan dalam negeri.

Olehnya, Bank Indonesia megajak blogger Komunitas Kompasiana untuk buka puasa bersama sambil ngobrolin soal stabilitas harga selama Ramadhan dan lebaran. Perhelatan yang mengindikasikan pengakuan BI terhadap pentingnya keberadaan jurnalis warga sebagai penyampai dan penyebar luas informasi yang benar ini dapat dilihat informasinya pada tautan berikut ini.

[caption id="attachment_331867" align="aligncenter" width="638" caption="Kebutuhan pangan adalah pemicu inflasi nomor satu, peningkatan ketahanan pangan seharusnya menjadi perhatian serius ke depan | foto: kompilasi kontan.com"]

1404376008602139312
1404376008602139312
[/caption]

Percaya Ramadhan Dan Lebaran Harga Stabil

Penting sekali untuk masing-masing kita menyadari tanggungjawab menjaga situasi ekonomi yang kondusif sekarang ini, di bulan Ramadhan, di puncak tahun politik dan menjelang suksesi kepemimpinan nasional, bahwa fundamental ekonomi kita sangat baik. Stock pangan nasional yang tersimpan di berbagai gudang-gudang stock nasional dan daerah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia selama dan setelah Ramadhan. Jadi ingatkan keluarga dan tetangga untuk jangan mudah terprovokasi oleh isu negatif tentang keadaan ekonomi kita.

Efek perubahan cuaca yang bisa berpengaruh pada produktivitas pertanian seperti El Nino sudah diprediksi dan diantisipasi sehingga meskipun terjadi gagal panen pada sejumlah daerah, tetapi pengalaman di Indonesia bahwa El Nino tidak pernah berdampak pada keseluruhan wilayah Indonesia secara bersamaan, berbeda dengan Filipina, Kamboja dan Vietnam. Dengan demikian cadangan beras Indonesia tidak akan terpengaruh signifikan. Kalaupun terjadi keadaan di luar perkiraan, sepertinya cadangan devisa Indonesia yang menurut data rilis Bank Indonesia akhir Februari 2014 yang mencapai US$102,74 milliar masih cukup memadai.

Apalagi menurut data Bank Indonesia bahwa berdasarkan pengamatan inflasi di bulan Ramdhan tiga tahun terakhir, kota-kota di pulau Jawa tergolong sebagai penyumbang inflasi terbesar. Artinya kenaikan harga di pulau Jawa lebih tinggi dibanding luar Jawa. Mencermati keadaan sebelum dan beberapa hari di bulan Ramdhan ini, keadaan ekonomi di hampir semua kota-kota di pulau Jawa relatif stabil sehingga diperkirakan tidak akan mengalami lonjakan harga yang berarti.

Demikian pula dengan pasokan kebutuhan daging dan telur untuk Ramdhan kali ini sepertinya sangat memadai. Dari berbagai pemberitaan media massa kita bisa mengetahui bahwa serangan penyakit unggas yang bisa menurunkan produktivitas daging dan telur hampir tak terdengar. Ketua Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI), Don P. Utoyo, menyatakan kepada okezone dua pekan lalu sebelum memasuki Ramadhan, bahwa pasokan telur dan daging ayam untuk kebutuhan sampai dengan lebaran Juli bahkan akhir 2014 dalam kondisi cukup.

Perum Bulog memastikan stok beras selama Ramadhan dan Lebaran masih aman karena hingga saat ini cadangan beras nasional masih mencapai 1,9 juta ton. Sementara curah hujan dan banjir yang tidak separah tahun sebelumnya memungkinkan pertanian palawija untuk pasokan bahan bumbu dan rempah mencapai produktivitas yang cukup tinggi yang menjamin ketersediaan bumbu-bumbuan untuk kebutuhan sehari-hari selama Ramadhan dan perayaan Idul Fitri.

Berdasarkan data yang diolah dan dirilis oleh Bank Indonesia, dalam tiga tahun terakhir, komoditas pangan yang menjadi penyumbang inflasi selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri cenderung tidak mengalami perubahan, seperti: aneka daging, aneka bumbu dan beras.

Bila Pasokan dan distribusi dapat terjaga dengan baik seperti Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, baik dari segi volume maupun momentum, maka kita boleh berharap bahwa Ramadhan dan Idul Fitri kali ini harga kebutuhan pokok berada dalam keadaan yang stabil.

Faktor Politik

Yang harus diwaspadai adalah bahwa bila terbukti jumlah uang segar yang beredar di masyarakat meningkat signifikan sebelum dan sesudah Pemilihan Presiden, kemungkinan akan mengakibatkan peningkatan daya beli masyarakat yang akan menyebabkan pembelian kebutuhan Ramadhan melebihi perkiraan.

Mengantisipasi hal itu, Menteri Dalam Negeri telah mengirimkan Surat Edaran yang ditujukan kepada seluruh Kepala Daerah untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan demi menjaga stabilitas harga pangan menjelang dan selama Ramadhan serta Idul Fitri 2014.

Inflasi kalaupun mengalami peningkatan sedapat mungkin berada dalam ambang batas yang yang bisa diterima secara ekonomis dan psikologis. Sebagaimana diketahui, target inflasi selama tahun 2014 ini dipatok pada angka 4,5+1%. Bila faktor tahun politik ini tidak berpengaruh signifikan terutama sebelum dan setelah Pemilihan Umum Presiden pada 9 Juli 2014 mendatang, kita bisa berharap inflasi benar-benar berada pada kondisi stabil selama Ramadhan dan Idul Fitri ini, semoga. [@bens_369]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun