[caption id="" align="aligncenter" width="638" caption="Joko Widodo yang suka blusukan dan Jusuf Kalla sang kakek lincah keduanya penggemar herbal (Jamu) | Ilustrasi www.sumutpos.co"][/caption]
Tiga puluh tahun lebih dikarunia kesehatan oleh Tuhan, tak sekalipun saya pernah mengkonsumsi obat berbahan baku kimiawi sintetis, meski itu sekedar untuk pengusir flu, sakit kepala, sakit perut, sariawan dan penyakit minor lainnya.
Lalu apa yang saya lakukan kalau sakit kepala, demam atau flu mendera? Saya beristirahat, itu saja. Benar-benar saya memilih istirahat yang berkualitas, berbaring lurus sambil menenangkan fikiran, sebisa mungkin sam,bil mendengarkan musik lembut.
Saat tubuh tidak stabil sebagaimana biasanya, saya menganggap itu isyarat tubuh meminta diistirahatkan, namun tetap makan dan minum secara normal dan memperbanyak meminum air putih sambil memerintahkan sistem imunisasi tubuh saya untuk melawan.
Saya percaya tubuh saya memiliki sistem kekebalan sendiri yang bisa saya perintahkan untuk melawan. Makanya saya tidak suka mengkonsumsi obat kimia karena menurut sejumlah kalangan, secara bertahap akan melemahkan kemampuan alami imunisasi tubuh. Lihatlah bagaimana dosis obat terus meningkat untuk penyembuhan penyakit yang sama. Itu berarti pertahanan tubuh sendiri semakin melemah sehingga diperlukan penambahan dosis dari penyembuh luar.Lalu bagaimana dengan obat herbal? Karena bahan baku herbal berasal dari alam, pasti bersahabat dengan sistem pertahanan tubuh manusia yang juga sifatnya alami.
Kalau sakit perut, paling makan daun jambu klutuk yang sudah dicuci bersih kalau belum ada obat herbal, selebihnya perbanyak minum air putih. Berdasar pengalaman saya, meski proses penyembuhannya relatif lambat dibanding obat kimia, tetapi kambuhnya atau kembalinya juga sangat lama. Jadi tinggal pilih, sembuh cepat tapi berulang-ulang atau sedikit menunggu tapi kesembuhannya lebih permananen.
Kenyataan ini meyakinkan saya bahwa penggunaan cara-cara alami untuk pencegahan dan penyembuhan penyakit serta penguatan pertahanan tubuh selaras dengan mekanisme kerja tubuh manusia sebagaimana penciptaan Tuhan sejatinya. Penggunaan obat-obatan alami seperti herbal pasti sangat sesuai dengan metabolisme tubuh manusia. Sejak berusia tiga puluh tahun hingga sekarang, saya rutin mengkonsumsi bawang putih mentah yang saya yakini menjadi penyebab stabilnya tekanan darah saya hingga detik ini.
Upaya mendidik dan menyadarkan masyarakat agar memanfaatkan herbal sebagai alternatif pengobatan memang terus harus diupayakan. Selain secara ekonomi baik untuk menekan pengeluaran membeli obat-obatan kimia yang biasanya relatif lebih mahal dan memiliki efek samping, juga meningkatkan industri herbal dalam negeri yang tenaga kerja dan bahan bakunya berasal dari dalam negeri. Lihatlah calon Presiden RI nomor 2, Joko Widodo, kemana-mana tidak pernah melupakan membawa minyak kayu putih sebagai penghangat tubuh dan anti masuk angin. Itu adalah contoh obat-obatan herbal.
Belum lagi dalam beberapa kesempatan Jokowi terus terang mengakui staminanya blusukan sangat terbantu oleh jamu temu lawak. Sementara calon wakil Presiden, Jusuf Kalla, juga tak mau kalah dengan memuji khasiat jamu beras kencur kesukaannya yang katanya biasa dikonsumsinya sejak usia muda.
A Perfect Blend Between Technology and Nature
Lalu mengapa industri jamu atau obat-batan herbal ini tidak segera meledak menjadi industri farmasi yang diburu oleh para investor? Bukankah khasiatnya sudah terbukti? Apalagi nenek moyang kita sudah lama mengenal jamu yang berarti bagian dari budaya bangsa? Tidakkah dengan demikian produk herbal lebih mudah diterima pasar dan disukai oleh konsumen Indonesia?
Jangan salah. Untuk meyakinkan masyarakat memilih obat herbal dibanding obat kimiawi sintetis, bukan perkara mudah. Bagaimanapun, obat-obatan kimia yang bentuknya berupa tablet, kaplet, kapsul, syrup dengan kemasan canggih dipandang oleh masyarakat kita sebagai representasi dunia pengobatan modern yang keampuhannya tak tertandingi oleh herbal.
Akar-akaran, umbi-umbian, daun-daunan. Biji-bijian dan semacamnya dari tumbuhandipandang sebagai representasi pengobatan masa lalu, maka dia kalau diolahpun hasilnya lebih pantas disebut sebagai jamu daripada obat yang efeknya, tentu saja dipandang tidak “mengobati” melainkan hanya “manjamui”.
Masyarakat kita sejak dahulu kala memang telah mengenal jamu, khususnya jamu gendong dan jamu racikan sendiri. Artinya, memang bahwa di dalam cairan yang mengandung ekstrak tumbuhan yang berkhasiat bagi tubuh itu terkandung unsur yang disebut obat, tetapi kadarnya terlalu kecil dibanding tenaga yang diperlukan oleh ginjal untuk menyaring dan mengekstraksinya.
Makanya jangan heran bila kalangan yang berseberangan dengan pengobatan herbal akan selalu menuding jamu sebagai penyebab kerusakan ginjal. Ada benarnya sedikit, tetapi tidak seluruhnya benar. Bahkan di balik kesederhanaan bahan baku herbal terdapat manfaat yang lebih baik dibanding obat berbahan baku kimiawi, sebutlah salah satunya soal efek samping herbal yang jauh lebih kecil, bahkan nyaris tak ada dibanding obat kimiawi yang kita ketahui bila residunya terakumulasi di dalam tubuh dapat merusak hati, ginjal, jantung dan organ internal lainnya. Mungkin masih banyak manfaat lain yang belum pernah diketahui oleh manusia sebelumnya dan bisa diungkapkan nantinya melalui riset dan teknologi.
Itulah mungkin antara lain maksud motto PT Deltomed Laboratories Indonesia yang terpampang di samping patung perempuan menggendong bakul jamu yang biasa kita kenal sebagai “Mbok Jamu”. Motto itu berbunyi: A Perfect blend of Technology and Nature yang artinya kurang lebih: Perpaduan sempurna antara alam dan teknologi.
[caption id="attachment_329973" align="aligncenter" width="638" caption="Pabrikasi hierbal secara modern melibatkan mesin-mesin canggih dan standar operasi yang ketat menjadikan obat-obatan dan makanan suplemen berbahan baku herbal menjadi produk alami yang modern | Ilustrasi: deltomed.com"]
Pabrikasi Herbal Modern
Memasuki gerbang pabrik berjarak sekitar 200 meter dari jalan raya Desa Nangger, Selogiri, Kabupaten Wonogiri, portal besi besar menghadang. Sejumlah petugas security dengan pakaian bersih dan rapih melakukan tugas mengangkat portal dimana di belakangngnya berjajar gedung didominasi warna putih, mengesankan suatu kompleks industri berteknologi tinggi sebagaimana yang biasa terlihat di film-film Hollywood.
Tapi kesan itu segera sirna melihat patung “Mbok Jamu” yang ukurannya sekitar tiga atau empat kali ukuran manusia normal. Di latar kiri patung itulah terpampang tulisan besar motto Deltomed A Perfect blend of Technology and Nature beserta visi dan misi organisasi yang tentu saja diharapkan menjadi pengingat kepada seluruh karyawan bahwa perusahaan sedang dalam proses pertumbuhan menjadi perusahaan internasional.
Alam atau Nature yang dimaksud pastilah berbagai jenis tanaman obat yang merupakan bahan baku obat-obatan herbal. Memang pada pertemuan kali pertama di acara Nangkring Bareng Deltomed 18 Mei bulan lalu di Jakarta, Presiden Direktur PT. Deltomed,Nyoto Wardojo pernah menjelaskan bahwa PT. Deltomed membina petani di berbagai wilayah termasuk di Wonogiri untuk menanam bahan baku herbal secara organik untuk dipasok ke pabrik Deltomed.
Pembinaan dan penegndalian pasokan bahan baku menjadi sangat penting dan kritis bagi industri obat-obatan herbal karena menurut Nyoto, kulitas obat herbal sangat ditentukan oleh kualitas bahan bakunya selain tentunya teknologi yang digunakan di dalam pengolahannya.
Memperkenalkan Teknologi Pengolahan bahan baku herbal menjadi obat-obatan herbal siap konsumsi sepertinya menjadi niatan PT. Deltomed Laboratories siang ini (13/06) untuk menunjukkan kepada konsumen bahwa obat-obatan herbal tidak selalu identik dengan pengolahan apa adanya.
Pihak Deltomed ingin meyakinkan bahwa dengan kesiapan teknologi yang dimilikinya, siap mengawal Indonesia memasuki era baru industri kreatif dengan antara lain memadukan herbal alami dengan teknologi pengolahan obat yang tergolong canggih guna menghasilkan produksi obat-obatan herbal berdaya saing tinggi.
Di Deltomed Laboratories inilah teknologi farmasi berstandar internasional di bawah kendali sumberdaya manusia profesional menunjukkan kehandalannya mengolah bahan-bahan alam (nature) dari tumbuhan menjadi obat herbal yang berkualitas tinggi. Inilah hasil dari realisasi visi dan misi organisasi yang konsisten, Jelas Direktur Utama PT. Deltomed Laboratories, Dr. Nyoto Wardojo kepada 10 kompasianer yang diundang berkunjung ke Pabrik Deltomed di Wonogiri siang itu (13/06/14).
Padahal PT Deltomed Laboratories yang sekarang ini menjadi salah satu raksasa pabrik farmasi di Indonesia, bahkan dapat disebut sebagai nomor satu dalam hal produksi obat-obatan herbal, hanya berangkat dari sebuah industri jamu kecil dan sederhana di Banjarmasin, Kalimantan Selatan sekitar 42 tahun lalu, tepatnya di tahun 1976.
Pindah ke Wonogiri pada tahun 1992, PT. Deltomed mulai mempersiapkan landasan untuk bangkit menjadi manfuktur farmasi moderen dengan tetap fokus pada akarnya pada bahan baku herbal. Berbagai kerjasama digalang, baik dengan sesama perusahaan farmasi, lembaga pemerintah seperti Badan Pengkajian dan Penarapan Teknologi (BPPT), Perguruan Tinggi terbaik di hampir semua kota besar di Indonesia.
Seluruh persyaratan untuk diakui sebagai industri farmasi medern pun secara bertahap diadopsi, baik persyaratan yang berskala nasional maupun internasional. Selengkapnya mengenai hal ini dapat dibaca pada tulisan saya sebelumnya melalui tautan ini.
Jadi sebenarnya tidak mengherankan bila pasar obat-obatan dan makanan Amerika yang sangat ketat bisa menerima dan mengakui kemananan produk Deltomed di pasarkan di Amerika Serikat. Pasar Asia Tenggara dan Asia sudah lama dipenetrasi oleh Deltomed, ke depannya seiring dengan perluasan lini produksi, Deltomed juga berencana merambah pasar Eropa.
Semua yang duraikan di atas menjadi nyata di depan mata tatkala Direktur Pengembangan Bisnis PT. Deltomed bersama beberapa jajaran Direktur dan Manajer di lingkungan perusahaan yang tampak sangat higienis dan teratur itu mengantar Kompasianer berkeliling ke seluruh instalasi produksi dari produk-produk Deltomed mulai dari penanganan awal bahan baku, pengolahan, penyimpanan, sampai kepada produksi akhir dan pengemasan.
Melihat berbagai mesin pengolahan dan pengemasan berskala besar dan serba otomatis, memberikan keyakinan standarisasi mutu yang sangat konsisten dan berkesinambungan. Adanya larangan mengambil gambar pada semua proses pengolahan dan produksi dapat dimaklumi sebagai upaya perlindungan asset perusahaan. Untuk menggambarkan bagaimana sekilas suasana di dalam instalasi produksi obat herbal Deltomed, berikut beberapa gambar dari Deltomed dan sumber lainnya yang legal dan relevan.
[caption id="attachment_329974" align="aligncenter" width="638" caption="Sumberdaya manusia Deltomed yang loyal dan berkomitmen tinggi terhadap pencapaian visi dan misi PT. Deltomed Laboratories menjadi aset yang tak ternilai bagi kemajuan industri herbal Indonesia ke depan | Foto: deltomed.com"]
Manusia Dan tanggungjawab Sosial Deltomed
Melihat dan mencermati rantai produksi di dalam lingkup Deltomed, sebenarnya mengesankan kalau perusahaan ini bisa meraup untung lebih besar dengan memangkas pekerja manusia dan menggantikannya dengan mesin. Namun melihat ratusan tenaga kerja, khususnya kaum perempuan yang bekerja mengemas dan mensortir produksi secara manual di dalam ruangan yang sejuk, higienis, meyakinkan saya sebagai pengamat lingkungan hidup dan sosial bahwa perusahaan ini memiliki tanggungjawab sosial yang tinggi.
Wajah-wajah ceria dan kerahamahan semua karyawan yang ditemui di berbagai tempat, menggambarkan suasana ideal sebuah perusahaan yang bisa bertumbuh menjadi besar. Apalagi harus diingat bahwa perusahaan ini memproduksi obat-obatan herbal dan makanan suplemen yang sangat rawan terhadap kemungkinan sabotase internal akibat ketidakpuasan.
Intinya, kemajuan industri farmasi ini adalah manusia, bahan baku, teknologi dan pemasaran. Karena kebetulan hari Jum’at, di sebuah mesjid yang berada di dalam lingkungan pabrik dan bisa diakses oleh penduduk sekitarnya, terlihat sejumlah karyawan yang rupanya sudah cukup berumur. Banyak diantaranya yang sudah bekerja 20 tahun ke atas. Ini merupakan indikator penting mengenai kesetiaan karyawan terhadap perusahaannya (Employees Loyalty).
Walhasil, tanpa harus banyak bepromosi, PT. Deltomed Laboratories telah memberikan inspirasi dan keyakinan bahwa Indonesia memiliki prospek yang sangat cerah di bidang farmasi alternatif berbahan baku herbal. Apalagi dengan teknologi modern yang telah dikuasai oleh putra-putri Indonesia, optimisme itu semakin kuat. Pada saat yang sama, kelimpahan bahan baku yang bisa dikembangkan oleh petani dan rakyat Indonesia pada umumnya, seharusnya tinggal dibina dan didorong sehingga rakyat bisa lebih sejahtera dan negara dengan segala industri dan sumber pendapatannya juga bisa semakin kuat. [@bens_369]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H