[caption id="" align="aligncenter" width="638" caption="KOALISI - Saling Melengkapi Untuk Kinerja Terbaik | Ilustrasi: kelliehosaka.com"][/caption]
--------------------------------------------------
Analisi skenario koalisi ini tidak dimaksudkan untuk mempromosikan satu pasangan tertentu melainkan sekedar menggambrakan kemungkinan koalisi dan siapa gerangan pasangan capres dan cawapres yang akan diusung pada setiap skenario. Ada enam skenario yang dibahas dalam tulisan ini, namun karena tulisan yang relatif panjang, tulisan ini akan dibagi ke dalam 2 bagian, dan ini adalah bagian 1 dan ini adalah Bagian 2. Semoga bermanfaat.
--------------------------------------------------
Hasil Quick Count Meskipun perhitungan sebenarnya (real count) hasil Pemilu Legislatif 2014 belum rampung, tapi setidaknya hasil hitung cepat (quick count) sudah bisa dijadikan pegangan oleh masing-masing partai politik yang berniat mengajukan calon presiden atau wakil presiden. Apalagi hasil perhitungan cepat dari tiga penyelenggara yang dirujuk oleh sejumlah tivi nasional memperlihatkan perbedaan yang tipis. Setiap partai harus berpacu dengan waktu, tidak bisa menunggu hasil real count untuk segera mematangkan komitmen koalisinya, karena bila terlambat, bisa berpotensi seorang calon yang sudah digadang-gadang sebelum Pemilu Legislatif gagal untuk maju ke tingkat Pilpres. Mari kita lihat skenarionya. Sebelum lanjut, ada hal mendasar yang perlu dipahami bahwa hasil dari Pileg ini telah mengelompokkan 12 partai nasional peserta Pemilu ke dalam tiga kelompok berdasarkan perolehan suara. Berdasar hasil hitung cepat Cyrus Network dengan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada hitungan suara yang masuk 95 %, di dapatkan gambaran sebagai berikut. [caption id="attachment_319682" align="alignleft" width="638" caption="Ilustrasi: Tabulasi visual suara | Ben B. Nur"]
[caption id="attachment_319717" align="alignleft" width="638" caption="Gambaran pengelompokan Parpol berdasarkan Platform Nasionalis dan Berbasis Islam | Ilustrasi Ben B. Nur"]
Andaikata Indonesia menganut sistem dua partai seperti di Amerika, maka akan jauh lebih mudah untuk memprediksi siapa yang akan menjadi presiden dan siapa yang akan menjadi wakilnya. Setidaknya kita bisa menyimpulkan bahwa calon presidennya dari PDI-P sebagai pemenang terbesar di dalam kelompoknya yang berarti Joko Widodo dan wakilnya pasti dari Golkar yang berarti Aburizal Bakrie. Sementara dari partai dengan platform religius hak pengajuan presiden dari PKB yang kemungkinannya adalah Mahfud M.D atau Rhoma Irama dan wakilnya dari PAN yang kemungkinannya adalah Hatta Radjasa.
Masalahnya sistem demokrasi kita tidak demikian. Setidaknya untuk Pemilu 2014 ini partai yang bisa mengusung capres dan cawapres adalah yang melewati batasan keterpilihan (electoral treshold) yang sesuai UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu ditetapkan 20 % dan kemenangan di atas 25 % cakupan daerah pemilihan. Mahkamah Konstitusi telah memenangkan gugatan publik atas UU No. 8/2012 tersebut sehingga efektif pada Pemilu 2019 mendatang, electoral tershold itu tidak diberlakukan lagi.
Skenario Koalisi #1
Nah, setelah memahami pengelompokan partai berdasarkan perolehan suara dan berdasarkan platformnya, akan lebih mudah memahami kemungkinan skenario koalisi dengan mempertimbangkan berbagai gerakan dan manuver setiap partai melalui pemberitaan media.
Sebagai contoh, hampir sebahagian orang sepakat dengan pendapat bahwa PDI-P dan Nasdem sepertinya telah membangun dialog dan mungkin juga kesepakatan jauh sebelum kampanye Pileg berlangsung. Ketua Nasdem, Surya Paloh telah mengunjungi Megawati jauh hari sebelum Pileg. Ketika hasil perhitungan cepat Pileg telah dinyatakan rampung, giliran petinggi PDI-P, Cahyo Kumolo yang sowan ke kantor Surya Paloh. Kesimpulan sementaranya kemungkinan besar PDI-P telah mengamankan diri untuk mengusung capres Joko Widodo, entah Cawapresnya Surya Paloh, masih harus ditelisik.
Sementara itu, kedekatan Partai Gerindra dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kemungkinan sudah ada kesepahaman. Terbukti Ketua PPP, Surya Dharma Ali hadir pada acara kampanye terbuka Partai Gereindra di Gelora Bung Karno beberapa waktu lalu, demikian pula sebaliknya. Berdasar pada asumsi itu dapat diramalkan skenario koalisi akan seperti gambar di bawah ini.
Kecenderungan lain yang harus dicermati adalah adanya euforia partai yang berada di papan atas untuk mengusulkan capres dan cawapres masing-masing, maka skenario yang terjadi hanya ada dua pasangan calon yang lolos electoral treshold, yakni koalisi PDI-P dengan Nasdem dan koalisi Golkar dengan satu partai papan tengah (Hanura) dan satu papan bawah PKPI.
Meskipun dikutak katik, sepertinya lima pasang capres dan cawapres dari lima partai papan atas mustahil terwujud.
Skenario Koalisi #2
Bagaimana bila terjadi polarisasi dimana partai berbasis Islam berhasil membangun koalisi? Dari empat pasangan capres dan cawapres, pasangan manakah yang diuntungkan dan dirugikan? Pemetaannya dapat dilihat pada gambar berkut ini.
[caption id="attachment_319728" align="alignleft" width="638" caption="Komposisi Koalisi bila Partai Berbasis Islam Bergabung dan Majukan Capres & Cawapres | (Ilustrasi: Ben B. Nur)"]
Kelihatannya koalisi PDI-P-Nasdem relatif stabil. Sementara koalisi Golkar dan Demokrat yang kemungkinan mengusung pasangan Aburizal Bakrie dan Dahlan Iskan relatif agak lemah berhadapan dengan pasangan Jokowi-Surya Paloh. Mengapa saya sebut lemah? Bagaimanapun pemilih PDI-P adalah pemilih Jokowi, ini mengesampingkan Jokowi Effect yang kata sejumlah pengeritiknya tidak kelihatan pada Pileg kemarin. Saat yang sama, pemilih Nasdem pasti akan loyal kepada Surya Paloh sehingga persentasi gabungan 25,9% bisa utuh.
Sementara pada posisi pasangan ARB – Dahlan Iskan, kelihatannya yang utuh kemungkinan besar hanya suara Golkar yang 14,3% itu, sementara Dahlan Iskan yang pasti dianggap pendatang baru Partai Demokrat besutan konvensi tidak sepenuhnya bisa meng-klaim seluruh perolehan suara Demokrat karena itu adalah gabungan suara loyalis Demokrat ditambah suara yang berhasil ditarik oleh sejumlah peserta konvensi lainnya. Jadi angka persentasi 23,9% itu sendiri sudah kecil dibanding suara PDIP-NASDEM, juga tidak utuh, makanya saya katakan relatif lemah.
Mari kita cermati suara gabungan seluruh partai politik berbasis massa Islam yang memperoleh total 31,8%. Secara angka kelihatan lebih tinggi dari PDIP-NASDEM namun yang harus diwaspadai adalah bahwa tidak semua pemilih koalisi itu juga suka kepada Mahfud M.D dan Hatta Radjasa. Alasannya Mahfud M.D bukan ketua PKB dan ada capres lain yang berhasil mengkatrol suara PKB di Pileg yakni Rhoma Irama yang sepertinya ditinggalkan. Sementara pemilih PAN mungkin bisa diyakini juga adalah pemilih Hatta Radjasa, tetapi dengan perolehan hanya 7,5 % tidak cukup bisa menutupi kehilangan suara anggota koalisi lainnya yang memilih ke partai lain, termasuk pendukung si Raja Dangdut, Rhoma Irama.
Bagaimana dengan pasangan Prabowo Wiranto? Memang kelihatannya kurang elok karena keduanya berlatar belakangan militer, satu pola pasangan yang melawan mainstream pasangan presiden di negara yang menganut demokrasi. Pasar pun kemungkinan akan bereaksi negatif bila pasangan itu benar-benar terjadi. Kalau semua kekhawatiran itu dikesampingkan, pasangan ini memang tidak bisa maju karena tidak lolos electoral treshold. Gabungan suara kedua partai ini hanya 18,4 %. Tidak heran bila banyak pengamat yang mengatakan bahwa koalisi partai Islam menjadi penentu jadi tidaknya Prabowo maju sebagai Capres. Kalau koalisi partai Islam ini ngotot bertahan, maka dapat dipastikan Prabowo tidak bakal bisa lolos electrolal treshold.
Bagi partai Demokrat sendiri, berdasarkan kedekatan ARB dengan SBY di kabinet pemerintahan ini dibanding antara SBY dengan Prabowo, sepertinya Partai Demokrat akan lebih memilih menyelamatkan ARB untuk maju sebagai calon presiden.
Skenario Koalisi #3
Bagaimana sebaiknya Prabowo meloloskan diri dari “jebakan” electoral treshold sekaligus memperkuat posisi tawarnya menghadapi “seterunya” PDI-P? Tidak ada cara lain koalisi partai Islam harus diencerkan. Setidaknya harus segera diresmikan ikatan antara Gerindra dan PPP yang sebenarnya sudah ada benihnya sebelum dan selama masa kampanye.
Apalagi PPP sendiri sebenarnya tidak terlalu ngotot untuk mengambil posisi sebagai cawapres, mungkin cukup dengan jatah menteri, makanya akan lebih memudahkan Prabowo memperkuat posisi tawarnya dengan menarik satu lagi partai berbasis Islam yang memiliki basis massa Islam bukan dari kalangan Nahdiyin melainkan dari kalangan Muhammadiyah. Dengan memiliki perwakilan dua organisasi Islam di dalam kubunya, yakni Muhammadiyah dan NU, posisi di kubunya, setidaknya posisi Prabowo yang berpasangan dengan Hatta Rajasa akan lebih kuat dibanding pasangan ARB-Dahlan Iskan dan pasangan Mahfud M.D – Wiranto sebagaimana dapat dilihat pada ilustrasi koalisi berikut ini.
[caption id="attachment_319732" align="alignleft" width="638" caption="Komposisi Koalisi Bila Partai Berbasis Islam Mencair | Ilustrasi: Ben B. Nur"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H