Mohon tunggu...
Ben Baharuddin Nur
Ben Baharuddin Nur Mohon Tunggu... Profesional -

Menulis untuk berbagi, membaca untuk memahami dan bekerja untuk ibadah, Insya Allah. | email: ben.bnur@gmail.com | twitter :@bens_369

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Kisruh Suksesi Negeri Wanua Rilangi

24 April 2014   21:28 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:14 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

-----------------------

Kekisruhan melanda sebuah kerajaan bernama Wanua Rilangi. Pasalnya sang Ratu, pemimpin tertinggi kerajaan itu yang bernama Opu Rielona sebentar lagi memilih lengser. Ia lebih suka negerinya dipimpin oleh Raja baru yang dianggapnya lebih baik, daripada mempertahankan dirinya di atas tahta yang telah didudukinya selama 20 tahun dimana ketajaman intuisinya sudah jauh berkurang.

---------------------------

Kekisruhan terjadi karena pembicaraan sang Ratu dengan pini sepuh kerajaan bocor kepada publik. Bahkan publik tahu siapa bakal calon pengganti Ratu yang digadang-gadang oleh Ratu Opu Rielona.

Kebocoran informasi itu telah membuat orang-orang di dalam dan di luar kerajaan berkubu-kubuan membentuk faksi yang membuat pelaksanaan tugas kerajaan tidak bisa berjalan efektif sebagaimana sebelum kekisruhan itu terjadi.

Puang Macinna, adalah salah satu kandidat yang sudah lama diprediksi bakal menjadi pengganti Ratu. Selain karena kiprah dan kesetiaannya sebagai putri mahkota, ia juga memang termasuk politisi kerajaan yang handal.

Kandidat lain yang merasa berhak adalah adik bungsu Ratu yang merasa sebagai pembawa perubahan citra kerajaan sebagai pusat keindahan dan seni, karenanya banyak dijadikan rujukan kerajaan-kerajaan lain. Ia memang seorang seniman yang hebat dan dikenal luas di seantero pergaulan antar kerajaan. Namanya Gaharu Cendana.

Kandidat calon raja lainnya yang sebenarnya tidak pernah masuk hitungan para pini sepuh kerajaan adalah La Kojo Tongeng. Meskipun La Kojo Tongeng adalah mantan Kepala Pemerintahan kerajaan Wanua Rilangi untuk wilayah yang jauh diperbatasan bernama Wiring Salo, tetapi ia hanya putra seorang kerabat kerajaan yang jauh yang kawin dengan perempuan biasa. Sang Ratu memanggil La Kojo ke kerajaan karena keberhasilannya membangun wilayah Wiring Salo dengan dana ala kadarnya. Ratu mau La Kojo memberinya pandangan-pandangan yang segar bagaimana memakmurkan wilayah yang lain dengan pendekatan pola pemerintahan seperti yang sukses diterapkan La Kojo di Wiring Salo.

---oOo---

1398323964142634148
1398323964142634148

Persaingan kandidat di dalam lingkungan kerajaan makin memanas. Pasalnya, Puang Macinna tidak melihat alasan mengapa Ratu selalu mengajak La Kojo ikut rapat penting para penasehat kerajaan. Bahkan pada beberapa kesempatan Puang Macinna justru tidak diundang sementara La Kojo hadir di dalam rapat. Bahkan Puang Macinna mendengar kalau La Kojo diminta oleh raja membuat pemaparan bagaimana melakukan ekspansi kerajaan dengan cara damai.

Sementara kandidat lain, Gaharu Cendana, adik bungsu Ratu, meskipun juga digadang-gadang, tetapi terlihat tidak terlalu peduli dengan apa yang berlangsung di tingkat elit kerajaan. Baginya, selama aktivitas seninya tidak terhalang, dia sudah merasa menjadi raja dalam dunianya sendiri.

Belakangan ini Ratu agak gundah melihat putrinya, Puang Macinna yang terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya kepadanya yang dianggapnya telah pilih kasih. Puang bahkan telah bertindak jauh merapat ke kekuatan para penasehat dan pinisepuh kerajaan yang selama ini suka berseberangan dengan Ratu.

Tentu saja pini sepuh dan penasehat tidak bisa menolak Puang ketika datang kepada mereka meminta pertolongan dan dukungan. Maklum secara hirarki dan trah sebenarnya memang dia yang berhak menggantikan Ratu. Tetapi mereka juga tidak bisa mengesampingkan kearifan sang Ratu yang selama 20 tahun memimpin kerajaan dengan arif bijaksana tidak pernah menciptakan konflik internal.

Semakin menjelang hari pengumuman resmi calon penggantinya, Ratu tidak bisa menyembunyikan kegalauannya. Satu sisi Ratu ingin memastikan bahwa masa depan kerajaan di tangan yang tepat, dan itu berarti Ia harus memilih La Kojo. Sisi lain, sebagaimana juga pandangan mayoritas pini sepuh, trah Ratu harus dijaga kemurniannya, dan itu berarti Puang Macinna pilihan yang paling tepat.

Suatu malam di kala sedang galau, sang Ratu memanggil pini sepuh, penasehat dan ketiga calon raja sekedar bercengkerama. Maksud Ratu agar ketegangan yang terjadi beberapa minggu belakangan ini bisa sedikit dicairkan. Ratu memilih tempat di belakang istana yang agak sepi, jauh dari perhatian penghuni istana lainnya.

Suasana sepi di malam hari menurut pengalaman Ratu bisa menurunkan emosi dan biasanya sangat tepat untuk berbicara dari hati ke hati. Baru saja Ratu akan membuka pembicaraan yang khusyu, tiba-tiba terdengar suara mirip anak kambing bersahut-sahutan. Kontan Ratu urung berbicara. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan. Beberapa pini sepuh yang duduk di tempat yang agak terlindung menutup mulut tak bisa menahan perasaan geli. Koq bisa ada suara kambing bertepatan saat Ratu mau bicara.

Ratu terpaksa ikut tersenyum, meski terkulum. Sebenarnya ia juga merasa geli, tapi tetap harus jaga wibawa. Ratu tiba-tiba memanggil ketiga orang yang belakangan ini menjadi pusat perbincangan di lingkungan kerajaan untuk mendekat ke hadapannya. Gaharu, Lakojo dan Puang bergegas berdiri dan berlutut taksim di depan Ratu menunggu titah.

“Suara itu sangat mengganggu saya. Dengar saja suara itu bahkan makin keras dan aneh seperti rintihan. Coba kalian bertiga cari tahu suara apa itu, lalu segera kembali kemari,” perintah Ratu.

Ketiganya lalu bergegas meninggalkan tempat pertemuan. Pini sepuh agak keheranan dengan perintah Ratu itu. Kenapa Ratu tidak menyuruh hulubalang saja yang memeriksa suara itu? Mengapa ketiga calon Raja yang digadang-gadang itu justru yang diminta mengerjakan pekerjaan kecil seperti itu.

“Untuk kalian ketahui, bagi seorang Raja atau Ratu, tidak ada pekerjaan kecil atau besar sejauh itu bagi kepentingan umum. Salah satu dari mereka nanti akan menjadi raja kalian. Biarlah mereka membiasakan diri mengatasi masalah yang munhgkin kalian anggap sepele ini,” jelas raja seakan bisa membaca pikiran pini sepuh dan penasehat kerajaan. Semuanya terdiam dan manggut-manggut pertanda maklum.

“Perintah adalah kepercayaan. Seseorang yang tidak amanah untuk urusan kecil, jangan harap akan amanah untuk hal yang besar,” ujar Ratu pelan sehingga seakan itu berasal dari relung hati Ratu yang semoga didengarkan oleh nurani para pini sepuh dan penasehat. Suara Ratu yang penuh wibawa menenggelamkan suara hewan yang masih terdengar terus merintih di kejauhan.

Para pini sepuh berusaha meresapi sabda Ratu mereka. Diantaranya ada yang mendiskusikannya dengan suara pelan dengan pini sepuh lain di sebelahnya. Selebihnya hanya manggut-manggut pertanda paham. Sejurus kemudian terdengar derap kuda berlari, mendekat lalu berhenti.

“Lapor paduka, rupanya itu suara dari perkampungan di sebelah Barat kerajaan. Besok saya akan perintahkan prajurit bila paduka mengizinkan, agar perkampungan itu dipindahkan sedikit lebih jauh agar suara apapun dari kampung tidak sampai kedengaran di lingkungan kerajaan,”lapor Gaharu Cendana dengan taksim.

“Baiklah Gaharu, laporanmu sudah saya terima, silahkan kembali ke tempatmu.” Gaharu kembali ke posisinya semula dengan tatapan bangga dari pendukungnya yang duduk diantara pini sepuh dan penasehat.

“Memang tidak dipungkiri usia menentukan kedewasaan berpikir dan memberikan solusi,” bisik seorang penasehat kepada sepuh yang duduk di sampingnya yang disusul anggukan keduanya pertanda bangga kepada Gaharu yang memang paling tua diantara tiga kandidat raja yang digadang-gadang.

Diantara pinih sepuh itu ternyata ada juga yang mempergunjingkan soal status Gaharu yang hingga kini memilih menduda setelah ditinggal pergi istrinya yang sebenarnya putri mahkota kerajaan tetangga. Sampai saat ini tak ada yang tahu sebabnya. Kebanyakan orang menduga karena kecintaan Gaharu Cendana yang terlalu berlebihan pada kesenian membuat waktunya untuk melihat keindahan lain pada wanita seakan tak tersisa. Saat pergunjingan sedang seru, derik roda kereta yang berhenti membuat seluruh perhatian mengarah kepada sosok yang turun dari kereta kuda itu.

“Paduka, ternyata itu suara lima ekor anak kambing, pantas saja suaranya sampai ke sini.” Lapor Puang Macinna kelihatan santai dan seakan memamerkan keakrabannya dengan Ratu yang memang ibu kandungnya itu.Ratu manggut-manggut sambil menajamkan telinganya mendengar kegaduhan suara anak kambing di kejauhan yang kedengaran makin menyayat hati.

“Iya betul itu suara anak kambing kecil,” sahut Ratu membenarkan laporan Puang. “Baiklah, terimakasih Puang, silahkan kembali ke tempatmu.” Perintah Ratu disertai senyum bangga kepada Puang yang membalasnya dengan senyum tak kalah bangganya.

“Tapi saya sekalian mau minta izin Paduka. Besok saya akan perintahkan pejabat yang menangani peternakan agar mengumumkan kepada penduduk yang rumahnya berada di sekitar tembok kerajaan dilarang beternak. Besok ternak mereka akan dimusnahkan kalau tidak mau dipindahkan ke tempat yang jauh.” Imbuh Puang memperlihatkan kepiawaiannya dalam memberikan solusi.

“Baiklah Puang, biar besok saya yang bicarakan dengan Pejabat Kerajaan yang menangani peternakan ya. Soalnya Saya dulu yang pernah memerintahkan supaya penduduk dibagi-bagikan ternak agar kesejahteraan mereka bisa meningkat.”

Tiba-tiba Ratu tertegun sambil menajamkan pendengaran. “Suara rengekan anak kambing itu sudah berhenti. Betul kan?” Tanya raja ingin memastikan apa yang ditangkap pendengarannya.

“Betul Paduka..!!”

“Puang, kamu belum memerintahkan petugas kerajaan untuk menyita ternak penduduk kan?” Tanya Ratu khawatir.

“Tidak Paduka, itu baru pemikiran dan saya tak mungkin melakukannya tanpa izin Paduka,” jawab Puang sedikit menyiratkan kekhawatiran.

“Ohh, syukurlah. Mana La Kojo?” Tanya raja seakan kepada semua yang hadir di situ. Semua yang hadir saling berpandangan. Ternyata masih ada satu orang yang harusnya melapor tapi tak kunjung datang.

Tapi suara anak kambing itu sudah berhenti. Jangan-Jangan La Kojo melakukan sesuatu yang tidak disukai Ratu. Mungkin dia yang dikenal tegas dan cekatan dalam bertindak sudah menyembelih kelima anak kambing itu dan membayar pemiliknya. Meskipun dia membayar dengan adil, raja pasti akan murka, soalnya Ratu yang justru menganjurkan rakyat mengembangbiakkan ternak di seluruh wilayah kerajaan Wanua Rilangi.

Pini sepuh dan penasehat yang tidak setuju dengan pencalonan La Kojo saling berpandangan seakan ingin saling meyakinkan bahwa malam ini adalah malam kejatuhan La Kojo. Kalau pilihannya tinggal Gaharu Cendana dan Puang Macinna, tidak terlalu merisaukan bagi pini sepuh, siapapun yang terpilih yang penting trah kerajaan bisa dipertahankan. Toh, keduanya mewarisi trah dinasti kerajaan Wanua Rilangi.

Tiba-tiba seseorang berpakaian penasehat dengan tubuh kurus kerempeng muncul dari kegelapan dengan tergopoh-gopoh. Di belakangnya menyusul Kepala Tabib Kerajaan menunduk seakan merasa bersalah datang ke pertemuan dimana dia tidak seharusnya ada di situ.

“Paduka anak kambing itu mengembik karena dipisahkan dari induknya. Soalnya pemiliknya besok subuh akan menjual induk kambing itu ke pasar untuk biaya istrinya berobat ke kota. Saya sudah menyatukan anak kambing itu dengan induknya, Paduka. Rupanya penduduk kampung itu sedang dilanda penyakit diare serius tiga hari belakangan ini. Banyak yang sekarat paduka. Mohon izin saya membawa tabib kerajaan untuk mengobati rakyat kita sekarang agar tidak jatuh korban jiwa.”

“Saya mohon ampun atas kelancangan saya Paduka, mohon saya diperkenankan mengobati penduduk yang sakit bersama lima orang tabib terbaik yang sedang menunggu di pintu gerbang, Paduka” Lapor Sang Kepala Tabib terbata-bata.

“Iya! Saya Izinkan, segera kalian berangkat, bawa apa saja yang bisa membantu kalian menyembuhkan rakyat kita segera.”

Peserta pertemuan hanya terbengong-bengong tak tahu harus berkata apa atau berbuat apa. “Pertemuan dibubarkan. Pengawal siapkan kereta dan minta hulu balang menemani saya. Saya juga mau menjenguk rakyat saya.” Perintah Ratu sembari mengibaskan jubahnya berbalik ke arah peraduannya untuk bersalin baju dingin. (bersambung) [ben369].

Ilustrasi: Kingdom of Heaven ‪www.bubblews.com & ‪wordinfo.info

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun