Mohon tunggu...
Ben Baharuddin Nur
Ben Baharuddin Nur Mohon Tunggu... Profesional -

Menulis untuk berbagi, membaca untuk memahami dan bekerja untuk ibadah, Insya Allah. | email: ben.bnur@gmail.com | twitter :@bens_369

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kiat Sukses "Si Kerempeng" Menuju Puncak

2 April 2014   03:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:12 1158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Motivasi: The Golden Rules of Success | foto: dok pribadi Ben. B. Nur

[caption id="" align="aligncenter" width="638" caption="Buku Motivasi: The Golden Rules of Success | foto: dok pribadi Ben. B. Nur"][/caption]

"Jika saya harus memilih satu kualitas, satu karakter pribadi yang saya anggap paling berkaitan dengan kesuksesan, apapun bidangnya, saya akan memilih sifat berkelanjutan, tekad yang bulat, keinginan untuk bertahan hingga akhir, untuk dijatuhkan 70 kali dan tetap berdiri sambil berkata, saya akan menggenapi kebangkitan saya menjadi 71". (RICHARD M. DEVOS)

Ops…! Opss..! Ugh..! Gedebug!!!

Horeee…!!! Badan kamu terlalu gendut bung!!!

Si Kodok gendut bangkit bersungut-sungut setelah gagal mencapai pertengahan batang pinang yang telah dipanjatnya dengan susah payah.

Huh! Hah! Huh …! Hah…! Sluurrrrttt…!!!

“Rasain kodok tua! Mana ada Kodok tua bisa manjat? Ngemong cucu aja sono!”

Si Kodok tua segera ngacir ke tengah kerumunan penonton setelah melorot dari batang pinang yang memang sengaja dilumuri minyak goreng dan oli.

Pertandingan panjat pinang sore itu semakin seru. Puluhan kodok, tua, muda, gendut kurus, kerempeng yang merasa dirinya jago panjat pinang bergelimpangan.

Puluhan lainnya segera menyusul dengan segala gaya memanjat. Ada yang memanjat dengan gaya ular, gaya monyet bahkan ada yang meniru gaya politisi yang kebelet jabatan. Semuanya tak ada yang sanggup menggapai hadiah yang tergantung di bagian puncak batang pinang itu. Jangankan meraih hadiah, melewati pertengahan saja tak ada yang mampu.

Kegagalan para kodok pemburu hadiah itu bukan hanya karena batang pinang yang semakin licin bercampur keringat, atau karena mereka kekurangan tenaga. Kebanyakan tak sanggup menahan teriakan penonton yang melecehkan.

“Sudah! Turun saja!! Pasti tidak ada yang bisa melewati pertengahan deh!”

“Eh, anak kemaren juga mau sok jago nih! Udah.., yang senior aja nggak bisa!”

Dan memang, akhirnya semuanya pada melorot kalau tidak jatuh terjengkang. Menjelang senja para pononton yang mengelilingi arena panjat pinang mulai pesimis karena sepertinya tidak ada lagi jagoan yang punya nyali memanjat. Tiba-tiba seekor kodok kurus kerempeng yang rupanya baru datang menyeruak di antara kerumunan penonton.

“Eh mau ngapain nih si kerempeng?” Teriak seorang penonton yang terusik karena si kodok kurus berusaha mendekati pohon pinang itu.

“Heiii!!! Sudah! Pulang ke rumah aja mandi, makan yang banyak lalu bobo!” Teriak kodok loreng yang menyaksikan si kodok kerempeng mulai ambil ancang-ancang lompatan.

Lalu… Tap! kaki si kodok kerempeng sudah mencengkeram ke batang pohon pinang setelah lompatan yang cukup mantap mencapai hampir seperempat dari batang pohon pinang itu.

“Hoiii!!! Turun anak kerempeng, nanti istri kamu marah!! teriak kodok betina kurus yang suaranya lumayan lantang melecehkan sang kodok kurus itu.

Tap… tap… hosh… hush… Suara nafas berirama dengan cengkeraman si kodok kurus kedengaran mantap di sela teriakan melecehkan penonton yang semakin riuh rendah.

Penonton yang berada persis di bawah pohon pinang mulai agak menjauh menghindari kemungkinan tertimpa si kodok kecil yang sepertinya akan segera jatuh, atau bahkan terlempar dari atas batang pohon pinang yang mulai mengayun karena angin senja yang bertiup semakin kencang.

“Heii!! Turun aja pelan-pelan. Tadi aja nggak ada angin semuanya pada jatuh, sudahlah kerempeng!” teriak penonton makin tidak sopan.

Tapi suara tap… tap… hoshhh… hushhhh… malah terdengar semakin mantap di sela-sela suara yang semakin melecehkan. Bahkan para kodok yang tadi gagal di tengah jalan justru lebih kencang teriakannya melecehkan.

Suasana di bawah semakin hiruk pikuk karena sepertinya si kodok kecil semakin mendekati puncak dan tidak memperdulikan teriakan yang melecehkannya.

Akhirnya. “Horeee!!! Horeee… !!! Ya buang semua hadiahnya ke bawah. Bagi-bagi dong, kita kan tadi pendukung kamu..!” Teriak kodok jantan dan betina dari bawah. Suara melecehkan kini berubah menjadi pujian dan menagih bagian.

Suasana semakin hiruk pikuk karena si kodok kecil mulai menjatuhkan hadiah yang dijangkaunya satu per satu. Ia Cuma mengambil satu hadiah yang segera dikalungkan ke lehernya, sebuah jam weker. Tidak lebih mahal dari hadiah lain yang justru dijatuhkannya ke bawah dan diperebutkan oleh kodok-kodok yang tadi melecehkannya.

Setelah semua hadiah habis dijatuhkan, si kodok kecil segera meluncur ke bawah dengan mantap. Baru saja Ia menjejakkan kakinya ke tanah para wartawan kodok sudah merubungnya untuk mewawancarai tentang rahasia kesuksesannya.

Tapi si kodok kecil sepertinya tidak terlalu suka dengan popularitas. Ia hanya tersenyum ramah sembari memberi isyarat tangan seakan-akan maksudnya: “No comment!” Wah, seperti gaya pejabat yang ogah diwawancarai karena masalah yang sensitif.

Si Kodok kerempeng langsung menemui rekannya yang tadi datang bersamanya dan menyerahkan weker yang tadi melingkar di lehernya. Mereka segera berlalu tanpa suara diantara tatapan ratusan pasang mata kodok yang bingung, galau, kagum bercampur aduk.

“Ihhh.. Cool banget tuh cowok. Aku langsung jatuh cinta loh!” Ujar seekor kodok hijau betina berbulu mata lentik yang menatap kepergian “sang pahlawan” dengan penuh kekaguman.

Rupanya si kodok kurus tadi nekat memanjat pohon semata karena sahabatnya sangat menginginkan jam weker yang tergantung di atas puncak batang pinang. Dari cara mereka berkomunikasi hanya dengan bahasa isyarat, baru ketahuan bahwa sang pahlawan tadi ternyata kodok bisu dan tuli.

Mengenai kemampuannya memanjat, sebenarnya tidak lebih baik dari kodok lain yang memanjat sebelumnya. Bedanya, ya itu tadi, dia tidak mendengar teriakan penonton yang melecehkannya sehingga dia bisa lebih fokus pada tujuan utamanya yakni mengambil jam weker untuk temannya.

Dalam kehidupan ini, tanpa sadar kita sering berada pada posisi seperti kodok-kodok yang hanya memanjat pohon pinang setengah lalu jatuh bergelimpangan. Kita sering tidak fokus karena terlalu memperdulikan apa kata orang-orang di sekitar kita, baik yang memuja berlebihan maupun yang melecehkan.

Untuk memperjuangkan pencapaian tujuan hidup secara maksimal, terkadang memang kita harus bisa “menulikan” telinga terhadap berbagai suara-suara dari luar. Kuatkan niat, fokus dan dengarkan suara hati dan jiwa saja terdalam adalah cara bijak untuk dapat bertindak lebih konsisten. [The Golden Rules of Success Halaman 87-90]

Cerita di atas adalah salah satu dari 20 cerita inspiratif dalam buku: The Golden Rules of Success

----------------------------------oOo----------------------------------

Judul Buku | The Golden Rules of Success Penulis | Ben Baharuddin Nur Penerbit | The Courage Institute, Jakarta Cetakan I Hard Cover | Juni 2008 223 Halaman

--------------------------------@ben369--------------------------------

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun