Mohon tunggu...
Ben Baharuddin Nur
Ben Baharuddin Nur Mohon Tunggu... Profesional -

Menulis untuk berbagi, membaca untuk memahami dan bekerja untuk ibadah, Insya Allah. | email: ben.bnur@gmail.com | twitter :@bens_369

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memahami Skenario Koalisi [Bagian 2]

13 April 2014   01:03 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:45 927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOALISI - Upaya Membangun Sinergi Untuk Indonesia Yang Lebih Baik | Ilustrasi: thecareerlounge.org

[caption id="" align="aligncenter" width="638" caption="KOALISI - Upaya Membangun Sinergi Untuk Indonesia Yang Lebih Baik | Ilustrasi: thecareerlounge.org"][/caption]

----------------------------------- oOo ---------------------------------

Analisi skenario koalisi ini tidak dimaksudkan untuk mempromosikan satu pasangan tertentu melainkan sekedar menggambrakan kemungkinan koalisi dan siapa gerangan pasangan capres dan cawapres yang akan diusung pada setiap skenario. Ada enam skenario yang dibahas dalam tulisan ini, namun karena tulisan yang relatif panjang, tulisan ini akan dibagi ke dalam  2 bagian. Ini Bagian 1,  dan ini adalah bagian 2. Semoga bermanfaat.

---------------------------------- oOo ----------------------------------

Skenario Koalisi #4

Bagi kebanyakan partai politik, mungkin tidak pernah membayangkan konstelasi politik di negeri ini sedemikian rupa berubah hanya dalam dua tahun terakhir, dan itu yang saya pribadi sebut sebagai Jokowi Factor daripada soal kemampuan Jokowi mendongkrak suara PDI-P di Pileg 2014. Setidaknya rakyat disuguhi contoh perbedaan antara pemimpin yang benar-benar bekerja dengan pemimpin yang hanya beretorika, maksudnya perbandingan antara Jokowi dan Foke.

Mungkin Prabowo pun tidak pernah membayangkan kalau Jokowi akan menjadi batu sandungan di depan mata setelah melewati proses panjang mempersiapkan diri dan mesin partainya untuk mendukungnya maju dan menang di Pilpres 2014, termasuk pernah berharap didukung oleh PDI-P sebagaimana terungkap dari kesepakatan batu tulis yang yang cukup mengundang kegaduhan itu.

Makanya dalam skenario ini, tidak terpikirkan untuk menyandingkan antara Jokowi – Prabowo atau sebaliknya Prabowo-Jokowi. Tetapi kedekatan Prabowo dengan kalangan partai berbasis Islam tidak dipungkiri sebenarnya cukup dekat. Mengacu pada asumsi itu, skenario ke-4 mencoba melihat kemungkinan Prabowo bersanding dengan semua partai berbasis Islam kecuali PAN. Kenapa PAN harus keluar? Selama ini dalam keadaan yang genting, PAN selalu dapat menjadi kawan yang dapat diandalkan oleh Partai Demokrat. Oleh karenanya PAN diasumsikan akan bergabung mendukung ARB yang menggandeng kader Demokrat yakni Dahlan Iskan. Komposisinya cukup menjanjikan dimana gabungan suaranya mencapai 36,9 atau selisih sekitar 10% di atas koalisi PDIP-NASDEM dan PKPI. Bila ternyata memang ada Jokowi Effect, selisih 10% itu cukup bisa diandalkan sebagai cadangan.

Meskipun PAN bergeser mendukung koalisi Golkar, Gerindra-pun tampak cukup kuat untuk bertarung bersama-sama dengan koalisi partai Islam minus PAN. Dengan gabungan suara 34,5 % cukup jauh meningglkan PDI-P dengan selisih sekitar 7%.

Komposisi koalisi Golkar dengan koalisi Gerindra sepertinya cukup kuat untuk berhadapan dengan PDI-P yang hanya mengandalkan dukungan NASDEM dan berharap adanya efek Jokowi pada pemilu Presiden 9 Juli mendatang.

[caption id="attachment_319737" align="aligncenter" width="638" caption="Bila Partai Berbasis Islam Kecuali PAN Bersinergi Dengan Gerindra | Ilustrasi: Ben B. Nur"]

13972994901263022121
13972994901263022121
[/caption]

Skenario Koalisi #5

Bagaimana dengan koalisi PDIP-NASDEM sendiri? Akankah tetap pada posisi bertahan melihat perubahan komposisi koalisi Golkar dengan Koalisi Gerindra? Di sini yang akan menjadi penentu perubahan adalah kenegarawanan seorang Surya Paloh. Bila demi Jokowi bisa menjadi Presiden pada Pilpres 2014 ini, ada kemungkinan posisinya sebagai cawapres bisa diserahkan kepada figur lain bukan dari Partai NASDEM.

Kubu PDI-P dan Nasdem pasti mencermati hasil dari survei Exit Pool yang dilakukan oleh sejumlah lembaga pada Pileg kemarin. Kekuatan survei ini terletak pada kemampuannya menggambarkan sebaran geografis, jenis kelamin, usia, pendapatan bahkan profesi dari pemilih setiap partai pada Pileg kemarin. Bila ternyata pemilih PDI-P di Kawasan Timur Indonesia rendah karena tergerus oleh popularitas calon dari partai lain, maka tidak menutup kemungkinan Jokowi disandingkan dengan Jusuf Kalla.

Setidaknya ada dua keuntungan yang bisa diperoleh PDI-P dari faktor Jusuf Kalla. Pertama, ya itu tadi, menarik simpati dan sentimen positif para pemilih dari Kawasan Timur Indonesia karena bagaimanapun Jusuf Kalla sudah menjadi icon politisi dari Kawasan Timu. Keuntungan kedua adalah bahwa posisi Jusuf Kalla sebagai tokoh dari Nahdiyin, dimana ayah Jusuf Kalla adalah pendiri Nahdatul Ulama Sulawesi Selatan akan memungkinkan warna merah PDI-P dihijaukan sedikit oleh kehadiran Jusuf Kalla. Ilustrasi skenarionhya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

1397299697395009241
1397299697395009241

Skenario Koalisi #6

Untuk diketahui, bila anda pernah mendengar ada selentingan khabar adanya perbedaan faksi di dalam tubuh PDI-P, sebenarnya permasalahannya hanya seputar keukeuh-nya sejumlah pengurus inti partai yang menghendaki adanya upaya mempertahankan trah Soekarno di dalam tradisi pengkaderan di tubuh PDI-P.Penunjukan Joko Widodo sebagai calon presiden dari kubu PDI-P sempat menimbulkan sedikit pergesekan internal.

Untungnya tradisi PDI-P yang memberikan mandat penuh kepada Ketua Partai, dalam hal ini Megawati Soekarno Putri, sebagai pemutus akhir memungkinkan perbedaan pendapat ini selesai. Apalagi ternyata Puan Maharani yang sbenarnya digadang-gadang sejak awal untuk menjadi generasi ketiga Bung Karno di dalam pemerintahan ternyata tidak cukup meyakinkan bagi sebahagian besar kader PDI-P.

Bagaimana Megawati bisa mendamaikan masalah internal ini? Melihat gelagatnya, kemungkinan besar setelah Pilpres ini selesai Megawati akan mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PDI-P, dan tampaknya Puan Maharani akan menjadi alternatif terbaik mengingat pengalamannya di legislatif sebagai Ketua Fraksi ditambah jabatan terakhir ini sebagai Ketua Pemenangan Partai, mungkin dipertahankan sampai selesai Pilpres.

Kemungkinan besar Surya Paloh juga setuju bila alternatif selain Jusuf Kalla untuk mendampingi Jokowi adalah Prananda Prabowo, sosok muda cucu bung Karno atau putra Megawati ini dipandang sebagai penjelmaan Bung Karno dalam arti biologis dan ideologis. Prananda adalah sosok yang selalu terlihat tampil necis mirip kakeknya, berada di belakang hampir semua keputusan strategis yang diambil oleh Megawati. Selain memiliki ketajaman intuisi politik, ayah dua anak ini juga dikenal dekat dengan hampir semua kalangan di PDI-P. Ganjar Pranowo menyebutnya sebagai sosok intelek, sementara Joko Widodo melihatnya sebagai figur cerdas yang menyenangkan dan rendah hati.

Saat ini pria kelahiran 23 April 1970 ini menduduki jabatan sebagai Kepala Ruang Pengendali dan Analisis Situasi Dewan Pimpinan Pusat PDI-P. Bila Megawati dapat diyakinkan mengenai kebenaran efek Jokowi bagi pemilih muda dan pemula, kemungkinan besar skenrio #6 berikut ini menjadi pilihan.

[caption id="attachment_319740" align="aligncenter" width="638" caption="Prananda Prabowo, Alternatif Capres Yang Bisa Galang Generasi Muda | Ilustrasi: Ben B. Nur"]

1397299884960500032
1397299884960500032
[/caption]

Perkembangan wacana koalisi akan terus bergulir sampai dua bulan ke depan. Analsis dan skenario ini sekedar mencoba memberikan alternatif analisis dan pemikiran untuk mengimbangi pemberitaan dan analisis media yang terkadang durasinya sangat singkat.

Menjawab kemungkinan masuknya unsur TNI mendampingi salah satu dari pasangan yang maju nyapres, bisa saja terjadi, misalnya Jokowi berpasangan dengan salah satu pensiunan TNI, Jenderal (purn) Ryamizard Ryacudu misalnya, atau TNI aktif seperti Jenderal Moeldoko, bisa saja terjadi. Yang pasti setiap skenario harus ada pembenaran, baik dari segi kemungkinan mengkatrol perolehan suara, atau faktor kemanfaatan jangka panjang. Itulah politik, tidak ada perhitungan yang eksak.

Bahwa kemungkinan dua Cawapres bergabung menjadi satu seperti Aburizal Bakrie maju dengan Prabowo Subianto, bukan hal yang mustahil. Atau kemungkinan Jokowi berpasangan dengan Aburizal Bakrie, juga bukan hal yang mustahil dalam politik, sejauh kepentingan politik kedua belah pihak dapat terakomodasi. Dalam politik tak ada kawan dan lawan yang kekal, semuanya akan tunduk pada hal yang utama, yakni kepentingan.

Memahami skenario yang kemungkinan terjadi pada setiap perubahan peta perpolitikan bagi kebanyakan kita sebagai orang awam, tak lain gunanya adalah agar kita tidak kaget apalagi menyesala ini dan itu. Kembali harus diingat bahwa semua skenario setia megacu kepada kepentingan politik yang kadang tidak dapat kita lihat dengan kasat mata. Salam Kompasiana [ben369]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun