Mohon tunggu...
Ben Baharuddin Nur
Ben Baharuddin Nur Mohon Tunggu... Profesional -

Menulis untuk berbagi, membaca untuk memahami dan bekerja untuk ibadah, Insya Allah. | email: ben.bnur@gmail.com | twitter :@bens_369

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Penolakan 21 Siswa Ikut UN Mencederai Citra Rismaharini

15 April 2014   20:47 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:39 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_320050" align="aligncenter" width="638" caption="Dua siswi SMA Jaya Sakti Surabaya ini hanya bisa bertangisan gagal ikut UN | Screenshoot: metrotvnews.com"][/caption]

Hati siapa yang tidak pilu saat impiannya untuk ikut Ujian Nasional demi perbaikan nasib ke depan harus kandas. Itulah yang dialami 21 siswa siswi SMA Jaya Sakti yang tidak bisa ikut Ujian Nasional berdasarkan Surat Penetapan Dinas Pendidikan Kota Surabaya.

Apa masalah mereka sebenarnya hingga harus ditolak? Sebenarnya tidak ada masalah bagi 21 pelajar itu. Mereka telah mengikuti proses belajar selama tiga tahun hingga sampai tingkat XII. Mereka juga telah memenuhi kewajiban lainnya kepada sekolah sehingga sebenarnya mereka berhak mengikuti UN.

Masalahnya, ternyata, karena sekolah mereka, menurut situs berita on line MetroTVnews.com tidak memiliki izin operasional dari Dinas Pendidikan Kota Surabaya.

Alasan ini disesalkan oleh banyak pihak mengingat urusan izin adalah antara pihak Sekolah dengan Dispendik Kota Surabaya. Kalau memang kesalahan sekolah sudah sangat parah sehingga tidak bisa ditolerir, kewajiban pemerintah untuk menyelamatkan nasib 21 orang siswa itu harus tetap dilaksanan.

“Ikutkan dulu mereka UN dan setelahnya silahkan ambil tindakan keras kepada sekolahnya. Kalapun harus dibubarkan itu urusan nanti, yang penting selamatkan dulu siswanya yang tidak berhubungan dengan urusan itu.” Ujar Nurul, pengamat pendidikan kepada penulis.

Masalah Lama Yang Berlarut-Larut

Masalah yang dihadapi  SMA Jaya Sakti yang beralamat di Jalan Karang Asem No. 43 Surabaya ini sebenarnya sudah lama terjadi. Izin operasional yang pernah diberikan Dispendik Kota Surabaya kepada sekolah itu telah kadaluarsa sebelum tahun 2012. Makanya Dispendik Surabaya pernah mengultimatum pengurus sekolah itu untuk segera memperpanjang izin operasionalnya sebelum 12 September 2012.

Lalu apakah sekolah yang bernaung di bawah Yayasan Jaya Sakti itu mangkir? Sebenarnya tidak. Menurut situs berita online beritarans9.com, pegurus yayasan telah mengajukan permohonan Izin Operasional sebelum tenggat waktu itu berakhir. Namun tiga bulan kemudian, jangankan mereka mendapatk izin, yang datang justru teguran dari Dispendik Kota Surabaya yang mengingatkan bahwa sekolah yang terdiri atas SMP, SMA dan SMEA itu akan digabungkan ke sekolah lain bila izinnya tak kunjung diurus.

Tentu saja pihak yayasan yang menaungi sekolah itu tidak terima dengan teguran itu karena merasa telah mengajukan permohonan izin jauh sebelum tenggat waktu yang diberikan berakhir.

Pengurus Yayasan yang mendatangi kantor Dikpendik Kota Surabaya untuk melakukan klarifikasi justru mendapatkan tawaran opsi lain dari Kepala Bidang Pendidikan Menengah dan Kejuruan dan Umum (Dikmenjur/ Dikmenum) Disepndik bahwa izin akan dikeluarkan paling lambat seminggu setelah pihak Yayasan mengganti Kepala Sekolah SMA-nya. Sebuah opsi yang sebenarnya tidak ada hubungannya karena urusan pengangkatan Kepala Sekolah adalah urusan internal yayasan.

Namun demi menyelamatkan masa depan sekolah dan kepentingan anak didik, pihak Yayasan melalui Rapat Pengurus Yayasan memutuskan menyetujui penggantian Kepala SMA Jaya Sakti. Maka pada bulan Januari 2013, Kepala Sekolah baru, Gugus Legowo, dipilih dan pada bulan Maret dilakukan pelantikan, lalu segera dilaporkan ke pihak Dispendik kota Surabaya.

Apakah urusan selesai? Boro-boro, mendapatkan izin, masih menurut beritarans9.com, yang datang seminggu kemudian justru empat petugas dari Dispendik Kota Surabaya, dua diantaranya diketahui bernama Sigit dan Titik. Mereka langsung masuk ke ruang kelas X, XI dan XI dan menemui siswa-siswi yang sedang belajar. Mereka menyampaikan bahwa sekolah mereka akan disegel sehingga mulai besok siswa-siswi tidak dibenarkan lagi masuk sekolah.

Siswa-siswi di sekolah itu tentu saja panik. Mereka melaporkan kepada orangtua mereka bahwa sekolah mereka akan disegel sehingga tidak boleh masuk sekolah lagi. Setelah kejadian itu, pihak Kepala Sekolah mendapat panggilan dari Dispendik dari Kota Surabaya dan diminta untuk membawa bukti kelangkapan administrasi sekolah.

Berharap adanya penyelesaian, Gugus Legowo memenuhi panggilan itu. Namun apa yang didapatkannya, justru Buku Induk dan Hasil Akreditasi yang dibawa Legowo justru disita dengan “paksa” oleh pihak Dispendik kota Surabaya.

[caption id="attachment_320051" align="aligncenter" width="637" caption="Inilah SMA Jaya Sakti di Kota Surabaya yang nahas siswanya ditolak ikut UN | foto: beritatrans9.com"]

13975442201318537027
13975442201318537027
[/caption]

Mengapa Siswanya Tidak Diselamatkan?

Bagi orangtua anak didik yang kini prihatin melihat kenyataan anaknya tidak bisa mengikuti UN, justru menyalahkan pihak Dispendik. Kalau memang sekolah itu bermasalah menurut Dispendik, kenapa anak-anak yang dikorbankan. Harusnya, kata salah seorang orangtua siswa, pihak Dispendik harus mengalihkan anak-anak itu ke sekolah lain yang memenuhi persyaratan agar mereka bisa ikut UN sambil pihak Dispendik menyelesaikan urusannya dengan pihak Yayasan Jaya Sakti.

Menghukum sekolah yang tidak perform mungkin memang tugas dari Dipendik sebagai pengawas pendidikan yang mewakili pemerintah. Tetapi menghukum sekolah dengan mengorbankan anak didik bukanlah tindakan yang bijak. Itu yang disesalkan oleh umumnya orangtua siswa yang kini sedang meratapi nasibnya karena gagal UN sebelum diberi kesempatan berkompetisi.

Kejadian di kota Surabaya ini tidak saja menodai pelaksanaan UN kali ini tetapi sekaligus merusak citra pemerintah Kota Surabaya yang dikenal sangat peduli dengan pendidikan dan masa depan generasi muda Kota Surabaya. Sepertinya Walikota Surabaya, Rismaharini tidak bisa membiarkan kasus ini berlarut-larut. Selain merugikan anak didik dan orangtua siswa, juga merusak citra Walikota Surabaya sendiri yang mendapatkan penghargaan dari berbagai lembaga internasional atas prestasi manajemen pemerintahannya yang patut dicontoh oleh kota lainnya di Indonesia. Semoga ada langkah konkrit segera untuk mengobati kepiluan hati siswa-siswi SMA Jaya Sakti[@bens_369]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun