Mohon tunggu...
Ben Baharuddin Nur
Ben Baharuddin Nur Mohon Tunggu... Profesional -

Menulis untuk berbagi, membaca untuk memahami dan bekerja untuk ibadah, Insya Allah. | email: ben.bnur@gmail.com | twitter :@bens_369

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari Gedung Sate Hingga Kebayoran, Menyusuri Jejak-Jejak Infrastruktur PU

6 Mei 2014   20:41 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:48 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_322767" align="aligncenter" width="638" caption="Secuil dari jejak-jejak infrastruktur besutan Kementerian PU | Ilustrasi: Buku JIP 2013"][/caption]

Bagi yang lahir tahun sekitar tahun 1960-an mungkin masih ingat satu pertanyaan yang sering muncul di soal ujian Sekolah Dasar, sesuatu yang berhubungan dengan salah satu karya Departemen Pekerjaan Umum. Pertanyaan itu berkaitan dengan bendungan terbesar di Indonesia. Saya dan sebahagian besar dari kita tentu masih hafal jawabannya, ya bendungan Jatiluhur.

Tapi tahukah anda siapa yang menjadi pimpinan proyek jalan tol Jagorawi?  Atau siapa gerangan yang mendesain persimpangan semanggi yang tanpa lampu pengatur lalu lintas bisa mengalirkan kendaraan yang akan berpindah haluan atau melakukan putar balik?

Itu semua mungkin akan terlupakan pada dua atau tiga generasi mendatang bila tidak tercatat dan terdokumentasikan dengan baik melalui berbagai media dan sistem penyimpanan yang memenuhi kaidah keamanan, keteraturan, kelengkapan, aksesibilitas , pemutakhiran dan kelestarian aset berharga yang bernama data, informasi dan ilmu pengetahuan baik dalam bentuk fisik maupun digital yang dikelola di dalam satu wadah yang disebut perpustakaan.

Dalam rangka memperkenalkan kepada publik mengenai keberadaan sejumlah data, informasi, dan ilmu pengetahuan di bidang pekerjaan umum itulah sehingga Kementerian Pekerjaaan Umum (Kementerian PU) Republik Indonesia memandang penting untuk mengundang komunitas pewarta berbasis warga (Cirizen Journalism Community) Kompasiana untuk nangkring di Ruang Perpustakaan Multimedia Kementerian PU di Gedung Heritage, gedung yang diperuntukkan sebagai sarana Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum, Selasa (27/04/14).

Wujud Keseriusan Kementerian PU dalam urusan perpustakaan ini ditandai dengan kehadiran sejumlah petingginya, antara lain Sekretaris Jenderal Kementerian PU, Ir. Agoes Widjanarko, MiP, Inspektur Jenderal Kementerian PU, Ir. R. Bambang Goeritno Soekamto, MSc, Mpa, Kepala Pusat Komunikasi (puskom) Publik Kementerian Pekerjaan Umum, Ir Danis Hidayat Sumadilaga, MengSc, Staf Ahli Menteri Bidang Keterpaduan, Ir. Taufik Widjojono, MSc. Dan sejumlah pejabat lainnya.

Dari pihak Kompasiana, selain dihadiri oleh dihadiri oleh Pemimpin Redaksi, Pepih Nugraha, Redaktur, Iskandar Zulkarnaen dan sejumlah pengelola lainnya, juga dihadiri oleh sekitar 50 kompasianer dari berbagai latar belakang profesi. Iskandar Zulkarnaen yang akrab disapa Isjet memoderatori acara Nangkring Kompasiana yang berlangsung santai dan penuh kekeluargaan itu, namun tak mengurangi bobot pemaparan dan diskusi yang berlangsung dari pukul 14:00 hingga 17:30.

Agoes Widjanarko dalam pemaparannya tentang sejarah dan jejak-jejak infrastruktur di Indonesia banyak mengungkap informasi berkaitan dengan berbagai infrastruktur penting di Indonesia. Ternyata jalan tol Jagorawi adalah jalan tol pertama yang dibangun di Indonesia yang pembangunannya dimulai tahun 1973 menghubungkan Jakarta – Bogor – Ciawi yang kemudian disingkat dengan nama Jalan Tol Jagorawi. Ternyata Pimpinan Proyek pembangunan jalan tol tersebut adalah Ir. Rachmadi Bambang Sumadijo yang kemudian menjadi Menteri Pekerjaan Umum di era transisi pemerintahan dari Kabinet Pembangunan VII hingga menjadi Kabinet Reformasi Pembangunan 1988/1999.

Mantan Menteri PU lainnya yang punya karya minumental adalah Ir. Sutami Menteri PU terlama menjabat, sekitar 14 tahun (1964-1978) melewati enam kabinet mulai dari Kabinet Ampera I&II, Dwikora I&II hingga Kabinet Pembangunan I&II. Dialah yang mendesain infrastruktur jalan lingkar Semanggi yang terkenal itu, yang kemudian banyak dicontoh oleh negara-negara tetangga di Asia tenggara bahkan Asia.

Tak hanya membangun dan mengurus jalan, Kementerian PU yang awalnya bernama Departemen Pekerjaan Umum juga mengurusi sumberdaya air, gedung dan pemukiman serta infrastruktur publik lainnya.

[caption id="attachment_322757" align="aligncenter" width="638" caption="Suasana Nangkring Kompasiana di Perpustakaan Kementerian PU | Foto: Ben. B. Nur"]

1399349604957054499
1399349604957054499
[/caption]

Berawal Dari Gedung Sate

Kapan sebenarnya Kementerian PU berdiri? “Ya, sejak Indonesia Merdeka Kementerian PU sudah hadir,” jelas Agoes Widjanarko. Bahkan sejak jaman kolonial Belanda, lalu berlanjut ke pendudukan Jepang, sampai kita merdeka, kata mantan Staf Ahli Kementerian PU ini sambil menyebut nama Departemen Pekerjaan Umum dalam bahasa Belanda. Pada Tahun 1919 namanya Departement Burgerlijke Openbare Werken yang selanjutnya menjadi van Verkeen en Waterstaat pada tahun 1924.

Jepang yang juga sempat menduduki Indonesia selama kurang lebih tiga setengah tahun memberi nama departemen ini dengan sebutan Kotobu Bunsitsu, dimana penduduk Nusantara pada masa itu mengartikannya sebagai  Kantor Oeroesan Pekerdjaan Oemoem.

Begitulah sejarah kelembagaan pekerjaan umum ini yang sebenarnya sudah eksis sejak zaman kolonial Belanda hingga pendudukan Jepang, sehingga ketika Indonesia diproklamirkan oleh Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, pada saat itu juga sebenarnya Kantor Oeroesan Pekerdjaan Oemoem otomatis berubah menjadi lembaga milik Pemerintah Indonesia yang telah merdeka. Namun,  resmi disebut Departemen Pekerjaan Umum baru sekitar dua minggu kemudian, tepatnya tanggal 2 September 1945 saat Departemen Pekerjaan Umum resmi berdiri dengan Menteri pertama dijabat oleh Abikusno Tjokrosoejoso yang masuk menjadi bagian Kabinet Pertama Pemerintah Repoeblik Indonesia yang disahkan oleh Presiden Soekarno.

Berhubung keterbatasan infrastruktur gedung di Jakarta, ditambah faktor keamanan yang masih jauh dari kondusif, Dapartemen PU memilih tetap di salah satu bekas gedung pemerintah kolonial Belanda di Bandung, Jawa Barat, yang disebut Gouvernements Bedrijven (GB) atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Gedung Sate. Gedung ini sebelumnya memang ditempati sebagai kantor Departement van Verkeen en Waterstaat (Depertemen Pekerjaan Umum Hindia Belanda) yang kemudian diambil alih oleh Jepang dan dijadikan kantor Kotobu Bunsitsu, juga mengurus pembangunan infrastruktur versi pemerintah pendudukan Jepang.

Saat Jepang bertekuk lutut kepada Amerika dan sekutunya yang telah memborbardir dua kota utama mereka di Jepang, Hirosima dan Nagasaki, kekuatan Jepang praktis lumpuh di Asia, termasuk Indonesia. Belanda yang rupanya masih merasa berhak atas bekas tanah jajahannya ingin kembali berkuasa dengan membonceng pasukan sekutu Amerika. Upaya Belanda kembali ke Indonesia dengan kekuatan militer ini menimbulkan ketegangan dimana-mana, salah satunya di kota Bandung.

Gedung Sate yang telah resmi menjadi Kantor Pusat Departemen Pekerjaan Umum tak luput menjadi incaran tentara Belanda dan sekutunya untuk diambil alih. Pada tanggal 3 Desember 1945, Gedung Sate dikepung dan diserang habis-habisan oleh tentara Belanda dan sekutunya yang bersenjata lengkap. Serangan yang dimulai sekitar pukul 1 dinihari itu baru berakhir sekitar pukul 14:00 siang. Pasukan Belanda dan sekutunya gagal mengambil alih gedung itu berkat perlawanan yang diberikan oleh 21 pegawai Departemen PU yang menamakan diri Angkatan Muda Pekerjaan Umum.

Selain menyisakan kerusakan serius pada fisik gedung, pertempuran itu menyebabkan 7 dari 21 pegawai Departemen PU gugur sebagai pahlawan bangsa. Mereka adalah: Rio Soesilo, Muchtaruddin, Soehodo, Didi Hardianto Kamarga, Soerjono, Soebenget dan Ranu. Ketujuh kesuma bangsa itu kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlwan Cikutra, Bandung. Untuk mengenang patriotisme 7 pegawai Departemen PU itu, dijadikanlah tanggal 3 Desember 1945 sebagai Hari Bakti Pekerjaan Umum yang diperingati setiap tahun hingga kini.

Setelah kurang lebih 29 tahun berkantor di Gedung Sate dengan segala keterbatasan dan suka dukanya, Kantor Pusat Departemen Pekerjaan Umum akhirnya dipindahkan ke ibukota negara yang kondisinya mulai stabil dan telah mampu mendirikan sejumlah gedung-gedung pemerintah, salah satunya di kawasan Kebayoran yang dikenal dengan nama Proyek Pembangunan Khusus Kotabaru Kebayoran. Proyek ini dimulai sejak tahun 1950 dimana sebahagian kavling diperuntukkan bagi pembangunan Kantor Departemen PU. Dengan segala keterbatasan termasuk pendanaan pembangunan, akhirnya proyek tersebut bisa dirampungkan sehingga pada tahun 1974 Departemen Pekerjaan Umum dapat menempati kantor baru tepatnya di Jalan Pattimura Nomor 20, kawasan Kebayoran Baru, Jakarta.

[caption id="" align="alignnone" width="638" caption="Rekam Jejak Infrastruktur Yang Tersimpan  di Perpustakaan Kementerian Pekerjaan Umum | http://pustaka.pu.go.id"]

Rekam Jejak Yang Tersimpan rapih di Perpustakaan Kementerian Pekerjaan Umum | http://pustaka.pu.go.id
Rekam Jejak Yang Tersimpan rapih di Perpustakaan Kementerian Pekerjaan Umum | http://pustaka.pu.go.id
[/caption]

Jejak-Jejak Infrastruktur PU

Antara tahun 1945 hingga 1950, perkembangan infrastruktur Indonesia tidak banyak mencatat hasil karya dalam bentuk fisik. Selain dikarenakan keterbatasan dana, berbagai masalah gangguan stabilitas menjadi penyebab utama. Dalam rentang waktu itu, militer belanda yang tidak mengakui proklamasi kemerdekaan Indonesia bahkan sampai dua kali melakukan upaya agresi. Pertama pada 15 Juli 1947 dan agresi militer kedua pada 19 Desember 1948. Selama rentang waktu itu, bahkan sampai 1963 Belanda masih menduduki Irian Barat (Papua) yang kemudian resmi kembali ke pangkuan ibu pertiwi pada 1 Mei 1963 setelah melalui proses referendum.

Selama masa itu, Kementerian PU lebih banyak membenahi dan merehabilitasi infrastruktur yang ditinggalkan pemerintah kolonial untuk digunakan oleh pemerintah dan kepentingan umum. Seperti diceritakan, selama masa kolonial, Belanda juga banyak membangun infrustruktur umum meski membawa penderitaan bagi rakyat Indonesia karena mereka dipekerjakan sebagai tenaga kerja paksa. Sebutlah salah satunya jalan raya Anyer - Panarukan yang dibangun sepanjang 1000 km di masa kolonial di bawah komando Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels.

Barulah pada tahun 1950 Departemen Pekerjaan Umum memiliki anggaran untuk menjalankan proyek baru. Proyek pertama Departemen PU adalah pembangunan infrastruktur gedung, jalan dan sarana publik lainnya di sebuah kawasan bernama Kebayoran di Jakarta. Proyek tersebut sebagaimana disebutkan di atas adalah Proyek Pembangunan Khusus Kotabaru Kebayoran. Semua wilayah yang disentuh oleh proyek itu kemudian dikenal dengan nama Kebayoran Baru dan sisanya kemudian disebut Kebayoran Lama. Berbagai proyek pengembangan kawasan kemudian dilakukan tersebar di banyak wilayah di Indonesia yang rata-rata melekatkan nama “baru” di belakang setiap kawasan yang tersentuh yang mengindikasikan sebagai kawasan yang baru dikembangkan.

Itulah Departemen Pekerjaan Umum. Jejak kehadirannya di berbagai tempat dan sektor kehidupan di negeri ini selalu disambut dengan pengharapan masyarakat tentang akan datangnya suatu pembaharuan yang menyusul setiap pembangunan infrastruktur yang diinisiasi. Bukan hanya pembaharuan secara fisik tetapi yang terutama berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat di berbagai sektor, baik ekonomi, sosial, budaya bahkan ketahanan nasional.

Memajukan kesejahteraan umum adalah tugas negara yang mutlak harus diwujudkan karena itulah salah satu alasan mengapa para pejuang kemerdekaan mempertaruhkan segalanya termasuk nyawa demi Indonesia merdeka. Makanya tidak berlebihan bila di awal pemaparannya pada acara Kompasiana Nangkring (27/04), Agoes Widjanarko menekankan pentingnya keberadaan Kementerian PU yang selain merupakan bagian dari organ pemerintah yang menyandang tugas-tugas kepemerintahan, juga yang terpenting adalah menjalankan tanggungjawab negara kepada rakyatnya dalam hal mendorong peningkatan kesejahteraan umum dalam arti luas.

Oleh karenanya, sejak tahun 1950 hingga 1960 Kementerian PU yang kala itu masih disebut Departemen PU mulai menggenjot pembangunan infrastruktur yang bersinggungan langsung dengan upaya peningkatan kesejahteraan umum. Sebutlah pembangunan Bendungan Jatiluhur untuk maksud memaksimalkan tata air baku bagi peningkatan produktivitas komditas pertanian dan sekaligus penyediaan energi listrik bagi peningkatan produktivitas rumah tangga, pelayanan publik dan pertumbuhan industri melalui pembangunan pembangkit listrik.

Pada waktu yang hampir bersamaan, pemenuhan kebutuhan air bersih untuk rumah tangga dan industri di seluruh daerah mengemuka seiring terbengkalainya sejumlah Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang pernah dikelola oleh Kolonial Belanda untuk kepentingan mempertahankan pemerintahan mereka. Untuk itu, selain merehabilitasi sejumlah IPA di berbagai daerah, Departemen Pekerjaan Umum juga membangun sejumlah IPA baru, salah satunya yang terbesar adalah IPA pejompongan untuk melayani wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya serta Cisangkui, Bandung, untuk melayani wilayah Bandung dan sekitarnya yang merupakan ibukota dan pusat pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada masa itu.

Dalam rentang waktu yang sama, 1950-1960, Departemen PU juga mengembangkan kawasan kota Pekanbaru dan Palangka Raya, termasuk memulai pembangunan sejumlah infrastruktur dasar seperti pembangkit listrik untuk menunjang peningkatan pelayanan energi bagi masyarakat dan dunia usaha. Termasuk membuka isolasi wilayah melalui proyek peningkatan ruas jalan nasional dan jembatan yang sebahagian adalah peninggalan pemerintah kolonial.

Lima tahun berikutnya (1960-1965) Departemen PU mulai menggarap pembangunan infrastruktur strategis untuk menunjukkan kepada dunia bahwa sebagai negara yang baru merdeka Indonesia telah menjalankan pemerintahan yang efektif. Pada rentang waktu inilah pembangunan jalan trans Sulawesi dan Trans Sumatera dimulai, termasuk pembangunan Jembatan AMPERA di Palembang yang melintas di atas Sungai Musi yang terkenal itu. Tak terlupakan Departemen PU juga membangun sarana olahraga terpadu untuk kepentingan mengakomodasi penyelenggaraan pesta olahraga negara-negara Asean IV. Belakangan sarana olahraga ini berganti nama menjaga Gelanggang Olahraga Bung Karno yang terletak di kawasan Senayan.

Pada masa itulah Monumen Nasional (Monas) yang dirancang sendiri oleh seorang arsitek bangsa Indonesia yang sekaligus adalah Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno. Jakarta dan sekitarnya adalah icon dan etalase Indonesia yang perlu dilihat warga dunia yang awalnya banyak meragukan kemampuan bangsa ini untuk mengurus dirinya sendiri. Maka selain Monas, Lingkar Semanggi pun dibangun untuk mengesahkan kelayakan Jakarta sebagai Ibukota negara, termasuk Gedung Dewan Perwakilan Rakyat yang hingga kini masih berdiri megah di kawasan Senayan.

Begitulah Departemen Pekerjaan Umum terus melangkah di seluruh pelosok negeri menegaskan kehadiran dan kepiawaian teknokrat dan birokrat Indonesia di bidang penyediaan infrastruktur. Merekalah para pejuang pembangunan di era pasca kemerdekaan yang meninggalkan jejak-jejak infrastruktur dari yang sifatnya infrastruktur dasar hingga yang disebut megastruktur. Sebutlah diantaranya sejumlah waduk raksasa, saluran irigasi, kanal pengendali banjir, pembangkit listrik berskala ribuan megawatt, jalan tol Jabotabek, Cikampek, Cipularang, Tol Bali Mandara (Bali), Jembatan penghubung Surabaya-Madura (Suramadu) dan infrastruktur lainnya yang boleh membuat generasi muda bangsa ini bangga akan kemampuan bangsanya sendiri.

Semua itu hanya mungkin diketahui secara detil terutama oleh generasi muda karena keberadaan Perpustakaan Kementerian Pekerjaan Umum yang secara eletronik dan fisik menyimpan dan mengelola data dan informasi ke-PU-an sehingga dapat diakses langsung maupun melalui situs http://pustaka.pu.go.id.

[caption id="" align="aligncenter" width="638" caption="Perpustakaan, Sarana Penyimpanan Data, Informasi dan Rekam Jejak Lintas Generasi | http://pustaka.pu.go.id"]

Perpustakaan Sarana Penyimpanan Rekam Jejak Lintas Generasi | http://pustaka.pu.go.id
Perpustakaan Sarana Penyimpanan Rekam Jejak Lintas Generasi | http://pustaka.pu.go.id
[/caption]

Perpustakaan, Jantung dari Suatu Knowledge Organization

Only great organization will attract great people, kata Jim Collins yang terkenal dengan bukunya “Good to Great” mengingatkan bahwa hanya organisasi yang luar biasa yang bisa menarik orang-orang luar biasa untuk bergabung di dalamnya. Salah satu hal yang sering membuat putra-putri terbaik bangsa dari berbagai perguruan tinggi ternama enggan untuk bergabung di lembaga pemerintah adalah karena asumsi tertutupnya harapan untuk pengembangan profesionalisme selain sekedar berkutat dengan masalah administrasi.

Seakan menyadari hal itu, Menteri Pekerjaan Umum, Ir Djoko Kirmanto, Dipl HE, sebagaimana diungkapkan oleh Agoes Widjanarko, berpesan agar informasi ke-PU-an ini dibuka seluas-luasnya terutama kepada generasi muda. Untuk itulah di gedung megah yang diberi nama Heritage Building atau Gedung Warisan ini selain sebagai Gedung Perpustakaan, juga nantinya akan dijadikan museum yang menampilkan miniatur aplikasi ilmu dan teknologi ke-PU-an dari masa ke masa. Kita tidak pernah berhenti kagum dengan rekayasa teknologi pembangunan jalan layang "Sosro Bahu" rekaan salah seorang Insinyur Indonesia yang bekerja di PT. Hutama Karya, salah satu BUMN di bawah Kementerian Pekerjaan Umum.

Dia adalah Ir. Tjokorda Raka Sukawati, kini telah berusia 85 tahun lebih. Ilmunya telah diaplikasikan hampir di semua negara Asia yang pernah dihadapkan pada permasalahan membangun jalan tol di tengah kesemrawutan lalu lintas tanpa harus menimbulkan gangguan yang berarti. Bagaimana sejarah proses kreatif itu terjadi bahkan miniatur dari teknologi Sosro Bahu yang pertama kali diterapkan pada pembangunan jalan layang yang menghubungkan Cawang dan Tanjung Priok itu? Nanti akan mudah kita temukan dan pelajari di Museum Heritage Kementerian PU. Kita doakan bersama segera terwujud.

Karena berbagai kinerja positif seperti itulah antara lain sehingga Kementerian PU patut berbangga karena dari suatu survei yang pernah dilakukan oleh  lembaga independen di tahun 2009, menemukan kecenderungan bahwa alumni perguruan tinggi, terutama dari jurusan yang berbasis keteknikan masih masih menjadikan pilihan bekerja di lembaga pemerintah, dalam hal ini Kementerian PU dan seluruh jaringan organisasinya, termasuk sejumlah BUMN hingga ke daerah sebagai pilihan pertama untuk berkarir.

Alasan generasi muda tersebut memilih ingin bekerja di organisasi ke-PU-an terutama karena mereka menganggap pekerjaan di lembaga ini menantang, dan mereka melihat kesempatan pengembangan diri yang sangat luas baik sebagai teknokrat maupun birokrat. Kenyataannya memang demikian, meskipun banyak lembaga swasta di bidang konstruksi dan konsultansi tetapi penguasaan pengetahuan (knowledge mastery) di bidang infrastruktur masih berpusat di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan organisasi bisnis binaannya.

Tidak mengherankan bila Departemen Pekerjaan Umum atau Kementerian PU sepanjang sejarahnya selalu dipimpin oleh pejabat karir alias pejabat profesional yang memahami tugas dan fungsinya berdasar pada pengetahuan kePUan yang diperoleh melalui proses pengalaman dan penimbaan ilmu secara berjenjang. Seharusnya beginilah eksistensi sebuah lembaga publik menunjukkan jati dirinya yakni bertumpu pada profesionalisme sehingga kinerja yang baik dapat semakin ditingkatkan dari waktu ke waktu.

Berdasar pada realitas itu, semakin diayakini bahwa Kementerian Pekerjaan Umum adalah organisasi yang berbasis pengetahuan (knowledge). Menyadari hal itu, Kementerian PU melihat pentingnya pengelolaan pengetahuan (knowledge management) untuk memastikan akan selalu tersedia sumberdaya manusia yang memiliki pengetahuan ke-PU-an yang mumpuni dari generasi ke genrasi.

Salah satu bentuk pengelolaan pengetahuan yang dianjurkan bahkan dicontohkan oleh lembaga-lembaga besar berskala internasional adalah pengelolaan perpustakaan secara profesional. Mungkin diantara sejumlah kementerian, Kementerian PU termasuk yang paling lengkap menyimpan atau mendokumentasikan data, informasi, referensi dan lain-lain baik cetak mapun elektronik yang berhubungan dengan lingkup tugas dan tanggungjawabnya.

Perpustakaan PU sebenarnya memang sudah terhitung matang. Kehadirannya dapat dihitung bahkan semenjak masa kolonial Belanda. Saat itu Departemen PU masih bernama Verkeer en Waterstaat dimana semua dokumen kolonial tersebut tak sempat diboyong ke Belanda saat harus terusir oleh pendudukan Jepang karena Jepang sendiri berkepentingan terhadap lembaga itu yang kemudian mengganti namanya menjadi Kotobu Bunsitsu.

Pada masa pendudukan Jepang, sebenarnya sejumlah warga pribumi sudah terlibat di dalam mengelola Kotobu Bunsitsu, apa lagi pemerintah Jepang ingin menunjukkan keseriusan pada janjinya untuk memerdekakan Indonesia bila saatnya tiba. Makanya Departemen PU versi Jepang itu mulai disebut sebagai Kantor Oeroesan Pekerdjaan Oemoem. Meskipun kemudian Jepang tidak bisa menepati janjinya karena Indonesia memilih memerdekakan dirinya, perpustakaan itu tetap berada dalam kondisi utuh dan dikelola oleh pribumi pasca tentara Dai Nippon hengkang dari bumi pertiwi.

Itu salah satu alasan mengapa perpustakaan Kementerian PU ini masih bisa menyimpan dokumen lama dari tahun 1804 hingga tahun 1960 dalam berbagai versi bahasa dengan kondisi rapih dan utuh. Selain itu, di perpustakaan PU ini juga tersimpan beragam hasil penelitian dan kajian yang pernah dilakukan oleh PU, sejumlah buku rujukan terbitan dalam dan luar negeri, jurnal, makalah, prosiding dan lain-lain sebagaimana dijelaskan oleh Kepala Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Ir. Danis Hidayat Sumadilaga, Meng,Sc yang sengaja mendistribusikan sejumlah dokumen tertulis kepada peserta Nangkring Kompasiana sebagai tambahan informasi yang disampaikan oleh Agoes Widjanarko.

Untuk diketahui, sejak tahun 2008, pengelolaan perpustakaan secara resmi berada di bawah Pusat Komunikasi Publik Kementerian PU. Perpustakaan ini telah memanfaatkan teknologi informasi terkini yang memungkinkan seluruh koleksi dari perpustakaan di lingkungan Kementerian PU terintegrasi dalam satu sistem informasi yang dapat diakses melalui http://pustaka.pu.go.id. Untuk sekedar informasi, satu hal lain yang membanggakan bahwa situs perpustakan PU tersedia dalam versi bahasa Indonesia dan Inggris.

Selain perpustakaan yang ada di kantor pusat Kementerian PU, Di jakarta ini juga ada Perpustakaan Sumberdaya Air, Bina Marga, Balitbang, Tata Ruang dan lain-lain yang berada di bawah pengelolaan  Direktorat masing-masing. Selebihnya ada perpustakaan di Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Makassar, Banjarmasin, Jayapura, Medan, Palembang dan sejumlah daerah lainnya.

Terbersit kebanggaan mendapatkan informasi yang begitu lengkap mengenai jejak-jejak infrastruktur besutan anak bangsa sendiri, dan rekam jejak itu begitu mudah diakses melalui sistem kepustakaan yang lengkap dan dikelola secara profesional. Biasanya kita bangga melihat lembaga-lembaga internasional yang memiliki sistem pendokumentasian yang baik saat kita melakukan studi banding. Namun hari itu, di acara Nangkring Kompasiana, tumbuh kebanggaan tersendiri mengetahui dan melihat sendiri lembaga pemerintah seperti Kementerian PU ini memiliki sesuatu yang tak kalah hebatnya dengan yang dimiliki lembaga pemerintah di luar negeri. Semoga kinerja yang baik ini juga ditiru oleh kementerian dan lembaga-lembaga pmerintah lainnya di Indonesia.

Meskipun Kementerian PU pernah beberapa kali berganti nama dari awalnya bernama Departemen PU lalu menjadi Departemen Pemukiman dan Pengembangan Wilayah di Era Pemerintahan Abdurrahman Wahid, kemudian menjadi Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) di Era Megawati dan kembali menjadi Kementerian Pekerjaan Umum di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono hingga sekarang, namun pergantian nama tersebut secara umum tidak mempengaruhi kinerja pembangunan infrastruktur di negeri ini, jelas Agoes Widjanarko.

Tugas Departemen PU dalam memfasilitasi pembangunan infrastruktur untuk memajukan kesejahteraan umum senantiasa dibarengi dengan upaya tetap menjaga agar lingkungan hidup dimana infrastruktur itu dibangun tetap lestari. Karena kata Agoes Widjanarko, memelihara lingkungan hidup dan memajukan kesejahteraan umum adalah amanah negara yang mutlak harus diwujudkan secara beriringan. [@ben_369]

Referensi:

Anne Ahira (2004), http://www.anneahira.com/departemen-pekerjaan-umum

Otjih Sewandarijatun, (2014) http://news.detik.com/ 51 Tahun Kembalinya-Papua ke-NKRI

Kementerian Pekerjaan Umum, (2013) Jelajah Infrastruktur Pekerjaan Umum 2013

KIPRAH, (2014) Majalah Kementerian Pekerjaan Umum, Hunian, Infrastruktur, Kota dan Lingkungan – Edisi Maret 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun