[caption id="attachment_356800" align="aligncenter" width="620" caption="Kampung Deret Petogogan saat sudah difungsikan (atas) dan kondisi awal kampung petogogan yang kumuh sebelum mendapat sentuhan tangan Gubernur DKI, Joko Widodo (bawah) - Kampung Deret ini adalah bagian dari penerapakan kajian Pusitbang Permukiman Kenterian PU dan Perumahan Rakyat | Sumber Ilustrasi: www.tempo.co.id |"][/caption]
Kalau anda pernah melihat Kampung Deret Petogogan yang dibangun Joko Widodo semasa menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta beberapa waktu lalu, mungkin anda akan menganggap biasa-biasa saja kalau tak sempat melihat kondisi awal perkampungan kumuh itu. Kini banyak orang terkagum-kagum melihat betapa mulianya kehidupan manusia bila bisa memadukan antara kepemimpinan yang memihak rakyat dengan aplikasi hasil-hasil riset yang sesuai dengan kebutuhan, karakter dan budaya bangsa.
Sebagai pemimpin, Gubernur Joko Widodo waktu itu, tentu saja harus diacungi jempol karena kemampuannya membumikan visi dan misi pembangunan untuk kepentingan rakyat. Pada saat yang sama, ada kemauan politik yang kuat untuk menjawab amanah penderitaan rakyat melalui karya yang konkrit.
Namun, kepemimpinan yang hebat dan kemauan politik yang kuat saja tidak akan cukup tanpa didukung penelitian dan pengembangan (litbang) yang menghasilkan inovasi untuk mendukung impian dan cita-cita setiap pemimpin. Dan inovasi yang memahami kebutuhan, budaya dan kemampuan bangsa, kata Prof. (R). DR. Ir. Anita Firmanti, MT, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (Kapuslitbangkim), Balai Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera), hanya mungkin disediakan oleh lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan dalam negeri sendiri.
Kampung Deret Petogogan adalah contoh hasil riset yang dilakukan oleh Puslitbang Permukiman Balitbang Kemenpupera untuk mencontohkan pengembangan model perumahan dari lingkungan permukiman yang kurang layak menjadi hunian yang layak dan dapat dibanggakan oleh masyarakat yang bermukim di dalamnya.
“Kita harus menggunakan kajian multi disiplin dan langsung menerapkannya untuk memastikan Kampung Deret Petogogan itu memenuhi syarat konstruksi yang benar, ketentuan lingkungan hidup dan sosial yang sehat serta kaidah inovasi yang dianut Kemenpupera yakni lebih baik, lebih murah dan waktu penyelesaiannya lebih cepat dibanding menggunakan teknologi konvensional,” jelas Prof. (R). Anita.
Bukti bahwa masyarakat mengapresiasi aplikasi Kampung Deret itu, kata Doktor di bidang teknologi kayu (wood science and technology) ini, terlihat dari tumbuhnya antusiasme masyarakat di sekitar Kampung Deret itu untuk menata sendiri perkampungan mereka mengikuti contoh Kampung Deret yang sudah ada. Mereka hanya meminta dukungan asistensi dan pendampingan dari pemerintah, imbuh Prof Anita.
[caption id="attachment_356802" align="aligncenter" width="620" caption="Prof. (R). DR. Ir. Anita Firmanti, MT, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (Kapuslitbangkim), Balai Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) | Ilustrasi: Ben B. Nur |"]
Litbang Sebagai Backbone
Tidak ada negara yang bisa maju berkembang secara konsisten tanpa dukungan litbang yang kuat dan tangguh, tegas Prof. Anita yang Kamis siang itu (27/11/14) bersama Kepala Bidang Program dan Kerjasama Puslitbang Pemukiman, Iwan Suprijanto, ST., MT menjadi pemateri pada acara nangkring Kompasiana bareng Kemenpupera di Pendopo Gedung Cipta Karya, Jalan Pattimura 20 Jakarta Selatan.
Di lingkungan Kemenpupera sendiri menurut Prof. Anita, terdapat Balitbang yang menaungi empat Puslitbang, yakni pertama, Puslitbang Sumberdaya Air yang berkantor di sekitar Dago, Bandung. Kedua adalah Puslitbang Jalan dan Jembatan yang kantornya tak jauh dari Puslitbang Sumberdaya Air. Puslitbang ketiga, masih di Bandung, adalah Puslitbang Permukiman kedua dimana yang pertama berada di daerah sekitar jalan menuju Garut, tempat dimana Prof. Anita saat ini berkantor.