Tulisan ini saya tulis sebagai wujud kepedulian saya kepada TB Gramedia. Semenjak tahun 2015 saya baru menyadari bahwa pihak TB Gramedia di kota Pekanbaru (tempat saya tinggal) menaikkan harga bukunya sebesar 10% kecuali harga komik yang masih tetap sama. Yang ingin saya tanyakan adalah apakah proses penaikan harga ini sudah melalui pemikiran yang matang? Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di sini.
Pertama, setiap kenaikan harga pastilah menurunkan daya beli. Dengan situasi kondisi dan ekonomi saat ini dan minat baca yang semakin menurun, saya rasa kenaikan harga akan membuat orang semakin enggan untuk membeli buku. Walhasil buku-bukunya tidak laku, menumpuk di gudang, lalu terpaksa diobral.
Kedua, sudahkah disosialisasikan proses kenaikan harga 10% ini ke pembeli? Jangan-jangan pembeli membeli buku dengan tidak mengetahui bahwa harga buku sudah dinaikkan 10%. Itu mah namanya menipu.
Ketiga, saya rasa seharusnya kenaikan harga itu merupakan langkah terakhir. Karena pembeli yang pintar akan mulai mencari toko buku alternatif seperti toko buku online atau kalau bisa langsung membeli ke perwakilan penerbit dan dapat diskon.
Keempat, setau saya memang ada sedikit perbedaan harga untuk pulau Jawa dan luar pulau Jawa. Contohnya saja, harga majalah Donal Bebek atau Intisari yang dinaikkan seribu rupiah. Bagi saya kenaikan seribu rupiah itu masih wajar dan bisa diterima tetapi kenaikan 10% itu bagi saya sih DI LUAR WAJAR.
Menurut saya solusi terbaik selain menaikkan harga buku adalah dengan menggelar kontes review buku-buku lalu hasil review itu ditampilkan di brosur-brosur toko buku yang dibagikan tiap awal bulan. Bagi saya cara ‘mengomporin’ orang untuk membeli sebuah buku adalah dengan memberikan review yang berkualitas. Lalu mulailah membuat atau ikut serta dalam komunitas pembaca buku sesuai kategorinya (detektif, roman, anak-anak, dll).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H