PENDAHULUAN
Umpan balik (feedback) dari dulu selalu didengung-dengungkan sebagai salah satu metode untuk meningkatkan pelayanan tetapi sampai saat ini saya tidak melihat adanya pemakaian yang signifikan dari umpan balik tersebut khususnya di negara kita yang tercinta ini. Padahal di era internet saat ini dimana informasi begitu mudah dibaca dan ditanggapi seharusnya umpan balik bukanlah merupakan sebuah masalah besar bagi sebuah perusahaan. Umpan balik itu biasanya digunakan untuk produk dan jasa.
KASUS MIE INSTAN
Untuk produk saya menggunakan kasus mie instan. Cukup banyak mie instan rasa baru yang bermunculan saat ini tentunya saya sangat senang sekali karena saya bisa incip-incip rasa baru tersebut. Tetapi di balik itu semua kita juga perlu mengetahui bahwa cukup banyak rasa-rasa lama yang sudah menghilang dari peredaran. Setelah saya pikir-pikir dan telaah secara saksama akhirnya saya mendapatkan kesimpulan bahwa selama ini produsen mie instan kurang berkomunikasi dengan konsumennya lewat umpan balik.
Seharusnya produsen mie instan tersebut bisa menanyakan hal-hal berikut kepada konsumennya:
- Bagaimana rasanya (enak/lumayan/tidak enak-aneh) ?
- Apa yang masih kurang (asin/manis/pedas/dll) ?
- Apakah ke depannya Anda akan membeli rasa ini lagi?
Saya rasa cukup dengan tiga pertanyaan ini sudah  bisa mendapatkan umpan balik yang diharapkan oleh perusahaan.
Setau saya, biasanya perusahaan mie instan sebelum mengeluarkan produk baru pastilah melakukan riset pasar. Setelah riset pasar dilakukan barulah rasa baru tersebut dicoba oleh sekelompok orang. Apabila respon yang didapat bagus barulah diproduksi secara missal.
Permasalahannya tidak terletak pada prosedur studi kelayakan di atas tetapi lebih kepada pada saat produk dilempar ke pasaran. Bagaimana respon konsumen terhadap produk tersebut? Memang produsen (khususnya mie instan) ada menyediakan layanan konsumen tetapi apakah itu efektif? Berapa banyak konsumen yang sudah menelepon? Lalu apakah konsumen tau apa yang harus disarankan/dikeluhkan ke produsen? Makanya saya rasa lebih bagus jika dilakukan polling berhadiah (menggunakan daftar pertanyaan seperti contoh sebelumnya).
Saya rasa sangatlah konyol rasanya jika sebagai produsen mengharapkan konsumen memberikan kritik/saran secara cuma-cuma. Apa salahnya jika kritik dan saran itu diiming-imingi dengan hadiah? Dan perlu diingat bahwa tidak semua konsumen bisa  memberikan kritik terlebih lagi saran. Atau jika susah menggunakan telepon layanan konsumen kan bisa menggunakan layanan media sosial. Cukup konsumen-konsumen mie instan tersebut berceloteh di media sosial saja.
Penerapan manajemen umpan balik yang tidak benar menyebabkan banyak mie instan rasa baru yang gagal di pasaran. Harusnya jika mendapatkan saran dari konsumen lalu rasa itu disesuaikan dengan permintaan konsumen maka saya pikir rasa baru tersebut bisa bertahan. Misalkan jika tekstur mie instan rasa baru tersebut terlalu alot padahal rasanya cukup enak dan pihak produsen melakukan perbaikan pada tesktur mie tersebut tentunya akan bisa mempertahankan selera konsumen tersebut bukan?
KASUS PERBANKAN