Sepasang tangan ini adalah doa; saat kebahagiaan ada, saat kesedihan tiba.Â
"Musim apalagi yang kau tunggu, bukankah cinta hanya menunda kecemasanku", katamu pada suatu waktu.Â
"Sepasang tanganku berdoa; musim tak akan pernah ada!", kataku, mencoba mengelabuhi waktu.Â
Lalu angin menerbangkan sunyiku, dan juga sunyimu, pada sesuatu yang asing, sesuatu yang tak pernah tunduk pada waktu; sesuatu yang cinta sendiri pun tak pernah tahu.
"Bukankah kita hanyalah sepasang kesedihan yang saling menentramkan?", tanyamu pada sepiku.
"Lalu, siapa yang abadi; jika cinta hanya mengajarkan ketabahan saat kehilangan?", tanyaku, sambil sesekali mencoba menghentikan detak waktu.
"Tak ada yang abadi; selain sunyi, selain puisi..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H