Mohon tunggu...
bambang purnomo
bambang purnomo Mohon Tunggu... -

Penikmat sastra: "Aku ada, agar engkau bahagia. Aku tiada, agar cinta tak terluka"

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dari Ketabahan Ibu, Aku Belajar Mencintaimu

12 November 2012   05:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:35 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

" Cinta yang menangisimu dengan sepenuh doa, ialah sebenar-benarnya cinta..."


Di sebuah sore yang asing, sebelum temaram senja menenggelamkan dukanya. Di sebuah sore, ketika aku mengingatmu, ketika aku mengingat ketabahan Ibuku. Aku ceritakan kepadamu, kekasihku, sebuah cinta yang hanya bisa kau pahami dengan doa dan airmata. Cinta, tempat segala bahagia bermula dan tiada. Cinta, tempat segala kesedihan membasuh luka-lukanya.


Aku bertanya pada ibuku, mengapa cinta masih membutuhkan doa sepanjang hidupnya? Dengan wajah yang mulai renta, Ibu membisiki telingaku; "hanya doa, yang bisa menyibak rahasia airmata. Hanya doa, yang bisa menebak kedalaman luka". Aku terdiam seribu bahasa, aku teringat kesabaranmu kekasihku; teringat doa-doamu yang menentramkan kepedihanku.


"Aku belajar bijak dari Ibu, yg tak pernah menggerutu; meski kesedihan mendera sepanjang waktu."


Aku bertanya pada Ibuku, kekasihku, jika cinta telah membuat kita begitu bahagia, kenapa Tuhan masih menciptakan airmata? Ibu tersenyum, lalu berkata; "Di sebalik airmata yang kau punya, ada ribuan doa yang setia membasuhnya". Aku tertunduk lesu, aku teringat ketabahanmu kekasihku; ketabahanmu merawat segala kesakitanku.


"Hanya ketabahan Ibu yang bisa mengajari hidupku, cara menangis tanpa pernah merasa kehilangan."


Aku bertanya pada Ibuku, kekasihku, mengapa airmata tak pernah jera menangisi cinta; menangisi sesuatu yang telah membuat hidupnya terluka? Tiba-tiba Ibu memelukku, meraih tanganku, Ia sodorkan saputangannya yang lusuh sambil berbisik lirih kepadaku: "Airmata yang kau jatuhkan dengan sepenuh cinta, ialah airmata yang tak pernah jauh dari doa".

Aku tertegun mendengarnya, tak mampu bicara. Tiba-tiba saja aku teringat bening matamu, kekasihku, bening mata yang terus memancarkan nyala kesetiaan; meski kau tahu, tak semudah itu kesedihan disembunyikan.


"Melebihi ketabahan yang dimiliki waktu, ketabahan yang dimiliki Ibuku; selama itu aku ingin mencintaimu, kekasihku..."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun