Mohon tunggu...
BEM Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
BEM Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Mohon Tunggu... -

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memilah Memilih

22 Maret 2014   18:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:37 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: Debbi R. Saragih dari Departemen Kajian Strategis BEM F.Psi UI

Momentum pemilu sudah sebentar lagi. Suasana pemilu pun kian terasa semarak dengan munculnya senyum manis para calon legislatif di berbagai media, baik spanduk, koran, bahkan televisi. Kita selalu melihat mereka di sudut mana pun, mulai dari tempat kosan bahkan daerah sekitar kampus, seakan segala kegiatan kita diawasi oleh wajah manis nan meyakinkan mereka.

Tentu saja ada alasan kenapa para caleg rela mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membiayai biaya kampanye mereka. Ya! Mereka pasti berharap dengan semakin gencarnya sosialisasi yang mereka lakukan, mereka dapat semakin dekat dengan masyarakat, sehingga pada akhirnya mereka dapat meraup suara untuk melanggengkan jalan mereka ke lembaga legislatif.

Salah satu media yang paling banyak mereka andalkan adalah spanduk. Mereka dengan penuh percaya diri menampilkan wajah terbaik mereka beserta senyum yang menawan untuk meyakinkan pemilih untuk memilih mereka. Fenomena ini ternyata dapat dijelaskan dari hasil penelitian Kraut & Johnston pada tahun 1979 (dalam Mullen, Futrel & Stairs, Tice, Dawson & Riordan, Kennedy, Baumeister, Radloff & Goethals, dan Rosenfeld) yang menyatakan ekspresi wajah sangat berpengaruh terhadap interaksi sosial sehari-hari. Dari hasil penelitian ini dapat kita tarik kesimpulan, bahwa para caleg berusaha tersenyum untuk membentuk citra positif mereka di masyarakat.

Media lainnya yang para caleg dengan modal besar gunakan adalah televisi. Media ini memang media yang sangat dapat diandalkan untuk meraup suara dari berbagai kalangan dan dari berbagai daerah karena sifatnya yang merakyat. Jaringannnya yang luas juga menyebabkan media ini semakin digandrungi oleh para calon legislatif.

Namun, apakah televisi berperan dalam perilaku memilih? Apakah hal tersebut hanya asumsi belaka? Dan apakah alasan seorang pemilih memilih seorang caleg, bukan yang lain? Dalam artikel ini saya akan bahas berbagai pertanyaan tersebut satu per satu.

Untuk pertanyaan pertama tentang ada atau tidaknya peran televisi dalam perilaku memilih, berdasarkan hasil penelitian Cwalina, Falkowski, dan Kaid yang dipublikasikan pada tahun 2000, ternyata jawabannya sangat tentatif. Ada empat kemungkinan yang dapat terjadi ketika seseorang melihat iklan politik di televisi, yaitu positif, negatif, netral, bahkan tidak berpengaruh sama sekali. Hal ini sangat ditentukan oleh latar belakang budaya maupun pendidikan politik yang ia miliki.

Kenapa hal tersebut dapat terjadi? Hal ini dapat dijelaskan dengan sangat sederhana. Mari kita lihat gambar di bawah ini:

Coba jawab pertanyaan saya, ada berapa jumlah kuda dalam gambar di atas? Tiga? Empat? Jawabannya adalah lima. Hal ini disebut dengan efek Gestalt dan efek ini juga lah yang terjadi dalam iklan. Persepsi tiap individu pada stimulus yang sama, berupa gambar, dapat berbeda satu sama lain. Seseorang bisa saja semakin positif terhadap salah satu caleg setelah melihat iklannya, tetapi juga sebaliknya. Seseorang juga bisa saja tidak merasakan efek apa-apa karena dia memang tidak tertarik, atau bahkan tidak sempat melihat iklan yang mahal-mahal dibuat oleh caleg tersebut.

Kelihatan seperti perjudian? Ya! Para caleg sebenarnya bermain dalam ketidakpastian. Oleh karena itu, mereka berusaha membuat citra sebaik-baiknya agar mereka dapat memenangkan kesempatan dalam permainan ketidakpastian. Bahkan, menurut hasil penelitian Cwalina dkk. iklan yang sudah didesain sedemikian rupa untuk memenangkan calon A malah dapat membuat orang-orang yang pada awalnya berencana memilih A malah memilih calon B. Perubahan persepsi ini disebabkan oleh ketidaksesuaian nilai yang disampaikan dalam iklan calon A dengan nilai yang dianut individu itu sendiri.

Lalu apakah yang menyebabkan seseorang memilih salah satu caleg bukan yang lain? Apakah karena kepribadian atau karisma Sang Caleg? Ataukah hal yang lain? Berdasarkan hasil penelitian Dani Hayes yang meneliti kecenderungan pemilih di Amerika Serikat dari tahun 1952-2004 , ternyata hal yang paling berpengaruh bagi pemilih untuk memilih seorang pemimpin adalah isu-isu yang berkaitan dengannya. Faktor-faktor lain seperti karakter personal, pengalaman, dan partai pengusung ternyata masih kurang berpengaruh bagi perilaku memilih di masyarakat. Berikut adalah hasilnya.

Setiap orang tentu saja memiliki hak untuk memilih dan dipilih. Para caleg juga memiliki hak untuk mempublikasikan dirinya sebaik mungkin, tetapi adalah tugas kita untuk menjadi pemilih rasional yang tidak terbuai dengan bujuk rayu dan senyum manis yang mereka sebar di hari-hari menuju pemilu. Sesungguhnya setiap orang berhak untuk memilih dengan alasannya masing-masing, namun hal yang paling penting adalah kita menggunakan suara kita untuk Indonesia yang lebih baik. Suarakan suaramu karena suaramu penting! Suaraku penting!

Daftar Pustaka

Cwalina, W., Falkowski, A., & Kaid, L. L. (2000). Role of advertising in forming the image of politician: Comparative analysis of Poland, France, and Germany. Media psychology, 2, 119-146.

Hayes, D. (2009). Has television personalized voting behavior. Political behavior, 31 (2), 231-260.

Mullen, B. Futrell, D., Stairs, D., Tice, D. M., Dawson, K. E., Riordan, C. A., Kennedy, J. G., Baumeister, R. F., Radloff, C. E., Goethals, G. R., & Rosenfeld, P. (1986). Newscasters’ facial expressions and voting behavior of viewers: Can a smile elect a president?. Journal of personality and social psychology, 51(2), 291-295.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun