Mohon tunggu...
BEM FEUI
BEM FEUI Mohon Tunggu... -

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 2014

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Tinggi Indonesia yang Semakin Tertinggal

16 November 2014   03:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:43 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh Nurul Arifah Wahyuni, Staff Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEUI 2014


“Education is increasingly considered an investment in the collective future of societies and nations,rather than simply in the future success of individuals.” - OECD


Kondisi Pendidikan Tinggi Saat ini

Dalam UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa Pendidikan  Tinggi terdiri dari Akademi, Sekolah Tinggi, Politeknik, dan Institut atau Universitas. Pendidikan tinggi  ini dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan dan  Kebudayaan (Perguruan Tinggi Negeri-PTN), departemen atau lembaga pemerintah yang lain  (Perguruan Tinggi Kedinasan-PTK), atau oleh masyarakat (Perguruan Tinggi Swasta-PTN). Saat ini  jumlah PTS tercatat lebih dari 3000 PT, sangat jauh dengan jumlah PTN sebanyak 92 PT. Namun  sayangnya, Mendikbud menyatakan kurang dari 50% saja PTS yang dinilai sehat (Kompas, 11 Juli  2012). Hal ini tentu memprihatinkan karena pemerintah juga cenderung lebih fokus pada pengembangan PTN, padahal bila dilihat dari angka, PTS lebih banyak menciptakan angka partisipasi kasar lulusan perguruan tinggi. Selain itu, hasil survey yang dilakukan lembaga peringkat perguruan tinggi dunia, yaitu Times Higher Education menyebutkan, tidak ada satupun dari 92 universitas negeri di Indonesia atau sekitar 3.000 universitas swasta di Indonesia yang masuk dalam deretan 400 institusi perguruan tingg i terbaik dunia. Hal ini tentu merupakan indikasi dari pendidikan tinggi Indonesia yang tertinggal.

Tertinggal dari Malaysia dan Brunei Darussalam

Berdasarkan data Education for All Global Monitoring Report 2011, Education Development Index (EDI), yang dirilis UNESCO, kualitas pendidikan Indonesia berada pada posisi ke-69. Poisisi itu kalah dari peringkat Malaysia yang berada di urutan ke-65 dan jauh tertinggal dari Brunei yang berada di posisi ke34. Tak hanya itu, Berdasarkan data QS University Rangking: Asia 2014 yang dirilis pada tanggal 16 September dari situs www.topuniversities.com, terlihat bahwa peringkat universitas-universitas Malaysia jauh berada di atas perguruan tinggi Indonesia. Dalam daftar tersebut, Universitas Indonesia menjadi perguruan tinggi di Tanah Air dengan peringkat paling tinggi, berada di posisi 72 Asia. Peringkat itu jauh di bawah empat universitas asal Malaysia. Universiti Malaya (UM) berada di peringat 32, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) di peringkat 56, Universiti Sains Malaysia di posisi 57, dan Universiti Teknologi Malaysia pada urutan 66 Asia.

Pengangguran Terididik

Organization for Economic Co-operation Development (OECD) melaporkan, “Indonesia akan menjadi negara dengan jumlah sarjana terbanyak kelima di dunia pada tahun 2020 mendatang”. Ini tentu berita baik, namun yang harus kita cermati, penyerapan lulusan sarjana di Indonesia tergolong lambat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah pengangguran sarjana pada Februari 2013 telah mencapai 360.000 orang, atau 5,04% dari total pengangguran yang mencapai 7,17 juta orang. Lebih lanjut OECD menilai, lulusan perguruan tinggi Indonesia gagal mengimbangi keinginan pasar. Banyak perusahaan sulit menemukan orang yang bisa berpikir kritis dan mampu membuat transisi yang mulus dalam bekerja. Hal ini ditengarai karena lulusan perguruan tinggi biasanya tidak memiliki pengalaman kerja yang cukup. Kualitas lulusan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja itulah yang kemudian menyebabkan penyerapan lulusan sarjana di dunia kerja mengalami pelambatan.

Penyebab utama pengangguran terdidik adalah berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuaidengan jurusan yang mereka tempuh, sehingga para lulusan yang berasal dari jenjang pendidikanatas baik umum maupun kejuruan dan tinggi tersebut tidak dapat terserap ke dalam lapanganpekerjaan yang ada. Selain itu juga terdapat ketidaksesuaian antara karakteristik lulusan baru yangmemasuki dunia kerja (sisi penawaran tenaga kerja) dengan kesempatan kerja yang tersedia (sisipermintaan tenaga kerja). Kedua hal tersebut sebenarnya merupakan indikasi bahwa fungsi pasarkerja belum efisien. Di samping faktor kesulitan memperoleh lapangan kerja, arus informasi tenagakerja yang tidak sempurna dan tidak lancar menyebabkan banyak angkatan kerja bekerja di luarbidangnya.

Pekerjaan Rumah

Jika setengah abad yang lalu Malaysia berguru pada pendidikan tinggi Indonesia, kini Indonesia balikberguru pada Malaysia. Bukti kecil seperti jumlah riset Indonesia yang kalah drastis maupunperingkat yang terbilang rendah dibandingkan Malaysia harusnya menjadi alarm agar kita segerasadar bahwa ada yang harus diperbaiki dari pendidikan tinggi negeri ini. Perguruan tinggi baik swastamaupun negeri harus menjadi perhatian pemerintah. Kurikulum pendidikan harus disesuaikan agardapat menciptakan lulusan yang tidak hanya hapal teori, namun dapat mengaplikasikannya dalamdunia kerja. Semoga saja langkah pemerintah memecah kementerian pendidikan menjadiKementerian Pendidikan Dasar, Menengah, dan Kebudayaan dan Kementerian Perguruan Tinggi danRiset merupakan suatu pertanda adanya itikad baik dari pemerintah dalam membenahi perguruantinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun