Mohon tunggu...
BEM FEB UHAMKA
BEM FEB UHAMKA Mohon Tunggu... Penulis - Student Executive Board on UHAMKA Faculty of Economics and Business

Writing is the finest companion to deliver words in reality shape

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengintip Pasal Kontroversi dalam UU Minerba

15 Juni 2020   14:55 Diperbarui: 15 Juni 2020   16:02 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: MuslimahNews.com

Di tengah pandemik corona tepatnya pada Selasa, 13 Juni 2020 Pemerintah dan DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) untuk menjadi undang-undang dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta

Pengesahan UU ini langsung menuai berbagai kritik, salah kritik terbesarnya yaitu UU ini disahkan ketika masa pandemik. Banyak rakyat menilai pengesahan UU ini dilakukan secara tetutup, terburu-buru dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat sehingga tidak adanya asas keterbukaan. Sejatinya asas keterbukaan sudah diatur dalam pasal 5 huruf g UU No.12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

Selain itu juga terdapat banyak pasal yang kontroversi. Beberapa diantaranya, Pasal 4 ayat 2 "(2) Kepemilikan dan penguasaan Mineral dan Batubara oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sebagai pemegang Kuasa Pertambangan Mineral dan Batubara" Menjadi "(2) Penguasaan Mineral dan Batubara oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini".

Pasal ini mengontrol bahwa penguasaan mineral dan batu bara dikelola sepenuhnya oleh pemerintah pusat. Pada UU sebelumnya, pasal tersebut juga memberikan wewenang untuk pemerintah daerah.

UU Minerba yang anyar ini mengendalikan semua kewenangan yang berkaitan dengan perizinan tak lagi diatur oleh pemerintah daerah, melainkan ditarik ke pusat. Sentralisasi ini dinilai bertentangan dengan substansi otonomi daerah.

Ada juga penambahan pasal 1 ayat 28 (28.a) "Wilayah Hukum Pertambangan adalah seluruh ruang darat, ruang laut, termasuk ruang dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah yakni kepulauan Indonesia, tanah di bawah perairan dan paparan benua".

Pasal ini mengatur bahwa Wilayah Hukum Pertambangan adalah seluruh kawasan darat, kawasan laut, termasuk kawasan dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah yakni kepulauan Indonesia, tanah di bawah perairan, dan landas kontinen. Uraian yang baru terdapat di UU anyar ini justru mengancam ruang hidup masyarakat karena seluruh kegiatan, mulai dari penyelidikan hingga pertambangan masuk dalam ruang hidup masyarakat.

Beberapa alasan tersebut cukup membuat kami tidak setuju dengan pengesahan RUU Minerba. Karena itu ada beberapa cara untuk merubah keputusan tersebut.

Yang pertama, mendesak presiden untuk mengeluarkan PERPU guna mencabut pasal-pasal RUU MINERBA, kedua mengajukan judisial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan ketiga mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk berjuang dalam memperhatikan nilai-nilai pancasila sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia dan pasal 33 untuk mendahulukan kepentingan rakyat bukan kepentingan individual.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun