Mohon tunggu...
Bellghis L.Z
Bellghis L.Z Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Salam kenal dan selamat membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Korean wave di Indonesia

26 Desember 2020   10:04 Diperbarui: 29 Mei 2021   11:40 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Buah globalisasi dalam aspek budaya semakin mencolok dengan banyaknya faktor pendorong, seperti media massa ataupun sosial media. Penyebaran suatu kebudayaan tidak lagi dilakukan secara langsung dengan bertatap muka, melainkan melalui jaringan internet. Secara tidak langsung, penyebaran kebudayaan suatu negara mampu mengubah gaya hidup seseorang.

Penyebaran kebudayaan semakin meluas dengan adanya internet, karena hampir semua orang terhubung ke dalam jaringan Internet (Dinda, 2018). Korean wave adalah salah satu fenomena Negeri Gingseng yang semakin lama, semakin berkembang karena penyebarannya melalui berbagai macam media di internet. Korean wave atau Hallyu merupakan istilah yang diberikan untuk tersebarnya gelombang kebudayaan Korea secara global di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia, dilihat dari penjelasan di atas, maka Korean wave dapat digolongkan sebagai suatu fenomena (Robertson, 1992 dalam Frulyndese, 2016).

Saya akan membahas beberapa produk Korean wave, diantaranya musik Korea (K-Pop), Drama Korea (K-Drama), dan Variety Show. Seiring berjalannya waktu, dampak kebudayaan ini mulai terasa pada generasi milenial.  Orang-orang yang lahir dalam rentang waktu awal tahun 1980− 2000 lah yang disebut dengan generasi milenial (Yuswohady, 2016). Sudah banyak yang menerapkan  kebudayaan Korea, seperti penggunaan skincare dan make up, fashion, makanan, gaya bicara, hingga bahasa.  

Musik Pop Korea atau biasa disebut K-Pop, menjadi salah satu produk fenomena Korean wave yang menarik atensi kaum milenial. K-Pop menjadi salah satu bagian dari sektor hiburan yang menaikkan perekonomian Negeri Gingseng, Korea Selatan. Pada tahun 1994, dibentuk Departemen Industri Budaya serta Kementerian Olahraga dan Kebudayaan. Pada tahun 1995 juga diremiskan “The Motion Picture Promotion Law” yang menjadi pelopor premier untuk memperkenalkan nilai dan kebudayaan Korea melalui ekspor film dan musik ke negara lain (Shim, 2006 dalam Adina, 2012).

Pada 21 September 2020, Twitter merilis daftar negara yang paling banyak memposting  tweet terkait artis K-Pop dari 1 Juli 2019 − 30 Juni 2020. Indonesia menempati posisi ketiga setelah Thailand dan Korea Selatan (Prambors, 2020). Sementara itu, Indonesia menduduki posisi kedua dengan presentase 9.9% untuk kategori penayangan video K-Pop di Youtube (Won So, 2020). Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa kaum milenial Indonesia memiliki antusias yang cukup besar terhadap K-Pop.

Penggemar musik Korea (K-Pop) disebut dengan K-popers. Menjadi K-Popers bukan suatu hal yang murah, perlu pengeluaran yang cukup banyak untuk membeli tiket konser, merchandise, album, maupun produk yang dibintangi oleh idola mereka. Korea Selatan menjadi negara yang sangat ingin dikunjungi oleh K-Popers, hal ini bisa memberikan dampak yang cukup besar bagi sektor pariwisata Korea Selatan. Korea Selatan merupakan investor terbesar dan tersebar luas di beragam proyek di Indonesia (Bhaskara, 2019).

Ketika K-Popers melihat idol menyantap makanan atau minuman Korea, mereka tidak perlu jauh-jauh pergi ke Korea hanya untuk menyantap hidangan tersebut. Berkembangnya Korean wave, mendorong para pengusaha kuliner di Indonesia membuat restoran maupun kafe dengan konsep K-Pop atau budaya Korea lainnya dan menyajikan menu khas Negeri Gingseng itu. Salah satunya yaitu Mujigae Resto yang menjadi restoran Korea pertama di Indonesia.

Biasanya, K-popers membentuk komunitas fanbase yang anggotanya terdiri dari penggemar artis Korea yang sama dan tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Mereka memiliki struktur kepengurusan yang terorganisir seperti sebuah organisasi formal pada umumnya. Seringkali, mereka juga mengadakan event, salah satunya, yaitu mengadakan proyek ulang tahun untuk idolanya. Bergabung dalam komunitas K-Pop dapat memperluas hubungan pertemanan di kalangan remaja. Ciri remaja madya adalah memiliki banyak teman dan menjadikan teman sebagai tujuan (Piaget, 2003).  Kesempatan ini, bisa menjadi peluang bagi mereka untuk membuka usaha online, seperti jasa titip photo card, poster, album, atau bentuk merchandise resmi lainnnya. Sehingga remaja bisa mendapatkan uang tambahan dari usaha tersebut.

Berkembangnya Korean wave di Indonesia, membuka kesempatan bagi perusahaan Indonesia untuk bekerjasama dengan artis Korea dalam rangka meningkatkan pendapatan maupun eksistensi perusahaan tersebut. Hal ini dibuktikan dengan adanya kerja sama yang dilakukan oleh Tokopedia dengan Big Hit Entertainment, yang menjadikan BTS sebagai brand ambassador Tokopedia. Setelah BTS hadir dalam Festival Belanja: Waktu Indonesia Belanja (WIB) pada Juli lalu, Tokopedia dikunjungi hampir lima juta kali dan lebih dari lima ribu barang terjual ketika puncak acara. Sedangkan, selama 25-29 Juli, Tokopedia dikunjungi sekitar 100 juta kali. Berdasarkan data yang dirilis oleh iPrice, pengunjung bulanan Tokopedia pada kuartal I tahun 2020 hanya sekitar 69,8 juta. Setelah BTS menjadi brand ambassador Tokopedia, rata-rata pengunjung bulanan tahun 2020 naik menjadi 137, 2 juta (Desty, 2020).

Bentuk perhatian artis Korea terhadap Indonesia, yaitu berupa pembuatan konten di channel YouTube mereka tentang budaya Indonesia. Salah satunya, channel YouTube “NCT Daily” yang membuat konten belajar Bahasa Indonesia. Hal ini membuat “NCTZen” (sebutan untuk penggemar NCT),  merasa diperhatikan dan lebih dekat dengan idola mereka. Bahkan, salah satu girl group Korea “Secret Number,” memiliki satu member dari Indonesia, yaitu Dita Karang. Ini menjadi hal baru sehingga mendapatkan atensi yang cukup besar dari seluruh dunia, terutama Indonesia.

Drama Korea atau K-drama juga menjadi salah satu produk Korean wave yang populer belakangan ini, khususnya di Indonesia. Tidak sedikit perusahaan TV Korea yang mengeluarkan biaya yang besar dalam memproduksi sebuah drama. Ini bisa dibuktikan dari K-Drama berjudul “Arthdal Chronicles” yang bercerita tentang sebuah legenda Negeri Gingseng di kota Arthdal atau kota mistis pada zaman kerajaan Gojoseon. K-Drama ini juga melakukan aktivitas syuting di Brunei Darussalam (Putri, 2019). Wajar saja, biaya produksi yang dikeluarkan cukup besar, dengan perkiraan biaya sebesar 54 miliar won atau sekitar 636 miliar rupiah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun