Mohon tunggu...
Bella Vlinder
Bella Vlinder Mohon Tunggu... IT Programmer -

Mind - Soul - Opinion

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Selamat Ulang Tahun, Pa!

27 Oktober 2014   22:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:32 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seminggu lalu Aku sudah menatap lekat-lekat kalender di meja kerja. Masih lama, kataku dalam hati. Dan keesokan harinya Aku kembali lupa. Sesekali kala malam tiba, kulihat tanggal itu, lalu kembali melupakan. Ah, agaknya tahun ini tak ada yang begitu spesial, Pa. Maaf ya.

Dan pagi tadi Aku juga hampir melupakan hari ini. Sepertinya orang-orang di rumah juga melupakannya. Lagipula buat apa mengingat hari lahir orang yang sudah tiada. Tak ada yang bisa dirayakan. Tapi toh aku tetap melakukan ritual yang sama sejak umurku 4 tahun. Bangun pagi-pagi sekali. Bersyukur untuk hari ini. Buru-buru bersiap sebelum kau berangkat ke kantor. Mengucapkan selamat dengan malu-malu, tak lupa mencium kedua pipimu, juga keningmu. Kadang hadiah untukmu langsung kuberi, tapi kadang sengaja disimpan di kamarmu saja, maksudnya untuk kejutan saat kau pulang kerja nanti. Jangan membayangkan hadiah mewah. Karena uang jajanku tak cukup untuk membeli sebuah jam tangan atau sehelai sapu tangan. Yaa uang jajan anak SD jaman itu paling besar juga seribu rupiah. Tak bisa beli apa-apa kan? Paling hadiahku hanya sebuah gambar yang pernah kau ajarkan, berusaha sebaik mungkin kubuat, karena kau juga tahu aku bukan anak yang pandai menggambar. Atau beberapa bait puisi yang sengaja kuciptakan untukmu. Kalau ini aku buat khusus, kutuangkan kata-kata terindah yang berkelebat dipikiranku. Kubungkus rapi. Kadang kubuat ukiran-ukiran kecil dengan gunting kertas. Kutambahkan gambar-gambar kecil di sekitarnya. Tak lupa kuselipkan sebuah pita kecil agar terlihat semakin istimewa. Tahu tidak Pa? Kadang Aku terpaksa tidur tengah malam hanya untuk menyiapkan hadiah terbaik untukmu. Malaikat yang tak pernah lekang oleh waktu.

Tapi sejak 11 tahun yang lalu, ritual itu sedikit berubah. Tak ada lagi Aku yang malu-malu memberi ucapan. Tak ada lagi kecupan di pipi kanan dan kiri. Tak ada lagi kejutan hadiah di kamar. Ya, semuanya tinggal kenangan. Walaupun beberapa ritual masih juga kulakukan. Kadang Aku tetap tidur larut malam untuk sekedar membuat rangkaian ucapan atau puisi. Tapi kini bukan diiringi kebingungan. Tak jarang Aku tertidur dalam tangisan. Bukan karena kepergianmu, tapi karena Aku masih merasa bodoh, belum bisa membahagiakanmu.

Ah Pa, kadang mengingatmu hanya akan menimbulkan air mata. Tapi kenangan tentangmu juga yang kerap menjadi semangat di kala keadaan serasa memburuk. Karena hal-hal yang kau tanamkan membuatku lebih kuat sekarang. Ketiadaanmu tak pernah kujadikan alasan untuk tak bisa hidup mandiri. Justru karena kau tak ada, Aku harus berusaha berdiri tegak. Tak ingin kudapatkan belas kasihan dari orang. Walau kadang rasa rindu tak terbendung untuk diungkapkan. Walau kadang air mata sulit untuk dihentikan.

Hari ini Aku berjanji, tak lagi ada tangis untuk kepergianmu. Biarlah Kau tenang di alammu kini. Hanya doa yang mampu kuantarkan. Semoga Tuhan menyampaikannya kepadamu. Doa dan Rindu. Salam hangat dariku ya, Pa.

Selamat Ulang Tahun, Pa!

Miss you so much.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun