Mohon tunggu...
Bella Vlinder
Bella Vlinder Mohon Tunggu... IT Programmer -

Mind - Soul - Opinion

Selanjutnya

Tutup

Money

Berkenalan dengan Pengganti LPG

22 September 2011   09:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:43 1678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak LPG diperkenalkan kepada masyarakat, gas alam menjadi sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Kita memerlukan gas alam untuk memasak air, nasi, dan segala lauk-pauknya. Hal ini disambut gembira oleh sebagian masyarakat Indonesia. Karena LPG dinilai lebih praktis dan lebih murah daripada minyak tanah. Distribusinya juga sangat baik. Sehingga kita dapat menemukannya dimana saja. Tapi seiring berjalannya waktu, ternyata banyak masalah dalam penggunaan LPG. Kasus yang paling banyak terjadi dan sangat mengkhawatirkan adalah meledaknya tabung gas LPG ketika sedang digunakan. Hal ini tentu memakan banyak korban dan kerugian. Karena itu, banyak orang yang takut ataupun kapok menggunakan LPG. Bahkan ada tetangga saya yang masih tetap bertahan menggunakan minyak tanah untuk memasak sehari-hari. Walaupun harganya sangat mahal dan sulit untuk dicari, tapi dia tetap tidak mau beralih ke gas LPG.

Ketika sebagian masyarakat takut menggunakan LPG, mereka tidak punya alternatif bahan bakar lain untuk memasak. Kembali menggunakan minyak tanah, sangat sulit mencarinya, harganya juga sangat mahal. Beralih ke kayu bakar, sangat tidak mungkin bagi masyarakat perkotaan yang jauh dari pepohonan. Memang muncul beberapa bahan bakar alternative lain yang merupakan hasil penelitian banyak orang. Misalnya, kulit pisang, biogas dari kotoran sapi, bio-ethanol dari sampah, dan masih banyak lagi. Sayangnya karena kurang dukungan dari pemerintah, maka penelitian itu tidak berlanjut dan tidak bisa menjadi solusi jangka panjang untuk mengganti tabung gas LPG. Akhirnya masyarakat terpaksa untuk tetap menggunakan gas LPG, walaupun resiko meledak tetap terus membayangi.

Alternatif Baru Dari Pemerintah

Menurut pemerintah, meledaknya gas LPG disebabkan oleh penggunaan yang kurang baik ataupun alat (misalnya, selang penyambung) yang kurang memadai. Maka dari itu, pemerintah mencari alternative lain untuk mengatasi hal ini. Mulai tahun ini, proyek gas alam untuk dapur rumah mulai beroperasi. Kini gas alam bisa kita nikmati dalam bentuk lain. Kita tidak harus menukar tabung LPG yang kosong dengan yang baru, karena gas alam sudah mengalir sampai dapur kita. Proyek ini telah beroperasi di beberapa kota yang dekat dengan pipa utama gas alam milik Pertamina. Salah satunya, Kota Depok, Jawa Barat. Gas alam diyakini bisa menggantikan LPG yang rawan meledak. Gas alam juga lebih ramah lingkungan dan diyakini lebih murah daripada LPG.

Bagi kota-kota yang sedang dalam pengerjaan proyek tersebut, maka akan sering menemukan papan pemberitahuan seperti dibawah ini.

Struktur Pengaliran Gas Alam

Pipa yang digunakan untuk mengaliri gas kedalam rumah adalah pipa MDPE (Medium Density Polyethylene). Pipa ini ditanam di dalam tanah agar aman dari bahaya apapun. Proses pengaliran gas alam ini ternyata cukup panjang. Dimulai dari sebuah stasiun gas. Di dalam stasiun, aliran gas alam yang berasal dari sumber akan disaring terlebih dahulu. Penyaringan ini dilakukan agar tekanan gas menurun sehingga memenuhi syarat untuk penggunaan dalam rumah tangga. Pengeluaran gas, tekanan, dan temperature diukur oleh sebuah alat metering yang terdapat dalam stasiun tersebut. Dari stasiun pusat, gas alam dialirkan ke stasiun cabang yang disebut Regulator Station. Disini gas alam diturunkan lagi tekanannya. Dari regulator station, baru gas alam bisa dialirkan ke rumah-rumah penduduk. Di setiap rumah juga terdapat alat pencatat volume penggunaan gas sehingga pengelola bisa mengetahui berapa banyak gas yang terpakai. Bentuknya seperti meteran listrik. Angka yang tertera dalam alat tersebut, menjadi tolak ukur berapa tarif yang harus kita bayar setiap bulan.

Penggunaan Gas Alam

Pada ujung pipa juga terdapat keran pulp dan keran pengaman. Bila terjadi sesuatu di dapur, maka keran pulp harus ditutup rapat-rapat. Kompor yang digunakan juga sama seperti penggunaan gas LPG. Dengan penggunaan gas alam, kita jad bisa belajar mengatur pemakaian. Jadi bisa lebih hemat. Menurut pemakai, apinya lebih gampang menyala dan tidak terlalu besar. Gas alam juga lebih bersih dan baunya tidak terlalu menyengat seperti gas LPG.

Lebih Mahal

Walaupun dianggap lebih aman, bersih, dan tidak bau, tetapi masih ada saja warga yang enggan untuk memasang gas alam ke dalam rumahnya. Hal ini disebabkan lebih banyaknya uang yang harus dikeluarkan untuk penggunaan gas alam ini. Karena untuk pemakaian sebulan dikenakan abodemen sebesar Rp 25.000, ditambah dengan tariff pemakaian sebesar Rp 2.800 per meter kubik. Jika dihitung-hitung, memang lebih mahal dari gas LPG. Jika menggunakan gas LPG, dengan Rp 25.000 kita bisa mendapatkan 2 tabung gas untuk pemakaian normal selama sebulan. Tapi kalau menggunakan gas alam, Rp 25.000 hanya untuk membayar abodemen. Hal ini cukup menyulitkan masyarakat kalangan bawah.

Satu hal lagi yang menjadi kekhawatiran masyarakat tentang penggunaan gas alam ini. Mereka khawatir jika terjadi pemutusan massal seperti aliran listrik. Apalagi pasokan gas alam bisa saja tiba-tiba habis. Ternyata hal ini belum dipikirkan solusinya. Tapi pengelola meyakinkan kalau proyek ini akan berjalan dengan baik.

Penyaluran gas alam ke rumah warga adalah sebuah proyek besar dari Kementrian Energi dan SDM. Untuk sementara memang hanya beroperasi di sebagian daerah. Tapi proyek ini sudah direncanakan untuk tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Sayangnya, proyek ini hanya dapat dilakukan di daerah yang terdapat sumber gas alam. Semoga proyek ini dapat berjalan dengan lancar dan tariff yang dikenakan bisa diterima oleh seluruh kalangan masyarakat.

Sumber 1 : Gas Alam Mengalir Sampai Dapur

Sumber 2 : Solusi Pengganti LPG???

Salam,

Bella Vlinder

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun