Mohon tunggu...
Bella Nurvita
Bella Nurvita Mohon Tunggu... Mahasiswa - OK

Iya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Inklusi Menjadi Solusi dari Masalah Sosial Anak Berkebutuhan Khusus

2 Mei 2022   23:01 Diperbarui: 2 Mei 2022   23:07 2037
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya, anak tersebut cenderung menunjukkan ketidakmampuan pada mental, emosi atau fisik. Ketidakmampuan tersebut menimbulkan permasalahan pada berbagai aspek seperti, pendidikan, sosial, vokasional, ekonomi, fisik, dan lain sebagainya. Selain itu, timbul pula masalah psikososial misalnya, cenderung rendah diri atau sebaliknya menghargai terlalu berlebihan, mudah tersinggung, terkadang agresif, pesimis, sulit mengambil keputusan, menarik diri dari lingkungan, kecemasan berlebihan, ketidakmampuan dalam hubungan dengan orang lain dan ketidakmampuan mengambil peranan sosial.

Masalah-masalah tersebut cenderung akan meningkat apabila terdapat tekanan dari lingkungan sosial, termasuk dengan stigma negatif masyarakat. Sebagian besar orang awam menganggap anak berkebutuhan khusus adalah individu yang memiliki keterbatasan dalam hal fisik maupun mental, individu yang selalu menjadi beban, tidak berguna, harus selalu dibantu dan dikasihani. Stigma tersebut muncul karena budaya yang masih melekat di masyarakat, contohnya  banyak keluarga yang beranggapan bahwa memiliki anak yang berkebutuhan khusus akan menjadi  aib keluarga, sehingga anak tersebut tidak diperbolehkan keluar rumah dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, bahkan dibiarkan tidak mengenyam pendidikan. Hal ini sudah pasti akan  berdampak pada psikis dan masa depan anak.

Berdasarkan masalah tersebut, anak berkebutuhan khusus jelas membutuhkan penanganan dan pelayanan khusus agar dapat menjalankan peran dan fungsi sosialnya sesuai dengan derajat dan jenis kekhususan yang dialaminya untuk dapat hidup lebih baik. Pada UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat disebutkan bahwa “Setiap penyandang cacat mempunyai hak yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”. Tentunya aspek-aspek tersebut mencakup pula aspek pendidikan yang menjadi kebutuhan semua orang, seperti yang tertulis pada UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional dalam pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Hal ini menunjukkan bahwa semua anak tanpa terkecuali anak berkebutuhan khusus juga memerlukan pendidikan agar mencapai kesejahteraan sosial.

Namun pada kenyataannya, sebagian besar anak berkebutuhan khusus menjadi anak yang dapat dikatakan mendapat pengecualian. Berdasarkan data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2017 menyebutkan bahwa jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia adalah sebanyak 1,6 juta orang. Hal ini menunjukkan, bahwa satu juta lebih anak berkebutuhan khusus belum memperoleh pendidikan yang penting bagi kehidupannya. Dari 30% anak berkebutuhan khusus yang sudah memperoleh pendidikan, hanya 18% di antaranya yang menerima pendidikan inklusi, baik dari sekolah luar biasa (SLB), maupun sekolah biasa pelaksana pendidikan inklusi. Rendahnya jumlah anak berkebutuhan khusus yang memperoleh pendidikan disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari kurangnya infrastruktur sekolah yang memadai, kurangnya tenaga pengajar khusus, dan juga stigma negatif masyarakat, seperti yang sudah dibahas.

Salah satu pendidikan yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah sosial anak berkebutuhan khusus adalah pendidikan inklusi. Menurut Alimin, pendidikan inklusi adalah sebuah proses dalam merespons kebutuhan yang beragam dari semua anak melalui peningkatan partisipasi dalam belajar, budaya dan masyarakat, dan mengurangi eksklusivitas di dalam pendidikan. Pendidikan inklusif mencakup perubahan dan modifikasi dalam isi, pendekatan-pendekatan, kurikulum, struktur dan strategi yang dapat mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan semua anak sesuai dengan kelompok usianya. Selain itu, proses pembelajarannya ramah sehingga dapat  membuat anak termotivasi dan terdorong untuk terus mengembangkan potensi dan skill mereka sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki.

Terdapat beberapa alasan pentingnya pendidikan inklusi untuk anak berkebutuhan khusus, antara lain:

  • Semua anak, baik cacat maupun tidak mempunyai hak yang untuk belajar bersama-sama dengan anak yang lain.
  • Seyogyanya anak tidak diberi label atau dibeda-bedakan secara rigid, tetapi perlu dipandang bahwa mereka memiliki kesulitan dalam belajar.
  • Tidak ada alasan yang mendasar untuk memisah-misahkan anak dalam pendidikan. Anak memiliki kebersamaan yang saling diharapkan di antara mereka. Ia tidak pernah ada upaya untuk melindungi dirinya dengan yang lain.
  • Penelitian menunjukkan bahwa anak cenderung menunjukkan hasil yang baik secara akademik dan sosial bila mereka berada pada setting kebersamaan.
  • Tidak ada layanan pendidikan di SLB yang mampu mengambil bagian dalam menangani anak di sekolah pada umumnya.
  • Semua anak membutuhkan pendidikan yang dapat mengembangkan hubungan antar mereka dan mempersiapkan untuk hidup dalam masyarakatnya.
  • Hanya pendidikan inklusi yang potensial untuk menekan rasa takut dalam membangun pertemanan, tanggung jawab, dan pemahaman diri (Purwanta, 2002).

Berdasarkan hal tersebut, sudah pasti pendidikan inklusi sangat bermanfaat untuk anak berkebutuhan khusus dan masyarakat. Dampak yang paling esensial adalah sekolah inklusi mengajarkan nilai sosial berupa kesetaraan. Misalnya adanya sikap positif bagi siswa berkelainan yang berkembang dari komunikasi dan interaksi dari pertemanan dan kerja sebaya. Siswa belajar untuk sensitif, memahami, menghargai, dan menumbuhkan rasa nyaman dengan perbedaan individual. Selain itu, anak berkelainan belajar keterampilan sosial dan menjadi siap untuk tinggal di masyarakat karena mereka dimasukkan dalam sekolah umum. Dan dengan sekolah inklusi, anak terhindar dari dampak negatif dari sekolah segregasi, antara lain kecenderungan pendidikannya yang kurang berguna untuk kehidupan nyata, label “cacat” yang memberi stigma pada anak dari sekolah segregasi membuat anak merasa inferior, serta kecilnya kemungkinan untuk saling bekerja sama, dan menghargai perbedaan.

Sekolah inklusi bukanlah sekedar sekolah yang menerapkan konsep penyetaraan terhadap semua manusia dalam memperoleh pendidikan, tapi juga membutuhkan setingan ramah anak di dalamnya. Mereka cenderung  membutuhkan dukungan dan motivasi yang mampu mendorong mereka untuk berinteraksi dengan lingkungannya, maka komponen utama yang paling mereka butuh kan di sekolahnya adalah sebuah keramahan, yang menerjemahkan pada mereka suatu penunjukan kondisi penerimaan terhadap diri mereka.

Partisipasi masyarakat dan adanya kemandirian juga menentukan berjalannya kebijakan sekolah inklusi ini. Karena dalam sekolah inklusi ini dibutuhkan kerja sama antara masyarakat dengan pengajar di kelas untuk menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan.

Dengan begitu, pendidikan inklusi dapat mengurangi permasalahan-permasalahan sosial yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun