Sumber gambar: https://www.pemburuombak.com/berita/internasional/item/3509-jumlah-mikroplastik-di-laut-lebih-besar-dari-kita-bayangkan
Indonesia negara dengan jumlah populasi penduduk dan negara kepulauan memiliki beragam potensi, Akan tetapi tidak semua potensi tersebut baik salah satunya potensi penumpukan sampah. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah limbah plastik di Indonesia mencapai 66 juta ton dan diperkirakan 0,26 - 0,59 juta ton mengalir ke laut. Pengolahan sampah yang tidak benarlah yang menyebabkan hal tersebut dapat terjadi. Â Masyarakat Indonesia masih saja mencemari lingkungan dengan tidak membuang sampah pada tempatnya. Beberapa kasus ditemukan bahwa sampah yang telah terkumpul di tempat sampah malah tidak diolah dan langsung dibuang ke sungai. Penumpukan sampah dan limbah di sungai dapat memicu banyak permasalahan salah satunya meningkatnya kadar pencemaran air yang dapat menimbulkan reaksi seperti berubahnya warna dan bau sungai. Tidak hanya itu sampah yang menumpuk juga dapat mengganggu keberlangsungan ekosistem perairan.Â
Era teknologi yang semakin bekermbang telah ditemukan berbagai upaya untuk membersihkan sungai. Salah satunya dengan menambahkan pembatas di got atau aliran sungai agar sampah dapat berkumpul disitu kemudian diangkat lalu dibersihkan. Akan tetapi masih saja ada kemungkinan bahwa sampah belum tentu akan diangkat seluruhnya  sehingga sampah dapat tertimbun dan menimbulkan masalah nantinya.Â
Penumpukan sampah dapat membuat sampah yang bertumpuk mengalami beberapa perubahan seperti penurunan tekstur akibat terendam air. Air dapat menguraikan ikatan polimer plastik menjadi lebih lemah sehingga plastik dapat terurai secara perlahan atau bisa dibilang terdegradasi.
Plastik yang awalnya berukuran besar akan semakin kecil sehingga terdapat potongan terkecil yang disebut mikroplastik. Hadirnya mikroplastik ini hanya bisa dilihat melalui mikroskop karena partikelnya berukuran sebesar 0,3 mm sampai dengan dibawah 5 mm. Namun sayangnya partikel mikroplastik susah dihilangkan dan hampir 85% dapat ditemukan di permukaan laut. Efek dari partikel mikroplastik ini sangat berbahaya bagi kehidupan.Â
Contohnya mikroplastik ini dapat masuk ke tubuh ikan kecil  yang kemudian ikan tersebut  dimakan oleh ikan besar dan seterusnya. Semakin banyak terulang proses tersebut maka semakin banyak jumlah partikel mikroplastik dalam tubuh ikan terakhir yang memakan. Hal ini dapat berujung pada ikan tersebut dikonsumsi manusia sehingga mikroplastik menumpuk di dalam tubuh. Pengaruh mikroplastik bagi tubuh dapat menimbulkan masalah pada kesehatan seperti kerusakan pada sel sel tubuh yang nantinya dapat berpengaruh pada kinerja organ serta dapat memicu perubahan genetik gen. Berdasarkan permasalahan tersebut,  diperlukan teknologi baru yang dapat mengumpulkan sampah mikroplastik di lautan untuk dapat diubah menjadi sesuatu yang baru.
Sumber gambar: https://innovationsgesellschaft.ch/en/evaluation-of-the-health-effects-of-carbon-nanotubes/
Permasalahan dalam skala mikro harus dihadapi dengan hal serupa salah satunya adalah teknologi nano. Satu nanometer setara dengan 10 pangkat minus 9 meter. Nanoteknologi dapat dikatakan sebagai teknologi yang berskala nano yang dapat digunakan untuk merekayasa pembuatan material dan fungsional. Aplikasi nanoteknologi sangat cocok diterapkan pada mikroplastik. Salah satunya adalah dengan penggunaan  carbon nanotube (CNT) yaitu molekul silinder karbon dengan berdiameter dalam nanometer. Adapun proses produksinya dapat menggunakan selulosa alam contohnya kapas dimana kandungan polisakarida diatas 80% dan dapat menjadi sumber karbon.Â
Proses sintesis dalam carbon nanotube ini dilakukan pada temperatur 1273 derajat Kelvin. Adapun CNT ini dapat dipasangkan pada kapal atau ujung dermaga dimana nanotube akan didesain dalam bentuk spiral kemudian digabungkan dengan nitrogen sehingga dapat tercipta reaksi pembentukan radikal bebas yang dapat memecah ikatan mikroplastik menjadi unsur karbon dioksida dan hidrogen .Â