Di pos perdana saya di Kompasiana ini (setelah bertahun-tahun hanya menyimak saja hehe), saya akan membahas tentang makna nasionalisme yang sering di pertanyakan oleh banyak orang terhadap saya. Terutama saat mereka mengetahui background pendidikan saya yang tidak pernah bersekolah di sekolah negeri ataupun kuliah di dalam negeri. Itu bukanlah tanda kalau saya tidak nasionalis loh :)
Berawal dari masa-masa sekolah, saya belajar di sebuah sekolah internasional. Pada waktu itu banyak orang yang bertanya "Kenapa nggak masuk sekolah negeri favorit aja?" "Ga suka Bahasa Indonesia ya?" "Nanti jadi terlalu Western loh!" Salah total! Tujuan saya *dan ibu saya* masuk ke sekolah internasional lebih karena ingin mendalami bahasa asing (bahasa Inggris dan juga bahasa lainnya) serta mengembangkan critical thinking yang memang terkenal bagus di sekolah internasional tersebut. Jujur saja, kemauan untuk mempelajari tentang negara kita sendiri kadang kurang terexplore di sekolah internasional, walau ada sediki materi yang membahas tentang sejarah bangsa Indonesia. Text book yang kita pakai mencakup banyak world history yang tidak terfokus pada suatu wilayah tertentu. Bagusnya, tiap minggu masih ada mata pelajaran PPKN yang wajib diberikan kepada semua WNI di sekolah internasional. Karena memang saya cinta sekali dengan pelajaran history alias sejarah, saya sering berada lama di perpustakaan dan membaca berbagai sejarah termasuk sejarah bangsa kita tercinta ini. Ketertarikan saya dengan sastra Indonesia juga berkembang setelah membaca buku-buku Pramoedya Ananta Toer, dimana banyak tema yang di ambil pada masa kolonial Belanda *karena saya suka sejarah*.Â
Rasa nasionalisme saya semakin menjadi-jadi di kala saya memilih untuk berkuliah di luar negeri. Setiap kali orang-orang bertanya dimanakah Indonesia, kebanyakkan hanya mengetahui tentang Bali. Bahkan banyak yang berpikir kalo Indonesia itu merupakan sebuah kota di dalam 'negara' Bali. Sayapun aktif menjadi komite kebudayaan di PPI Leeds yang berada di Inggris, dan melalui sebuah acara yang bertajuk "World Unite Festival" kami berhasil meraih penghargaan  'The Best Performance' lewat suguhan sendratari yang mencakup wilayah Sabang sampai Merauke (setidaknya mewakili tiap pulau karena keterbatasan jumlah murid Indonesia yang berada di Leeds). Begitu terharunya saya, di saat mereka nampak terkesima oleh kostum-kostum yang saya bawa dengan susah payah dari KBRI London naik bus kota, mereka tampak 'tersihir' dengan keragaman budaya Indonesia serta musik dan tarian yang berbeda-beda.Â
Kini dengan bekerja di Singapura, perjuangan saya membawa nama Indonesia tidak berhenti begitu saja. Dengan bekerja di negara tetangga saya ingin membuktikan bahwa orang Indonesia juga berkompeten untuk maju dan mampu bersaing dengan negara-negara lain. Kelak saya ingin bisa membuka lapangan kerja sebagai bukti kontribusi saya terhadap bangsa.
Maka itu sebenarnya salah jika mencap semua anak yang ada di sekolah internasional sebagai anak-anak yang tidak nasionalis. Justru dengan berkembang dengan cara yang lain, kita bisa bersama-sama mengembangkan Indonesia menjadi sebuah negara yang bisa makin maju di era persaingan global ini. Mari kita semua membangun Indonesia!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H