Mohon tunggu...
Humaniora

Penyerangan di Gereja Katolik St. Lidwina Sleman, Dimana Peran Ideologi Bangsa?

14 Februari 2018   23:12 Diperbarui: 14 Februari 2018   23:35 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Serangan brutal terjadi pada 11 Februari 2018 ketika misa Minggu pagi berlangsung. Jemaat di dalamnya sontak terkejut dan berlarian keluar gereja. Kejadian tersebut menimbulkan 4 korban, yakni dua jemaat gereja, seorang romo yang memimpin misa, dan aparat polisi.

Serangan bermula dari seorang lelaki yang adalah pelaku menghampiri jemaat gereja yang duduk di bagian luar dan langsung menghempaskan pedang. Pelaku kemudian terus berjalan ke dalam gereja dan merusak fasilitas ibadah serta menebas seorang romo.

Polisi yang segera datang untuk menghentikan tindakan pelaku juga menjadi sasaran. Meskipun akhirnya pelaku dapat diamankan dengan dua tembakan karena perlawanan yang dilakukan.

Kejadian ini menambah keruh suasana Indonesia yang belakangan memang sudah tidak aman. Nilai-nilai intoleransi perlahan mulai muncul dan mengancam persatuan bangsa.

Padahal ideologi yang dianut Indonesia jelas menuntun masyarakat untuk bersikap toleran. Pancasila mengajarkan bahwa kita harus menerima keberagaman dengan sikap saling menghargai.

Tidak hanya suku, ras, budaya, adat istiadat melainkan juga agama. Indonesia sangat kaya dengan semuanya itu dan kita dibebaskan secara sah melalui UUD 1945 untuk memeluk agama.

Namun kasus penyerangan yang terjadi di atas, menunjukkan bahwa orang tidak peduli lagi akan kebebasan beragama dan beribadah, meskipun harus melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Tanpa hati nurani tega menyakiti dan merusak suasana hikmah orang lain yang sedang beribadah. Apakah masih pantas Indonesia menganut ideologi Pancasila?

Di tengah krisis intoleransi yang terjadi membuat masyarakat yang ingin hidup damai menjadi gundah tak menentu. Terlebih ketika ingin beribadah mungkin orang akan tetap merasa gelisah, khawatir, was-was, takut, dan tidak aman.

Meskipun aparat telah bergegas mengamankan dan pemerintah berniat menanganinya namun itu belumlah cukup untuk mengembalikkan rasa traumatis.

Tugas menjaga toleransi beragama adalah kewajiban semua masyarakat. Semuanya harus berawal dari hati nurani pribadi masing-masing. Hati nurani yang tumpul bisa diasah kembali asalkan kita mau memegang teguh prinsip-prinsip dan nilai-nilai pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun