Mohon tunggu...
Bella ChyndiMeilani
Bella ChyndiMeilani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Konseling

menarik di bidang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Perkembangan Psikososial Pelaku Gangster? Yuk Kita Bahas dengan Teori Erik Erikson

20 Desember 2022   22:52 Diperbarui: 20 Desember 2022   23:02 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Baru-baru ini masyarakat Indonesia kembali digemparkan dengan adanya penyerangan disalah satu warung yang ada di Surabaya. Penyerangan ini dilakukan oleh gerombolan remaja yang membawa senjata tajam dan menaiki motor secara ugal-ugalan. Sekelompok remaja yang gemar berkelahi dan membuat keributan ini dijuluki "gangster". Tidak hanya sampai dengan melakukan penyerangan, namun gerombolan gangster ini melakukan konvoi dijalan raya dan mengganggu pengguna jalan lainnya. Mereka juga menodongkan senjata tajam dan tidak enggan juga akan menebas lawan mereka. Mereka kerap ditemui ketika malam hari.

Dari beberapa pernyataan ahli, dikatakan bahwa fenomena ini didasari oleh rasa haus akan eksistensi. Remaja ini mengekspresikan perasaannya dengan keekrasan yang biasanya dipicu oleh rasa tidak puas dengan hal-hal yang menyangkut kelompoknya. Tidak hanya itu, fenomena gangster ini juga menjadi ajang persaingan bagi kelompok tertentu. Mereka akan berusaha agar 'terlihat' didalam satu geng tersebut. Tak jarang pula anggota gangster ini menunjukkan identitas mereka di media sosial dan dengan bangganya berpose sambil menenteng senjata tajam.

Dalam pernyataan lainnya, dikatakan bahwasanya remaja-remaja ini sedang mengalami krisis pada identitas mereka yang menyebabkan rasa ketidakpuasan dan ingin menunjukkan eksistensi mereka. Pemerintah disarankan untuk membuat atau menciptakan ruang khusus untuk mereka mengekspresikan diri, sehingga bentuk pengekspresian diri tersebut tidak pada perilaku menyimpang.

Remaja sangat kerap mengalami krisis identitas dikarenakan masa remaja adalah masa transisi menuju dewasa. Pada masa transisi inilah banyak sekali perubahan yang dapat menyebabkan remaja mengalami krisis identitas. Perkembangan sosial manusia akan terus berlangsung seumur hidup, sehingga diharapkan pada setiap perkembangan individu dapat terselesaikan dengan baik.

Erikson (dalam Santrock, 2007) mengemukakan bahwa karakteristik perkembangan yang paling terlihat dari seorang remaja adalah identitas diri. Remaja dalam proses perkembangannuya telah membatasi dirinya untuk menampilkan peran sosial yang dapat diterima atau tidak mampu untuk memenuhi tuntutan dari lingkungan mereka sehingga remaja memilih identitas negatif.

Berdasarkan tahapan perkembangan psikososial dari Erikson, dikemukakan bahwa permasalahan yang dialami oleh remaja dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu masalah-masalah emosional, isu penyesuaian situsional,  dan gangguan terkait perubahan dalam perkembangan. Permasalahan keterlibatan remaja dalam geng ini lebih terkait dengan isu-isu penyesuaian situasional dan adanya tidak terselesaikannya tugas-tugas dalam perkembangannya.

Dalam tugas perkembangan psikososial Erikson, terdapat 8 tugas perkembangan yang harus diselesaikan setiap tahapanya agar tidak menganggu tahap perkembangan selanjutnya. 8 tugas perkembangan tersebut adalah :

  • Tahap I : trust vs mistrust (0-1th) tahap mulai dibentuknya kepercayaan terhadap orang disekilingnya terutama orangtua.
  • Tahap II : autonomy vs shame and doubt (1-3th) tahap dimana anak dapat mengendalikan tubuhnya, disini harapanya orangtua dapat membimbing anak.
  • Tahap III : initiative vs guilt (3-6th) tahap ini anak akan melakukan perencanaan suatu tindakan. Anak belum memiliki kepercayaan diri penuh terhadap tindakannya.
  • Tahap IV : industry vs inferiority (6-12th) anak akan berusaha untuk menyelesaikan tugas-tugasnya dan akan merasa puas jika tugasnya dapat terselesaikan dengan baik.
  • Tahap V : indentity vs identity confusion (12-20th) pada tahap ini anak memulai masa remajanya. Disatu sisi anak akan terlihat dewasa namun disisi lain anak terlihat belum sepenuhnya dewasa.
  • Tahap VI : intimacy vs isolation (dewasa mda, 20-30th) tahap ini individu mulai memiliki pemahaman yang lebih tentang bagaimana dapat berinteraksi dengan orang lain atau lingkungannya.
  • Tahap VII : generativity vs stagnation (dewasa menengah, 30-65th) tahap ini individu berkontribusi pada keberlangsungan hidup dan kembali kepada dunia dengan imbalan apa yang diterimanya.
  • Tahap VIII : ego integrity vs despair (dewasa akhir, 65 th katas) tahap ini individu hanya tinggal untuk mengingat masa lampau dan menikmati kedamaian atas pencapainnay.

 Telah dijelaskan bahwasanya pada tahap V, dimana anak akan memulai fase remajanya. Pada fase tersebut anak akan terlihat berbeda di dua sisi. Disinilah orangtua harus meberikan pendampingan yang cukup untuk anak dan memberikan arahan untuk memasuki dunia remaja. Berdasarkan teori perkembangan dikatakan bahwa kenakalan remaja atau perilaku menyimpang bukan sesuatu yang ada pada sebelumnya melainkan suatu perolehan atau sesuatu yang didapat sebagai bentuk dari perkembangan sosial mereka.

Pemenuhan tahap perkembangan menjadi kunci utama dalam membentuk perilaku individu dan memeberikan lingkungan yang mendukung secara positif serta dukungan penuh dari orang-orang tersayang seperti orangtua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun