Keluarga adalah dunia pertama bagi anak, tempat anak berkontribusi secara mental dan fisik dalam kehidupannya. Melalui interaksi dalam keluarga, anak tidak hanya belajar tentang dirinya dan orang tuanya, tetapi juga tentang kehidupan bermasyarakat dan lingkungan sekitarnya. kebahagiaan dalam keluarga dapat dirasakan apabila suami, istri dan anak tinggal dan hidup bersama saling berbagi suka maupun duka, peran keluarga juga sangat penting dalam mendidik anak. Keluarga merupakan pengasuh terbaik bagi anak dan penggerak tumbuh kembangnya. Ini adalah perlindungan pertama dan terakhir ketika harapan gagal. Harapan-harapan yang tidak realistis tersebut dihadapkan pada kenyataan hidup sehari-hari sebagai orang tua, sehingga tidak jarang kekecewaan disebabkan oleh hal-hal yang dianggap sepele, seperti sikap egois, mudah tersinggung, keras kepala, dan lain-lain. Akibatnya sering terjadi pertengkaran dan akhirnya mereka merasa kecewa karena pernikahan mereka tidak berjalan sesuai harapan. Jika faktor konflik dalam keluarga tidak dapat diselesaikan, maka perceraian adalah jalan terakhir apa bila masalah tidak bisa diselesaikan, kejadian tersebut menimbulkan kegelisahan dalam berpikir. Biasanya kedua belah pihak akan mencari jalan keluar, mengatasi berbagai kendala, dan berusaha beradaptasi dengan kehidupan barunya. Peristiwa perceraian selalu membawa dampak, dan banyak kasus yang menimbulkan stres, tekanan, hingga menyebabkan perubahan fisik dan mental. Kondisi ini dialami oleh seluruh anggota keluarga, ayah, ibu, dan anak. Kasus perceraian seringkali dianggap sebagai peristiwa tersendiri dan menegangkan dalam kehidupan sebuah keluarga. namun orang tua yang telah bercerai harus tetap memikirkan perkembangan dan pendidikan anak selanjutnya karena perceraian tidak hanya berdampak pada suami istri namun dampak terbesar adalah perkembangan psikologis anak. karena pada umumnya perkembangan psikologi anak yang orang tuanya bercerai sangat terganggu, selain itu faktor negatif dampak dari perceraian adalah kurangnya kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya, Kurangnya perhatian dan kasih sayang bagi anak terhadap perceraian orang tua, anak akan merasa perasaan cemas, bingung, resah, malu dan sedih. Terlebih bagi anak usia remaja, maka anak akan mengalami gangguan emosional dan akan lari pada kenakalan remaja. Dampak perceraian yang dirasakan oleh anak-anak antara lain: sedih, kesepian, dan kecewa. Dampak tersebut tercermin dalam bentuk perilaku: 1.) Menjadi kasar, hal tersebut dilakukan semata-mata untuk mencari perhatian dari orang lain; 2.) Menjadi pendiam, tidak lagi ceria dan tidak suka bergaul; 3.) Lebih mendahulukan kepentingan egonya tanpa memperhatikan keadaan teman-temannya; 4.) Bersikap acuh tak acuh terhadap teman-temannya; 5.) Kurang bisa menjaga hubungan baik dengan teman-temannya; dan 6.) Suka melamun terutama mengkhayalkan orangtuanya akan bersatu lagi.
Perceraian orang tua dapat memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap perkembangan anak, terutama dalam hal psikologis dan emosional. Beberapa dampak yang mungkin dialami oleh anak akibat perceraian orang tua meliputi:
- Gangguan Psikologis: Perceraian dapat mengganggu perkembangan psikologis anak, menyebabkan gejolak emosi, depresi, dan tingkat kecemasan yang tinggi
- Kurangnya Kasih Sayang dan Perhatian: Anak dapat merasa kurang mendapat kasih sayang dan perhatian dari orang tua setelah perceraian, yang dapat menimbulkan perasaan cemas, bingung, dan resah
- Penurunan Prestasi Akademik: Perceraian orang tua juga dapat berdampak pada penurunan prestasi akademik anak
- Gangguan Perilaku: Anak rentan mengalami masalah perilaku, kenakalan, dan konflik dengan teman sebaya setelah orang tua bercerai
- Kurangnya Kesadaran dan Kemampuan Bersosialisasi: Anak dapat mengalami kurangnya kesadaran dan kemampuan bersosialisasi akibat perceraian orang tua
Menurut teori psikososial Erik Erikson memberikan wawasan yang berguna untuk memahami dampak perceraian terhadap perkembangan anak. Menurut teori ini, perceraian orang tua mempengaruhi tingkat perkembangan psikososial anak yang selanjutnya mempengaruhi identitas dan perilaku anak pada masa remaja. Perceraian orang tua mempengaruhi perkembangan psikososial anak dengan cara yang berbeda-beda, tergantung pada usia anak pada saat perceraian. Misalnya perceraian yang terjadi pada usia anak yang berbeda akan membawa perkembangan psikologis anak yang berbeda pula dan mempengaruhi tumbuh kembangnya di masa depan. Menurut teori Erikson, perceraian orang tua dapat menyebabkan anak berperilaku buruk, seperti menjadi pemurung, agresif, kasar, depresi, dan mudah putus asa. Hal ini terjadi karena anak ingin mengungkapkan emosi dan kesedihan yang dirasakannya akibat perceraian orang tuanya. Dengan demikian, teori psikososial Erik Erikson memberikan wawasan penting tentang bagaimana perceraian orang tua mempengaruhi perkembangan psikososial anak, khususnya pembentukan identitas dan perilaku selama masa remaja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI