Mohon tunggu...
Belitut Ngurah
Belitut Ngurah Mohon Tunggu... -

pernah bekerja di Harian Nusa Tenggara,Bali.Kini selain sebagai PNS juga sebagai editor Saras Media School

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pengakuan Mantan Wartawan

30 Maret 2014   01:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:18 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Saya tertarik mendengar pengakuan jujur teman saya,mantan seorang wartwan lokal di Bali.Menurutnya,ia sering merasa berdosa dalam merefortase sebuah berita karena   berita yang tercetak tidak obyektip.Hal ini disebabkan  adanya  pesanan dari nara sumber kepada redaktur /penanggung jawab redaksi sehingga berita yang termuat sering tidak sesuai dengan kata hatinya sebagai seorang insan pers.

Namun apa mau dikata dasar "keburtuhan perut" ia terpaksa menjadi "koki" yang menghidangkan makanan sesuai pesanan."Terus terang,saya gak berani terlalu  edialis untuk mempertahkan prinsip -prinsip pers yang bebas bertanggung-jawab karena dibelakangnya saya ada sejumlah nyawa yang perlu makan dan kebutuhan lainnya.Akibatnya saya terpaksa melakukan "dosa profesi" yang sebetulnya pertentangan dengan kata hati"katanya jujur.

Bila dikaitkan dengan pengakuan jujur teman saya itu,rasanya tidak mengherankan kalau berita-berita yang termuat di media lokal di Bali dalam beberapa bulan terakhir ini  kerap menimbulkan gerah,Fasalnya banyak berita yang memuji seorang figur secera berlebihan namun tidak sedikit pula yang mencaci maki,mengumpat habis-habisan seorang pejabat.Akibatnya ber,munculan pertanyaan ,"ada apa dibalik semua itu"? Kenapa profesi yang luhur dan berakses pada kepentingan rakyat itu diperjualbelikan dengan cara murahan?  Mudah-mudahan pengakuan jujur teman saya yang mantan insan pers  itu sebagai jawaban atas segala pertanyaan yang muncul untuk selanjutnya dibenahi oleh praktisi pers sehingga ke depan media/pers betul-betul menjadi corong untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun