Belanda? VOC? memberikan area abu-abu. Sampai saat ini pun, ada selentingan yang menyatakan bahwa Belanda tidak mengakui kedaulatan Indonesia karena memang Indonesia tidak pernah merdeka dan tidak pernah terjajah oleh Belanda. Mungkin Anda akan berpikir, jadi 350 tahun itu apa? Ingin tahu saja? Dagang saja? Entahlah, sebagai rakyat yang pernah diberikan pelajaran sejarah di sekolah, buat saya itu adalah bentuk 'penjajahan'.
Eksploitasi besar-besaran, tanam paksa, kerja rodi, peristiwa berdarah, dll dll. Bahkan setelah membaca novel Max Havelaar karya Multatuli, saya semakin yakin Belanda datang ke Indonesia mempunyai misi lain dari hanya sekedar berdagang. Buku ini bahkan memberikan terapi shock tersendiri bagi orang Belanda. Pertanyaannya sekarang adalah seberapa lantang kita bisa menanyakan ini? Seberapa jauh kita bisa menggalinya fakta di Belanda dan di Indonesia? Apa dampak terhadap negeri kita saat Belanda tidak mau mengakui kemerdekaan kita?Â
Kolonialisme Belanda di Indonesia memang masih memberikan konflik dan kontroversi tersendiri. Belanda, mau tidak mau adalah bagian dari masa lalu bangsa. Hakikatnya masa lalu adalah bahan pembelajaran bagi masa kini dan masa depan. Tidak ada yang dapat merubah masa lalu, terlepas masa lalu itu sudah valid atau penuh tanda tanya. 70 tahun telah berlalu, Indonesia dan Belanda tetap menunjukkan eksistensinya di muka bumi. Salah satu hal yang valid bahwa saya adalah anak Indonesia. Sekarang, di sini, saya dan ribuan anak Indonesia lainnya belajar di negeri yang 'pernah menjadi bentuk perjuangan' nenek-kakek moyang. Tak pernah ada kebetulan.
Kalau ditanya hal apa saja yang membuat saya berpikir, berusaha paham, dan ironi, mungkin salah duanya adalah merayakan hari Kemerdekaan dan hari Pahlawan di Belanda. Bagaimana tidak? kasarnya bisa-bisanya sekarang saya minum dari air, hirup udara, sampai buang hajat di negeri ini. Di atas itu semua, setelah beberapa tahun tinggal di negeri ini, saya menemukan banyak kepingan Indonesia. Jalan-jalan dengan nama kota, pulau, atau pahlawan dari Indonesia bisa sekali kita temukan. Belum lagi makanan nusantara atau benda-benda sejarah yang kini banyak berdiam di museum-museum besar negeri van Oranje.
Kepingan-kepingan ini memberikan perspektif baru dan berbeda bagi saya untuk melihat Indonesia.Bangsa yang meski masih mempunyai banyak PR, namun selalu memberikan tempat pulang setidaknya bagi saya. Tulisan ini akan berusaha saya lanjutkan setelah membaca buku Bitter Spice dan mungkin akan ada fakta/kepingan sejarah lain yang dapat kita temukan dan pelajari. Pada akhirnya, semua kembali ke diri setiap orang, mau melihat seperti apa sejarah itu.
Mungkin penting adanya untuk tidak terperangkap pada nasionalisme atau patriotisme yang salah, karena tidak ada masalah (dalam hal ini sejarah) yang bisa didekati dengan kacamata kuda. Setidaknya setiap pendekatan akan bermuara pada satu titik yaitu memperbesar area hitam-putih dan memperkecil area kelabu. Selamat 70 tahun Hari Pahlawan!Â
"Kita tak pernah bisa memilih terlahir dari negeri seperti apa, pun saat kita terpilih menjadi satu dari ratusan juta rakyat Indonesia. Namun, kita bebas memilih peran apa yang kita mainkan untuk negeri ini. Saya memilih untuk tidak menjadi orang pintar yang ingin mengubah seluruh negeri ini, namun saya memilih menjadi orang bijak yang mampu mengubah diri sendiri. Bukankan perubahan Indonesia bermula dari perubahan mental dan tindakan dari diri setiap rakyatnya?" (Belinda PCD, 2015).
Â
*Sebagai tambahan, buku Bitter Spice ini merupakan satu dari 8 buku yang akan dirilis oleh Rijks Museum di rentang tahun 2015-2017. Selain Indonesia, akan ada China, Ghana, Jepang, Sri Lanka, Suriname & Brazil, Afrika Selatan, dan India yang akan berbagi sejarah dengan Belanda dalam bentuk buku.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H