Mohon tunggu...
Belfin P.S.
Belfin P.S. Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang bapak yang makin tua dan bahagia

IG: @belfinpaians

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kamu Tim "Sampah" atau Tim "Indah"?

14 April 2024   11:30 Diperbarui: 14 April 2024   11:33 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Suatu ketika, anak saya yang masih duduk di kelas 1 SD tiba-tiba saja berkomentar saat kami melintas di sebuah jembatan kecil di kampung, dekat perumahan kami. Dengan polosnya, ia setengah berteriak kepada seorang ibu yang membuang sampah dari atas jembatan ke sungai.

"Ga boleh buang sampah di sungai!" katanya sedikit kesal.

 Ibu yang sudah terlanjur membuang sampah tampak memelototi saya. Ia tampak kesal karena ditegur. Ulahnya itu membuat dia malu sendiri setelah menyadari kalau anak saya dan juga beberapa orang yang melintas di sana tampak tak suka dengan ulahnya. Ibu itu langsung beranjak tanpa menunjukkan raut bersalah. Menurutku, peristiwa yang tidak mengenakkan itu membuatku sangat prihatin, kenapa orang-orang membuang sampah di sungai. Sepertinya, hal itu sudah menjadi kebiasaan di sini. Tak heran bila wajah sungai dipenuhi oleh tumpukan sampah. Pemandangan ini makin jorok saat musim kemarau karena pada akhirnya, sungai ibarat tempat pembuangan sampah. Konon katanya, hujan akan menghanyutkannya ke laut saat musim hujan. Sungguh, itu logika yang buruk dan tolol!

Kesadaran kecil yang ditunjukkan anak saya membuat saya penasaran, kenapa ia tertarik mengomentari hal itu. Jawabannya sangat polos. Kata gurunya, sampah harus dibuang di tempat sampah dan tidak boleh membuang sampah sembarangan supaya lingkungan bersih. Kebersihan harus dimulai dari diri sendiri karena kebersihan adalah sebagian dari iman. Wow...saya salut dengan gurunya. Tampaknya, value yang sederhana itu begitu berkesan di ingatannya hingga ia berani menegur orang yang tidak membuang sampah pada tempatnya. Keberanian kecil ini, bagi saya, cukup menampar kesadaran saya sebagai orang dewasa. Kejadian membuang sampah di sungai tadi bukanlah contoh yang baik yang bisa diteladani oleh generasi muda. Kebiasaan membuang sampah sembarangan adalah bentuk keegoisan kita sebagai orang yang berpendidikan, sekaligus juga sebagai wujud dari kegagalan pendidikan kita, termasuk kegagalan kita mengamalkan ajaran agama kita.

Tentu saja, hal yang menarik perhatian saya di sini adalah ungkapan yang mengatakan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Kalau dikaitkan, iman bukan hanya persoalan dalam pendidikan secara umum, tetapi juga persoalan agama karena jelas-jelas disebutkan bahwa kebersihan itu adalah cerminan dari iman kita sebagai manusia yang beradab, yang tahu mana yang baik dan buruk.  Artinya, kalau kita masih membuang sampah dengan sembarangan, berarti ada yang salah dengan hidup iman kita.

Persoalan ini menggelitik urat saraf saya lagi. Gara-gara melintas di jalan raya sehabis takbiran, pemandangan sisa-sisa sampah bertebaran lagi. Entah kenapa, pemandangan membuang sampah dan meninggalkan "jejak kotor" ini selalu saja terjadi saat acara-acara besar terjadi seperti lebaran, tahun baru, termasuk saat menghadirkan massa di tempat konser (lapangan terbuka), bazaar, pasar malam, dan lain-lain. Setelah acara selesai, sampah-sampah akan berserakan di mana-mana. Anehnya, tak ada seorang pun yang memiliki kesadaran yang panjang bahwa sampah ini bisa merusak pemandangan (kecuali petugas kebersihan atau panitia. Kalau tidak ada bagaimana?) atau bisa merusak lingkungan. Inilah yang terjadi setelah malam takbiran. Ledakan petasan dan cahaya kembang api yang tampak menghiasi langit dan jalanan umum memang menunjukkan euforia selebrasi menyambut lebaran. Tapi sayangnya, usai perayaan itu, sisa-sisa sampah petasan bertebaran di jalan raya. Tidak ada upaya untuk membersihkannya, seperti kondisi sebelum mereka bermain petasan dan kembang api. Tak ada juga yang peduli. Sepanjang jalan umum di kampung seperti itu. Lalu pertanyaannya, "Siapa yang akan membersihkannya?". "Ke mana mereka yang bermain petasan dan membuang sampah-sampah ini?". Mungkin jawabannya, "Hujan akan membersihkannya lagi!". Edan tenan! Uenak banget kalau gini caranya!

Kita patut malu dengan diri kita sendiri. Kebiasaan buruk ini sebaiknya jangan dipelihara karena kebiasaan ini pasti akan menular. Awalnya mungkin hanya membiarkan sampah kecil yang tidak dibuang pada tempatnya, kemudian menjalar pada kebiasaan membuang sampah di sungai, lalu meninggalkan sampah di tempat umum seperti bioskop, tempat makan, konser, pasar malam, lalu pada akhirnya meninggalkan mindset, "Bukan sampahku, bukan rumahku, maka aku ga peduli!".  Maka, jangan heran apabila di negara kita, kebiasaan ignorance (ketidakpedulian) ini makin tumbuh menjamur karena kita menjadi egois dan tidak memiliki kesadaran tentang menghargai lingkungan dan orang lain. Minimnya kesadaran itu akhirnya merambah ke mana-mana. Tempat-tempat umum seperti toilet umum menjadi tidak nyaman karena kotor, taman-taman yang sudah dipercantik akhirnya dipenuhi sampah, tempat wisata yang sejatinya bisa dipakai bersama menjadi tidak aman, dan transportasi umum yang sudah dipersiapkan dengan bersih menjadi tidak nyaman, dan lain-lain.  Kalau sudah begini, jangan salahkan pihak lain kalau banjir terjadi, lingkungan menjadi tidak nyaman, dan interaksi sosial makin merenggang. Ini semua bisa terjadi karena kita belum mengamalkan ajaran agama dan nilai-nilai pendidikan di sekolah dengan baik. Coba kalau saja ada sedikit kesadaran tentang menghargai orang lain dan lingkungan, kita pasti bisa menikmatinya bersama. Apalagi kalau kita memaknai filosofi tadi, kebersihan memang bagian dari iman kita! Sudah sewajarnya kita menjaga kebersihan diri dan lingkungan kita.

Kita sepatutnya belajar dari orang Jepang. Saat Piala Dunia  2022 kemarin digelar, pemandangan insipiratif ditunjukkan oleh suporter Jepang yang rela memungut sampah dan membersihkan stadion usai pertandingan.  Padahal itu bukan sampah mereka sendiri loh! Itu sampah suporter lain! Aneh, kan? Bagi saya itu tidaklah aneh karena kebiasaan orang Jepang untuk menghargai lingkungan sangat tinggi loh. Jepang sering dianggap sebagai salah satu negara terbersih dari sampah di dunia. Hal ini dikarenakan tingkat disiplin tinggi dalam menjaga kebersihan yang dimiliki hampir semua warga Jepang. Bahkan, Jepang sering dijuluki sebagai negara tanpa sampah. Di Jepang, hanya terdapat sedikit tempat sampah umum, berbeda dengan banyak negara lain yang memiliki begitu banyak tempat sampah umum untuk mencegah orang membuang sampah secara sembarangan.

Kalau kita bandingkan dengan negara kita, mungkinkah kita bisa seperti itu, atau malah makin buruk? Kalau kondisinya saja sudah seperti langit dan bumi begini, kira-kira siapa yang lebih agamis dan beriman ya? Jepang atau Indonesia? Hmm....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun