Bagi Anda yang akhir-akhir ini bekerja dari rumah secara online (daring), pasti merasakan bagaimana nikmatnya duduk seharian di depan laptop dan menatap layar berjam-jam tanpa henti. Apalagi telekonferensi secara daring lewat berbagai platform seperti zoom, google meet, dan lain-lain.Â
Anda pasti merasakan bagaimana waktu berlalu begitu cepat. Anda baru sadar bahwa terlalu banyak waktu yang dipakai untuk sekadar rapat atau bekerja dengan kelelahan yang berbeda-beda. Namun, pada kenyataannya, banyak hal yang berubah seiring dengan banyaknya waktu yang terhabiskan di satu titik yang sama.
Ada satu hal menarik yang terlintas di benak saya ketika dalam pertemuan daring, cukup banyak orang yang tidak percaya diri dengan diri mereka sendiri.Â
Fitur video yang sudah terdapat di platform itu seringkali tidak difungsikan karena berbagai alasan seperti kamera yang tidak berfungsi, internet yang tidak begitu cepat, hingga pada ketidakpercayaan diri untuk bertemu dengan orang lain.Â
Berbagai alasan itulah yang membuat orang memilih untuk tidak tampil di layar, bersembunyi di balik kamera, dan cenderung mengandalkan suara ketimbang gambar. Padahal, Anda sedang bertemu. Bagaimana rasanya bertemu tapi tidak saling melihat, bahkan untuk melihat bahasa tubuh dan respon kepada kita. Tapi ternyata pertemuan bisa diwakilkan oleh suara saja. Apa bedanya dengan bertelepon dong?
Fenomena pertemuan secara daring ini memang menjadi hal baru di masa-masa pandemi ini. Saya sebut baru karena hampir seluruh umat manusia, khususnya dalam bidang pendidikan dan pekerjaan yang melibatkan banyak orang, memiliki kecenderungan untuk mengalami ini.Â
Bertatap muka secara daring. Kehidupan berubah menjadi daring. Sebagian besar hidup kita dialihkan ke dunia daring. Maka tak heran apabila lahir sebuah budaya untuk menampilkan diri sendiri melalui kamera yang tersedia di perangkat-perangkat teknologi komunikasi.
Hal inilah yang menjadi tuntutan di beberapa bidang pekerjaan, termasuk bidang pendidikan. Belajar online memerlukan pertemuan yang tidak hanya melalui suara, tapi juga tubuh.Â
Dengan menampakkan wajah, kita bisa saling mengenal dan berkomunikasi dengan baik. Kalau hanya mengandalkan suara, rasanya kurang mewakili seluruh pertemuan itu.Â
Namun, tak bisa dipungkiri kalau ternyata masih banyak orang yang tidak memanfaatkan vitur video dan kamera yang terdapat di masing-masing perangkat. Dalam dunia pendidikan misalnya. Agaknya sangat aneh apabila guru mengajar ketika semua video anak-anaknya dalam posisi off.Â
Guru hanya menatap sebidang layar dengan kotak-kotak hitam tanpa profil (kalau anak-anaknya juga malu membuat profil foto sendiri), berisi tulisan nama saja. Yang mengenaskan lagi apabila siswa-siswanya juga tidak merespon apa-apa. Suasana menjadi beku dan kaku. Yang terjadi adalah dialog monolog antara guru dan layar. Ketiadaan tatap muka secara fisik ini tampaknya akan mengubah dunia pendidikan masa kini.