Sebagai manusia, betapa tersentuh dan menyedihkan ketika melihat apa yang tampak dalam foto di atas. Betapa menyedihkan bila sesama manusia diperlakukan sebagai budak untuk sesamanya, direndahkan bahkan dipandang sebagai pribadi yang lemah dan tak berarti. Secara teologis, manusia adalah makhluk yang paling istimewa dan berharga. Bagi pejuang nilai kemanusiaan, manusia adalah agen sentral dari segala sesuatu. Namun bila berpapasan dengan semacam foto di atas, esensi dan makna kemanusiaan itu sangat dipertanyakan kembali.
 Dari foto di atas, saya melihat, bahwa betapa perempuan yang diciptakan setara dengan laki-laki, diperlakukan secara tidak adil baik dari segi pendidikan maupun pekerjaan. Di sini bukan hanya ketidaksetaraan gender yang menjadi persoalan tetapi juga terjadi dehumanisasi, dimana nilai kemanusiaan itu mengalami kehancuran dari kesakralannya.Â
Kendatipun dalam foto di atas tidak menunjukkan secara eksplisit identitas laki-laki, namun dengan menampilkan gambar tersebut seakan-akan memberi kesan bahwa perempuan lebih rendah dari laki-laki. Â Perempuan seakan akan tidak ada pilihan lain selain bekerja sebagai ibu rumah tangga; memasak, membersihkan rumah, mengurus anak-anak, singkatnya segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan rumah.Â
Hal ini kita bisa melihat pada apa yang nampak pada gambar di atas. Â Dengan berbagai bentuk aksesoris yang nampak, seakan-akan mau menunjukan bahwa itulah satu-satunya profesi perempuan. Dan secara tidak langsung, laki-laki sajalah yang pantas untuk bekerja sesuatu di Rana publik. Ini adalah bentuk Misogini yang sangat radikal. Â Perempuan seperti anak-anak yang harus berada dibawah kendali lali-laki (Skopenour).Â
Dari foto di atas juga, kita bisa melihat kalau itu juga bentuk ketertindasan paling radikal dan fundamental terhadap perempuan. Apa yang tampak, sepertinya mau menunjukan kalau perempuan memiliki beban yang cukup banyak dari pada laki-laki. Dan semua itu bukan karena atas keinginan perempuan itu sendiri tetapi atas dasar struktur yang telah dibuat oleh laki-laki. Peran perempuan dalam masyarakat tidak memiliki tempat untuk menunjukan jati dirinya. Dia seperti tertindas oleh banyaknya beban pekerjaan sehingga untuk berinovasi dan berkembang cukup sulit.
Padahal mereka (Perempuan) seharusnya mampu  menjadi pribadi yang produktif,  perempuan harus punya otonomi pada pikiran dan tubuhnya sehingga menjadi dirinya sendiri dan bukan menjadi budak dari suami dan anaknya.  Perempuan juga harus diberi hak dan kebebasan yang sama dengan laki-laki, baik dalam bidang politik, pendidikan maupun pekerjaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H