Mohon tunggu...
Bela putri afrilia
Bela putri afrilia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

memiliki hobi menulis berbagai karya sastra

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dampak Stigma Negatif Kesehatan Mental terhadap Remaja Indonesia

19 Juni 2023   22:30 Diperbarui: 19 Juni 2023   22:38 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) merupakan survey kesehatan mental nasional pertama di Indonesia yang mengukur kejadian gangguan mental pada remaja usia 10-17 tahun di Indonesia. Hasil surveynya pada tahun 2022 menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental, angka ini setara dengan 15,5 juta remaja dan satu dari dua puluh remaja Indonesia memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir pada tahun 2022 yang setara dengan 2,45 juta remaja. 

Hasil survey ini cukup mengejutkan dan menimbulkan banyak pertanyaan mengapa hal ini bisa terjadi? banyak faktor yang bisa menyebabkan gangguan terhadap kesehatan mental remaja, seperti pengalaman traumatis, proses perkembangan, lingkungan, dan juga faktor genetik. Usia remaja merupakan usia yang rentan terhadap gangguan kesehatan mental karena pada fase ini anak akan mulai merasakan banyak perubahan dalam dirinya termasuk emosi-emosi yang bergejolak yang belum mampu ia atasi sendiri.

Berbicara mengenai faktor-faktor penyebab gangguan kesehatan mental pada remaja Indonesia, hal yang seharusnya disoroti adalah pandangan dan sikap yang diberikan masyarakat terhadap isu ini. Hasil dari survey I-NAMHS juga membuktikan bahwa hanya 2,6% dari remaja yang memiliki kesehatan mental menggunakan fasilitas kesehatan mental atau konseling kepada tenaga profesional untuk mengatasi masalah emosi dan gangguan perilaku mereka. Mengapa bisa demikian? Hal ini tidak lepas dari adanya stigma negatif masyarakat terhadap orang-orang yang mengalami gangguan kesehatan mental. 

Padahal, saat ini banyak tenaga profesional di bidang kesehatan mental sudah mulai menggembor-gemborkan mengenai isu kesehatan mental. Bisa dibayangkan bagaimana para remaja yang mengetahui bahwa ada yang tidak beres dengan mentalnya memilih untuk diam dan memendam semuanya sendirian karena takut dan malu untuk membicarakan permasalahannya hingga akhirnya berujung kepada permasalahan yang lebih serius yaitu memilih jalan bunuh diri.

Beberapa contoh kasus remaja bunuh diri yaitu yang pertama seorang pemuda berinisial TJS berusia 17 tahun mengakhiri hidupnya pada tanggal 26 Mei 2023 dengan cara menjatuhkan diri dari atas jembatan Soekarno-Hatta kota Malang. Bahkan, diketahui bahwa sebelumnya korban sudah mencoba melakukan aksi bunuh diri ini pada tahun 2022 di tempat yang sama namun, dapat digagalkan oleh warga setempat yang melihat gelagat anehnya. Kasus kedua yaitu perempuan berumur 14 tahun dengan iniasial NAM yang mencoba mengakhiri hidup dengan cara yang sama pada kasus sebelumnya yaitu menjatuhkan diri dari jembatan yang berada di Jalan Majapahit pada tanggal 16 Januari 2023.

Syukurnya, NAM dapat diselamatkan setelah tim gabungan Polsek Klojen Polresta Malang bersama relawan menyusuri sekitar sungai. Sebenarnya masih banyak kasus remaja di Indonesia yang memilih untuk mengakhiri hidupnya, dua kasus tersebut adalah kasus yang kejadiannya belum lama terjadi di tahun ini.

Upaya-upaya bunuh diri yang dilakukan remaja di Indonesia ini memberikan banyak pertanyaan mengenai bagaimana korban dapat memikirkan untuk melakukan tindakan tersebut? Seberat apa masalah yang dihadapinya sehingga memilih untuk mengakhiri hidup? dan Mengapa keluarga dan teman-temannya tidak ada yang berusaha menolong? 

Kita tidak dapat menyalahkan sepihak antara korban ataupun orang-orang terdekatnya. Banyak dari keluarga korban pun merasa sangat terkejut ketika mengetahui anak, adik, kakak, dan teman mereka meninggal dengan cara yang tidak pernah dibayangkan. Banyak pula korban yang dikenal memiliki kepribadian yang baik dan ceria sehingga tidak pernah disangka memiliki gangguan kesehatan mental yang mengantarkannya pada aksi bunuh diri.

Lagi-lagi stigma negatif di masyarakat yang memandang bahwa memiliki masalah atau gangguan kesehatan mental merupakan aib yang harus ditutupi dan dijauhi membuat banyak orang khususnya para remaja menutup diri dan berusaha untuk menyembunyikan permasalahannya dari orang-orang di sekitarnya dan tidak memilih untuk meminta pertolongan pada tenaga professional. Edukasi mengenai kesehatan mental harus terus disuarakan agar stigma negatif masyarakat mengenai ini akan memudar secara cepat atau lambat.

Selain itu, edukasi mengenai faktor dan gejalanya pun harus diberikan kepada masyarakat agar kepedulian terhadap orang lain yang mengalami gangguan kesehatan mental khususnya para remaja ini semakin meningkat sehingga saat gejalanya mulai muncul dan terlihat, dapat langsung diatasi sebelum kejadian yang tidak diinginkan terjadi.  

Ketika kita tidak mampu mencegah faktor penyebabnya, kita dapat melakukan upaya sebagai solusi untuk mengatasi permasalahannya. Karena nasib bangsa Indonesia di masa depan berada di tangan generasi mudanya saat ini. 20% penduduk di Indonesia merupakan para remaja yang berada di rentan usia 10-19 tahun, jika fisik dan mental generasi mudanya rusak maka bagaimana bangsa ini dapat mencapai cita-cita menjadi bangsa yang maju di masa depan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun