"Tanam, tanam, sekali lagi tanam". Ini seruan klasik  almarhum Bapa Penghijauan Nusa Tenggara Timur, El Tari.  Penulis sebagai rakyat kecil melanjutkan,  "Siram, siram sekali lagi siram". Ini baru bisa tumbuh yang kita tanam. Tanam, tidak siram, percuma, mati. Kita di NTT,  empat bulan hujan, delapan bulan kering. Manusia, hewan dan tumbuhan butuh air untuk hidup. Bukan hanya hidup empat bulan lalu layu delapan bulan. Manusia dan hewan bertahan, tanaman tidak. Manusia dan hewan berpindah, bisa lari hindari kegersangan. Tanaman tetap tegak di mana dia ditanam. Terik matahari dia tadah sepanjang musim kemarau, delapan bulan, dari Maret sampai Oktober.
      Tanam adalah tindakan manusia yang manusiawi. Tumbuhan apa pun tumbuh sendiri, itu hukum alam. Tanam, siram, pelihara penuh rasa sayang, itu manusiawi. Bayangkan, sudah tanam, biarkan merana dan mati. Sampai hati. Ulah kita manusialah yang menghalangi malah merusak hukum alam dengan menebas dan membakar tumbuhan apa pun yang tumbuh sendiri atau ditanam. Di kebun ditebang. Di hutan dibabat. Dengan sekali tebas,  api sekali sulut, tanaman mati, hangus terbakar.
      Hewan lari atau terbang menghindari api, tapi tumbuhan berteriak meringis dan mati sesaat atau mati perlahan-lahan. Kita manusia sering hanya menonton malah ada yang tambah membakar tanpa rasa sayang sedikit pun. Rumput yang hanya setahun umurnya dalam hitungan menit, lenyap. Tapi pepohonan yang hidup belasan, puluhan malah ratusan tahun, berserah diri dilalap api. Kulitnya terkelupas, daun-daun hangus, ranting dan batang membara patah, ada yang langsung mati ada yang meraung bertahan dan hidup lagi di musim hujan nanti. Tuhan, Pencipta melihat semua ini.
      Tanam apa pun saja yang berguna bagi kehidupan kita manusia, satu kewajiban. Tanaman hidup, kita hidup. Kita manusia ini dapat makan dari tiga orang. Petani, Peternak, Nelayan. Mereka tiga ini yang hasilkan langsung nasi di piring, daging di mangkok dan ikan di dulang. Mereka tiga butuh tanaman. Di laut pun ada tanaman. Di pantai ada bakau, di pesisir bisa ditanam rumput laut. Itu di laut. Di daratan, petani dan peternak sangat bergantung pada tanaman. Untuk manusia disebut pangan, untuk ternak, pakan. Semua ini ditanam. Pantas Bapak El Tari serukan "Tanam, tanam sekali lagi tanam".
      Tanam siram atau siram tanam. Serentak. Tidak bisa tanam sebelum siram. Tidak boleh tanam lalu tidak siram. Seluruh daratan di mana pun tidak boleh dibiarkan tanpa tanaman. Hanya batu saja yang tidak bisa ditanami. Itu pun batu masih berguna untuk dirayapi oleh tanaman. Tanah dan tanam itu satu. Dua-duanya perlu siram. Tanah disiram, tanaman disiram. Air itulah bahan siraman. Dari mana air itu? Hujan. Hujan turun tanaman tumbuh dengan sendirinya. Jamur pun tumbuh subur di musim hujan. Sayang, di Provinsi kita, Nusa Tenggara Timur, hujan hanya empat bulan. Delapan bulan yang lain? Yah, sederhana. Tangkap hujan, jebak hujan. Berbagai cara bisa ditempuh. Pokoknya harus ada air untuk siram dan tanam.
      Tumbuhan butuh air. Berarti, tanam-siram-tumbuh perlu air. Tanaman yang ditanam lalu disiram rutin akan menghasilkan berbagai kebutuhan untuk hewan dan manusia. Pangan dan pakan butuh air. Papan, perumahan, butuh tanaman. Sandang, butuh tanaman untuk hasilkan serat. Ini mata rantai tak terpisahkan, tanam-siram-tumbuh. Kita lalai dan abai dalam yang di tengah itu, siram. Tanaman yang kita tanam, layu dan mati, kita mengeluh, kurang air, tidak ada air untuk siram. Lalu hibur diri, gagal panen. Pukul dahi, tepuk dada. Kasihan, menyesal, tanam setengah mati, tumbuh, lalu mati, tanpa hasil. Karena tidak siram.
      Jangankan di padang, di halaman rumah pun tanaman pohon, bunga dan sayur, layu, mati di pelupuk mata karena tidak disiram. Tidak ada air, mau siram dengan apa. Ternak yang dipelihara pun kurus kering tinggal tulang, karena pakan kurang, air susah. Ternak susah, tuannya sedih. Di rumah, makan kosong karena tidak ada daging, tidak ada ikan. Gizi kurang, sampai gizi buruk, stunting, kerdil, cebol, kita saling persalahkan, padahal pokok kesalahan itu pada tiga huruf  ini, TST, "Tanam + Siram + Tumbuh". Dari mana dan di mana bisa ada tumbuhan yang tumbuh kalau tidak ditanam dan disiram?
      Untuk tanam harus ada air, wajar, harus. Untuk tumbuh juga harus ada ada air, wajar dan harus. Upaya kita? Siapkan air untuk siram setiap saat, tidak tunggu musim hujan. Selama musim kemarau, air tetap tersedia untuk siram supaya tanam dan tumbuh.  Yang tumbuh tetap disiram supaya terus tumbuh dan berhasil. Kalau berbagai tanaman tumbuh dan berhasil, dengan sendirinya hewan dan manusia dapat memperoleh bahan pakan dan pangan.
      Ada kearifan orang Israel sekarang ini untuk sedia air sebanyak mungkin dan atur air itu untuk tanam, siram dan tumbuhkan berbagai tanaman. Cara Israel itu sederhana. Air dari sungai Yordan dipompa ke bukit-bukit dan dari sana dialirkan ke lahan pertanian. Ini ditulis dalam buku yang laris manis, tulisan Seth M. Siegel tahun 2015, berjudul, "Israel's solution for a water-starved world, LET THERE BE WATER". Dalam bahasa Indonesia: "Cara Israel Mengatasi Negeri  Yang Kekurangan Air: JADILAH AIR".  Tiga cara dipakai. Air dari Sungai Yordan dipompa, air bawah tanah dibor dan air laut ditawarkan, desalinisasi. Jadi ada tiga sumber air. Tanaman hidup, ternak berbiak. Mereka kelimpahan makanan lalu ekspor ke luar negeri. Sudah ada ribuan anak-anak muda kita kursus di Israel untuk mempelajarai teknologi mengatasi kekurangan air ini. Tidak perlu datangkan orang Israel ke sini.
            Kita cukup upayakan ketersediaan air dengan cara kita. Sederhana saja. Air hujan ditampung atau ditangkap dengan berbagai cara, buat bak tadah air hujan, kolam buatan, bangun embung-embung, bendungan kalau ada dana cukup. Ke bukit-bukit dialirkan dengan sistim pompa, ke tempat yang lebih rendah dengan sistim alirkan, gravitasi. Dalam kota-kota, buat sebanyak mungkin bak penampung air lalu pasang pipa-pipa untuk siram anakan pohon yang ditanam. Kalau pakai mobil tangki, boros waktu, tenaga dan dana. Cukup areal taman kota dijangkau dengan jaringan pipa-pipa dan keran dibuka, tanaman disiram. Ini pikiran penulis sebagai orang awam. Banyak ahli untuk jabarkan pikiran penulis ini.
      Tanam apa saja di setiap jengkal tanah. Tidak boleh ada tanah yang diberi gelar 'lahan kering'. Hujan empat bulan sudah cukup untuk dimanfaatkan dengan berbagai upaya sederhana, tangkap air. Tuhan, terimakasih, tanah kami, ciptaan-Mu sudah disiram selama empat bulan. Kami lanjutkan dengan tangkap air itu lalu siram tanam tumbuh, STS.