Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Peran

28 Juli 2024   08:07 Diperbarui: 28 Juli 2024   08:08 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Peran. Setiap manusia ada peran. Tidak ada satu manusia pun yang tidak ada peran. TUHAN ciptakan setiap manusia itu dengan perannya masing-masing. Mana mungkin TUHAN ciptakan satu orang sekedar ada tanpa peran. Tidak mungkin.

Peran. Manusia dari kandungan ibu sudah ada peran. Hah, peran apa? Peran pribadi dalam kandungan itu ialah, menyadarkan ibunya dan juga bapaknya bahwa dirinya adalah hasil cinta antara dua insan. Bayi yang dikandung di luar nikah yang sah pun ada peran untuk mengingatkan kepada si Ibu dan Ayah untuk bertanggung-jawab di hadapan sesama terlebih di hadapan TUHAN.

Peran. Diri kita manusia ini masing-masing ada peran. Bayi yang baru lahir berperan untuk menangis mengingatkan ibunya dan ayahnya untuk beri rezeki sebagai wujud tanggung-jawab. Anak, remaja, dewasa, tua, semua yang kita yang namanya manusia ini ada peran terhadap diri, sesama dan TUHAN. Tidur nyenyak pun salah satu bentuk peran, kumpul tenaga. Yang tua renta, apa perannya? Beri nasihat dan terutama mendoakan yang muda agar hidup baik. Orang sakit? Perannya itu beri kesaksian bahwa hidup ini begantung pada orang lain, terutama pada TUHAN. Orang mati pun ada peran, sadarkan kita yang masih hidup bahwa hidup ini tidak sia-sia karena dari TUHAN kembali ke TUHAN.

Nafsu kita berperan untuk dorong diri kita tidak tinggal diam, terus bergerak cari hidup dengan kerja dan hasilkan makanan dan semua kebutuhan lain. Ada catatan, cari makan dengan jujur, tidak curi, tidak serakah. Itu namanya Nafsu yang teratur dan terukur.

Nalar kita berperan untuk pikir dan putuskan buat apa saja yang baik, benar dan berguna untuk kehidupan yang sedang kita jalani. Nalar  berperan pikir lurus, tidak bengkak-bengkok tipu sana tipu sini. Nalar berperan buat diri kita cerdas tidak culas.

Naluri kita berperan untuk dorong kita hidup bersama sesama guna sama-sama pelihara diri dan sesama dalam alam ini untuk hidup sama-sama sejahtera. Peran Naluri tidak boleh dibelokkan untuk ciderai sesama, iri dan dengki pada sesama, apalagi habiskan nyawa orang lain. Itu bukan peran yang dimaksud oleh SANG PENCIPTA. Peran Naluri itu rangkul sesama, balas yang baik dengan baik, yang buruk pun dibalas dengan yang baik.

Nurani kita berperan untuk pegang kendali supaya hidup itu baik dan benar, sayang sesama dan sembah TUHAN. Nurani berperan untuk buat diri kita teduh dan tenang dalam naungan Kasih Sang Maha Pengasih dan Penyayang.  (4N, Kwadran Bele, 2011).

Peran. Empat unsur dalam diri kita ini, NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI sama-sama serentak berperan menjadi peran diri pribadi kita untuk pelihara diri, pelihara sesama, manfaatkan alam, sembah TUHAN sujud PENCIPTA. Itulah peran kita masing-masing. Ganjarannya apa? Kebahagiaan baik di dunia ini maupun di akhirat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun