Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Siap

5 Juni 2024   16:30 Diperbarui: 5 Juni 2024   16:56 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

SIAP

Siap. Ini ucapan yang lazim di kalangan militer. Apa pun perintah atasan, dibalas, siap. Kalau tidak siap, waktu dipanggil, huru-hara, raba sana raba sini, bingung, panik. Hidup ini tidak boleh begitu. Harus tetap siap. Siap untuk apa? Untuk akhiri. Ngeri sekali. Tidak. Bekerja seolah akan hidup ratusan tahun, berdoa seolah sebentar akan mati. Ini bukan sikap orang yang putus asa. Tidak. Kaki injak bumi, tangan jangkau langit. Itu yang namanya siap.

Siap. Siap itu bukan sekedar siap-siap tanpa tahu pasti kapan dipanggil. Itu yang namanya siap asal-asalan. Hidup tidak bisa hanya sekedar hidup. Kita bukan serpihan bunga kapok randu yang habis pecah lepas dari polongnya dan bebas dihembus angin tak tentu ke mana arahnya. Kita jelas dari mana dan mau ke mana. Siap dan tetap siap.

Siap. Caranya? Berdiri tegak pada posisi di mana berada. Lihat kiri-kanan, muka-belakang, lalu maju langkah demi langkah. Sebagai petani, yah, bergaul dengan lumpur, benih dan panen. Sebagai prajurit, siap panggul senjata bela tanah air. Sebagai guru, siap bahan ajar dan ajar sesuai apa yang harus diketahui oleh pelajar dari berbagai jenjang usia. Sebagai pejabat pemerintah, siap perintah rakyat untuk semakin sejahtera. Sebagai tukang siap campur semen sesuai takaran yang benar. Sebagai pedagang, siap atur dacing tanpa main anak timbangan. Ini yang namanya siap.

Siap. Untuk yang benar-benar siap itu, sederhana sekali. Kita manusia ini tiap pribadi dilengkapi dengan empat unsur. Pertama, Nafsu. Siap makan untuk sehat. Atur nafsu makan. Jangan terkulai karena kekenyangan. Kedua, Nalar. Siap pecahkan setiap masalah dan cari jalan keluar yang benar dan baik. 

Jangan berbelit-belit dan berkelit pikir lain, omong lain buat lain. Ketiga, Naluri. Ingat ada sesama, mulai dari rumah sampai riuh ramai hiruk pikuknya orang di pasar. 

Kendali diri untuk atur diri untuk tidak jadi gangguan bagi orang lain tapi jadi tumpuan kaki bagi diri dan sesama. Keempat, Nurani. Di sana ada sempritan ibarat wasit. Dengar bunyi untuk mulai dan akhiri pertandingan. Dengar bunyi tiupan, salah langkah, stop. Bunyi lagi, lanjutkan dengan tertip sampai finis. Inilah peran empat unsur dalam diri kita untuk hidup siap dari saat ke saat. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Siap. TUHAN beri kita hidup dengan segala perlengkapan untuk tetap siap bila dipanggil pulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun