Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Warisan

11 Januari 2024   10:33 Diperbarui: 11 Januari 2024   10:39 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Warisan. Kata ini tidak asing lagi. Kata waris artinya 'orang yang berhak menerima harta pusaka dari orang yang telah meninggal'. Ini dari Kamus  Besar Bahasa Indonesia. Jadi warisan itu kita yang hidup ini terima dari mereka yang sudah meninggal. Muncul banyak hal. Pertama orang yang mewariskan harta pusaka itu. Dia atau mereka, mewariskan harta pusaka yang benar-benar ada nilainya atau tidak. Kedua, orang yang menerima warisan itu, ahli waris, tahu atau tidak bahwa barang yang diwariskan itu ada nilai atau tidak. Ketiga, warisan itu kalau bernilai,  dijaga dan dimanfaatkan dengan semestinya atau tidak. 

Warisan. Hidup kita manusia ini sebenarnya terdiri dari waris-mewaris. Yang mewariskan itu sudah pergi ke alam baka. Yang mewarisi ini, disebut ahli waris,  masih menghuni bumi. Sering terjadi para ahli waris ini bertengkar meperebutkan warisan. Masing-masing menyatakan dirinya lebih berhak sebagai ahli waris yang sah. 

Warisan. Alam dunia yang kita huni ini adalah warisan bersama semua umat manusia. Ini yang sering kurang kita fahami sehingga pengrusakan lingkungan hidup tetap terjadi.  Pribadi atau kelompok merasa berhak memakai sesuka-hati lingkungan yang ada di sekitarnya sebagai warisannya. Nafsu menikmati, ada. Harus dikendali oleh Nalar yang berfungsi mempertimbangkan azas manfaat dari lingkungan yang digarap. Naluri pun harus bekerja untuk mempertimbangkan kepentingan sesama manusia yang lain. Nurani berperan untuk menyadarkan diri kita masing-masing bahwa lingkungan hidup ini Pemilik-Nya adalah TUHAN. Inilah kerjasama antara empat unsur dalam kepribadian setiap diri kita, NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI yang melihat alam sebagai warisan bersama. (4 N, Kwadran Bele, 2011). 

Warisan. Kita sekarang yang mewarisi alam ini akan mewariskan kepada anak-cucu kita. Begitu seterusnya. Bayangkan, apa jadinya kalau kita wariskan alam yang rusak karena ulah kita akibat Nafsu menggarap yang tidak terkendali oleh Nalar, Naluri dan Nurani. Mari kita wariskan warisan yang rapi tertata. Anak-cucu kita, para ahli waris akan berseru gembira menerima warisan yang menghidupkan mereka. TUHAN SANG PEMILIK alam semesta akan menerima tanggung-jawab kita dan memberikan kepada kita kebahagiaan abadi di alam baka.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun