Hidung. Lupa saya? Coba wajah kalian tanpa hidung. Jadi apa? Maaf, tidak lupa bicara tentang hidung. Hidung itu hidup. Hidup itu hidung. Hidung ditutup, mulut terkatup, hidup terhenti. Hidung mancung. Gagah. Hidung pesek. Jelek. Ini penilaian antara kita sesama manusia. Cium dengan hidung. Hirup dengan hidung. Bau wangi, dihirup lewat hidung. Tidak mungkin lewat mulut atau telinga. Hidung belang. Celaan. Hidung kembang. Bangga. Tunjuk hidung. Tuduh. Tampak hidung. Sopan. Cocok hidung. Ikut-ikutan. Kerbau dicocok hidung. Ujung hidung. Di depan.
Kita lihat wajah kita di cermin. Tiba-tiba hidung hilang? Tanpa hidung? Celaka. Wajah ditentukan oleh hidung. Hidung di tengah wajah. Sentral. Tampil di mana saja, hidung lebih dahulu muncul dan jadi perhatian. Datang tampak hidung.
Nafsu kita dituntun oleh hidung untuk menjajagi di mana dan ke mana kita harus menuju agar keinginan kita itu tercapai. Nalar kita langsung mengarahkan hidung menemukan yang dicari. Naluri kita tuntun kita untuk hidung bertemu hidung. Cium kasih. Nurani kita menghirup nafas kehidupan lewat hidung. Hidup yang kita hirup lewat hidung menyadarkan kita bahwa kita ada bersama sesama yang kita kasihi dalam dekapan Sang PENGASIH Yang Mahakasih. Hidung berperanan sangat penting dalam hidup kita untuk menghirup harumnya makanan, Nafsu, mencari pengalaman dan pengetahuan, Nalar, merangkul sesama tanpa kecuali, Naluri, mengasihi sesama dan TUHAN, Nurani. (4N, Kwadran Bele, 2011).
Hidung menyatu dengan wajah. Kesempurnaan. Hidung menampilkan wajah yang cerah. Keagungan. Hidung tidak tersembunyi. Kejujuran. Hidung tidak keras. Kelembutan. Hidung di tengah wajah. Keseimbangan. Hidung menudungi mulut. Kepedulian. Hidung mengarah ke bawah. Kerendahan hati.
Hidung menampakkan dengan jelas kepribadian kita manusia. Hidung cacat membuat wajah parah, hidung utuh membuat wajah cerah. TUHAN dengan segala ke-Maha-bijaksanaan-Nya menempatkan hidup langsung di wajah tanpa pelindung yang menyembunyikan isi bathin kita. Heran bahwa bahasa kiasan kita memakai hidung untuk menyatakan kepribadian yang ceroboh dengan ungkapan 'hidung belang'. Sebaliknya, hidung dipakai untuk melukiskan kepribadian kita yang santun dengan ungkapan, 'datang tampak hidung', tidak sembunyi-sembunyi. Dengan hidung kita yang menonjol ke depan, kita tampil ada adanya, tanpa pura-pura dan tanpa tipu-dusta.
Hidung lambang kepolosan, lambang kejujuran, lambang keterbukaan, lambang keramahan. Ini yang berkenan pada sesama, terutama pada TUHAN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H