Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Balik

1 Januari 2022   17:08 Diperbarui: 1 Januari 2022   17:09 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Balik. Bolak-balik. Buang waktu dan tenaga. Jalan  satu kilometer  baru balik berarti jalan tiga kilometer. Pergi satu kilometer, balik satu kilometer, pergi lagi satu kilometer. Hidup ini sering begitu. Kelalaian, kesalahan sama dengan jalan balik. 

Bolak-balik. Hidup ini jalan dan berjalan. Kita sudah diberi jalan dan kemampuan untuk berjalan oleh PENCIPTA dan jalan ikut saja jalan itu.  Pasti sampai ke tujuan. Kita salah jalan, balik lagi ke jalan yang benar. 

Saling ajak ke arah yang salah, balik lagi. Ini yang sering disebut salah jalan atau sesat di jalan. Padahal jalan hidup ini lurus, mulus, rata, tidak berliku-liku. Kita sendiri yang buat lekak-lekuk.  

Aneh kalau TUHAN buat jalan bagi kita, kekasih ciptaan-Nya untuk jalan asal jalan, belok-belok untuk melelahkan, pasang arah yang salah agar tersesat. Tidak. Tidak mungkin TUHAN berbuat begitu. Lalu?

Nafsu kita diberi TUHAN untuk selalu ingin berjalan di jalan yang lurus itu. Makan supaya kenyang, sehat, hidup. Makan liwat batas, inilah  jalan lewat arah yang salah. Sakit dan perawatan, itulah bolak-balik. 

Nalar kita diberi cerah secerah siang terang, tapi kita sengaja tutup mata, pilih pengetahuan dan pengalaman yang mengelirukan diri dan sesama. Salah arah. 

Naluri kita diberi TUHAN untuk jalan bersama sesama, bantu-membantu, tolong-menolong seumpama jadi ke arah tujuan hidup yang bermanfaat. Sering sendiri pilih sesama yang salah, saling mengajak ke arah yang salah, menyimpang jauh, kalau sadar baru balik.

Nurani kita diberi TUHAN untuk menyadari bahwa jalan di jalan itu tidak sendirian, tetapi didampingi oleh begitu banyak penolong, roh-roh baik  yang juga disebut Malaikat. Kesadaran ini ada dalam Nurani. 

Tapi kalau Nurani tidak diindahkan lagi bisikannya, maka pasti jalan ke arah yang salah malah berlawanan dengan arah yang dituju.  (4N, Kwadran Bele 2011).

Balik di jalan karena '4N' ini tidak dimanfaatkan sesuai tujuannya. Bolak-balik. Keletihan yang dicari sendiri. Syukur kalau tidak tersesat. TUHAN, PENCIPTA kita sudah tetapkan jalan, atur arah, tuntun kita. Jalan tetap ke arah yang itu. TUHAN di sana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun