Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hidup dari Sudut Filsafat (71)

5 Juni 2021   14:27 Diperbarui: 5 Juni 2021   14:38 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup ini kembali. Dalam keluarga, ada tangis-tangisan. Ada apa? Seorang remaja puteri, dua tahun, tidak injak rumah. Tiba-tiba di siang itu, dia datang. Peluk orang tuanya. Meraung. Kembali. Alasan dia minggat, kemarahan orang tua, terhapus detik itu juga dengan hisakan tangis sang puteri dan deraian air mata orang tua. Seisi rumah terhipnotis rasa teduh campur pilu oleh kembalinya sang puteri yang berurai rambut sebahu dan pipi memerah delima terbakar derita. Kembali. Dia kembali.

Hidup ini begitu, kembali. Setiap saat kembali dan kembali. Kembali dari mana ke mana? Kembali dari siapa ke siapa? Dari dunia ke Surga. Dari Manusia ke Tuhan. Ini jelas dan tidak usah pele-pele. Ini terang dan tidak usah samar-samar. Siapa yang tetap di dunia ini dan tidak kembali? Kemali ke mana? Harus jelas. Ke Surga kalau hidup baik, ke naraka kalau hidup jahat. Ini yang biasa dikotbahkan. Ini yang ditulis dalam berbagai Kitab Suci. Mau percaya, silahkan. Mau tolak, silahkan. Tapi yang jelas, akan kembali atau mau pakai istilah lain, hilang atau mati atau lenyap dari peredaran di dunia ini. Itu yang dalam topik ini saya ungkapkan dengan istilah 'kembali'.

Hidup ini dikendali oleh Nafsu untuk cari yang baik dan lebih baik. Yang sungguh baik itu hanya ada dalam situasi asal kita, ada bersama Yang Mahabaik. Kalau begitu tidak ada jalan lain, kembali.  Hidup ini terbimbing oleh Nalar untuk mengetahui dan mengalami yang benar dan lebih benar. Yang paling benar itu ada pada Yang Mahabenar, Mahasempurna. Kembali ke Dia. 

Hidup ini ditarik oleh Naluri untuk mengalami suasana kebersamaan para kekasih kita baik yang sekarang ada bersama kita maupun yang dulu pernah ada dan tinggal kenangannya. Ada suasana hidup bersama yang penuh damai dan kasih. Di mana itu? Di hadirat Dia yang mengadakan kita. Kalau begitu segera kembali ke situasi itu. Hidup ini diperjelas oleh Nurani kita bahwa kebahagiaan yang serba adil dan  damai penuh kasih itu ada dalam haribaan Dia. Dari sana kita berasal. Ah, kalau begitu harus kembali ke sana. 

Inilah peranan empat unsur dalam diri kita: Nafsu + Nalar + Naluri + Nurani yang menyadarkan kita bahwa saya, anda, dia, kita yang hidup ini dari dan kembali ke asal-usul kita. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Kembali itu entah apa pun namanya, kembali ke  alam abadi, keabadian, kekekalan, surga, nirwana, pokoknya kembali ke asal kita. Jadi kita ini satu asal dan sedang kembali. Satu tujuan. Makanya aneh kalau ada di antara kita ini yang dalam perjalanan kembali, suka saling sikut satu sama lain. Damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun