Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hidup dari Sudut Filsafat (65)

28 Mei 2021   15:08 Diperbarui: 28 Mei 2021   15:13 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup itu iman. Iman itu hidup. Mati demi iman. Dipaksa untuk menyangkali imannya, lalu diamcam sampai dibunuh. Ini disebut martir. Iman dan agama itu tidak sama. Beda. Agama bahagian dari iman. Bukan iman bahagian dari agama. Di sinilah letak berbagai kesalah-fahaman dan perselisihan sampai perang dan saling membunuh, karena tidak bedakan iman dengan agama. Mati demi iman, tidak perlu dipertanyakan, karena itu sah dan wajar. Mati demi agama, perlu dipertanyakan karena mempertahankan hal yang bukan inti dari hidup. Iman itu inti dari hidup. Agama bukan inti dari hidup. Agama itu penjabaran iman. Bela penjabaran dan bukan bela inti, sangat jauh jaraknya satu sama lain.

Nafsu + Nalar + Naluri + Nurani ada dan diberikan oleh TUHAN untuk beriman, sadar, yakin, percaya dan bergantung pada TUHAN. Ini iman. Hidup ini untuk beriman, bukan untuk beragama. Iman itu hidup dan hidup ini tak ada artinya tanpa iman. Dan tidak mungkin ada orang yang hidup tanpa iman karena iman dan hidup itu satu, dua sisi dari satu mata uang. Hidup karena iman, iman karena hidup. Bukan hidup karena agama, agama karena hidup. Orang boleh nyatakan diri tidak beragama, tetapi tidak mungkin nyatakan diri tidak beriman. Beriman itu buktinya ada hidup. Di luar hidup tidak ada iman. Di luar iman tidak ada hidup. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Nafsu adalah unsur dalam diri kita manusia yang mengakui adanya diri sendiri dan alam sekitar untuk menopang hidup. Pengakuan diri sebagai pribadi, itulah iman. Akui bahwa diri ada bukan dari sendirinya ada tapi ada karena DIA, PENCIPTA Yang adakan diri kita sebagai ciptaan. Pengakuan inilah yang disebut iman. Akui dan alami matahari terbit. Itu akui PENCIPTA dari matahari. Ini iman berdasarkan Nafsu menikmati dan memanfaatkan matahari dalam hidup. Aneh kalau akui ada matahari lalu sangkali adanya Pemilik matahari itu.

Nalar membuka otak kita untuk telusuri kebenaran mata rantai asal-usul diri kita dan mata rantai adanya benda-benda sekitar kita.Kemampuan nalar itu diberi oleh PENCIPTA untuk kita mengolah alam agar bisa hidup secara berdaya-guna. Nalar menghantar manusia ke sumber pengetahuan sampai ke sumber dari segala sumber, yaitu TUHAN. Ini iman dari segi nalar.

Naluri menyadarkan kita akan adanya manusia lain sebelum saya, anda, dia dan kita. Kita sekarang ada, kemarin ada, besok ada. Tidak ada satu manusia pun yang mampu atur milliaran manusia ini secara serentak untuk ada dan tidak ada. Pasti ada Yang MAHA ADA. Itulah TUHAN. Dan kesadaran naluri tentang kenyataan adanya sesama dalam penyelenggaraan TUHAN inilah iman. 

Nurani menerangi diri kita dengan sinar dari luar diri kita yang membuat kita hidup tidak dalam gulita. Kesadaran tentang adanya Sinar Ilahi inilah yang namanya iman. Jadi, empat unsur dalam diri kita ini, Nafsu + Nalar + Naluri + Nurani membuat kita hidup dan hidup dalam ketergantungan penuh pada Sang PENCIPTA, TUHAN. Inilah iman. Inilah hidup. Hidup itu iman. Iman itu hidup.

Iman ini diwartakan, diwujudkan, diamalkan dalam agama mana pun saja yang ada di tempat tertentu, pada waktu tertentu dengan ajaran dan tradisi tertentu. Tentang ini, agama, aneh kalau kita manusia ini bertengkar. Tidak boleh. Tiap orang, tiap kelompok ada hak dan kewajiban untuk beriman dalam agama yang dianutnya. Mengapa mengganggu gugat hak dan kewajiban dari sesama manusia ini? Iman yang menyelamatkan, bukan agama. Tiap kita percaya dan amalkan amanat PENCIPTA, itulah iman dan itu yang membuat diri kita selamat. 

Kita semua yang hidup ini, satu dalam iman, biar beda dalam agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun