Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hidup dari Sudut Filsafat (34)

26 Maret 2021   20:37 Diperbarui: 26 Maret 2021   20:50 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hidup itu kembali. Adat kebiasaan suku Buna' di pedalaman Timor, menyikapi kematian bayi dengan ungkapan, 'Dia kembali'. Makna ungkapan ini ialah keyakinan bahwa setiap bayi adalah kembalinya seorang leluhur dari 'Tas Masak' (Kampung Agung = Surga) ke 'Tas Gol', (Kampung Kecil = Dunia). Atas dasar itu setiap bayi harus diberi nama seorang leluhur, kalau bayi laki-laki, nama leluhur laki-laki, kalau bayi perempuan, nama leluhur perempuan. Tidak pernah orang suku Buna' memberi nama orang tua yang masih hidup  kepada bayi karena itu sama dengan menyumpah orang yang masih hidup untuk segera mati. Hidup itu kembali, bolak-balik antara 'Tas Masak' dan 'Tas gol', 'Surga' dan 'Dunia'. Ini menurut orang Buna' di Timor.

Manusia mempunyai nafsu menggebu-gebu untuk memperoleh ini memperoleh itu. Mau uang, mau rumah, mau kendaraan. Itu boleh-boleh saja tetapi biasa ada ungkapan, 'kembali tidak bawa'. Berarti ada keyakinan bahwa hidup ini datang dari dan kembali ke sana. Manusia mempunyai nalar untuk berpikir dan berpikir tentang hari esok, minggu depan, bulan depan, tahun depan. Itu sebenarnya tanpa sadar ada keinginan untuk kembali ke tempat asal. Manusia ada naluri untuk selalu mengenang orang-orang yang dikasihi yang sudah kembali ke alam baka. Itu juga ada dorongan untuk segera berkumpul kembali dengan mereka yang sudah kembali ke dunia seberang yang kita tidak tahu ada di mana tapi percaya bahwa dunia seberang itu ada. Manusia ada nurani untuk berserah diri kepada SANG PENCIPTA pada saat-saat menjelang ajal tiba. Itu tanda bahwa saat untuk tiba kembali di akhir perjalanan hidup ini sudah dekat. Dengan nafsu + nalar + naluri + nurani, saya, anda, dia, kita ini disadarkan sesadar-sadarnya bahwa hidup ini memang harus kembali dan kembali, bukan pergi dan pergi. (4N, Kwadran Bele, 2011). 

Hidup itu kembali, makanya benar apa yang dikatakan orang, 'jangan lupa asal-usul'. Ini tidak hanya sekedar asal-usul keturunan atau daerah, tetapi asal-usul dari adanya kita yang ada pada YANG MAHA ADA. Kalau sadar akan arti 'kembali' ini maka kita yang hidup ini pasti tidak akan berbuat yang bukan-bukan selama hidup di dunia ini. Karena saat untuk kembali itu kapan, di mana dan bagaimana tidak diketahui oleh siapa pun, termasuk diri sendiri. Datang suci, kembali murni. Suci murni. Kalau ada noda sedikit, segera bersihkan. Itu yang namanya tobat, mohon ampun dari DIA yang meng-ada-kan kita. Kepada DIA kita kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun