Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hidup dari Sudut Filsafat (18)

2 Maret 2021   09:38 Diperbarui: 2 Maret 2021   09:43 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hidup itu pesta. Ah, pesta apa. Hidup susah begini. Mau penyakit, mau perang, mau bencana, ada-ada saja. Lalu bilang pesta. Yang benar saja! Pesta apa, di mana, siapa tuan pesta, siapa undangan? Atas dasar pertanyaan-pertanyaan dan keluhan-keluhan inilah kita terdorong untuk berpikir dari sudut filsafat, memikirkan sedalam-dalamnya, cari jawaban yang masuk akal. Lalu ungkapkan secara singkat, padat dan jelas, bukan tambah kabur.

Hidup itu pesta. Selama hidup pesta terus. Pesta terus selama hidup. Gembira. Musik dan nyanyian bergaung penuhi ruangan. Semua yang hadir gembira ria, berpakaian indah, saling menyapa, menari dan bergoyang, hidangan macam-macam, bisa ambil sesuka hati. Namanya pesta. Meriah, semarak, gegap gempita. 

Burung berkicau, angin semilir, ombak berderai, itu semua musik pesta. Alam ini ruang pesta. Saya, anda, dia, kita semua ada dalam pesta ini, hidup itu pesta. Siapa tuan pesta? Kita. Itu, Bapa kita, DIA Yang adakan kita, DIA sapa kita satu per satu. Kita semua anak-anakNya. Sama. Tidak ada anak angkat, anak tiri, anak piara apa lagi anak liar. Semua kita ini anak dari Bapa Yang Satu itu.

Hidup itu pesta. Sekarang ini pesta. Bukan kemarin, bukan besok, tapi hari ini, sekarang ini. Dalam pesta tidak ada orang saling iri, saling marah, tidak ada huru-hara. Semua aman, damai. Inilah pesta. Hidup itu pesta. Sungguh pesta. Sayang kalau ada yang rasa bukan pesta, apa lagi kalau ada yang buat gaduh. Acara demi acara terus berlangsung. Kapan berakhir pesta ini? Tidak ada akhirnya. Mulai hidup, mulai pesta. Hidup itu pesta dan kalau hidup tidak ada akhirnya maka pesta pun tidak ada akhirnya. Penyelenggara pesta itu kita bersama Bapa kita, TUHAN.

Hidup itu pesta. Tiap kita ada nafsu untuk disalurkan dan nikmati apa saja sepuas-puasnya sesuai batas-batasnya. Kita ada nalar untuk mengetahui dan mengalami suasana pesta ini dengan penuh kearifan, tahu diri, tahu tempat dan tampilkan diri sesuai dengan kemampuan yang TUHAN beri. Kita ada naluri untuk bersama sesama nikmati pesta ini tanpa ada rasa iri dan dengki. Semua kita dapat bahagian secukupnya sesuai yang kita mau. 

Untuk apa saling mengganggu? TUHAN, Bapa kita itu perlakukan kita sama tanpa ada perbedaan. Mengapa kita mau saling membeda-bedakan? Kita ada nurani untuk sadar bahwa dalam pesta ini kita ada dalam kasih mesra bersama sesama dalam lindungan DIA, asal dan tujuan hidup kita. (4N, Kwadran Bele, 2011). Ini bukan dongeng, bukan khayalan, bukan utopia. Ini kenyataan. Tinggal kepekaan kita untuk merasakan dan mengalami hidup ini sebagai pesta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun