Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hidup dari Sudut Filsafat (6)

19 Februari 2021   15:10 Diperbarui: 19 Februari 2021   15:21 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hidup senang. Senang itu hasil nafsu. Gembira hasil nalar. Puas hasil naluri. Bahagia hasil nurani. Hidup itu gerak dari empat unsur terpadu dalam diri manusia. Hidup itu adonan, campuran dari senang, gembira, puas dan bahagia. Empat hasil ini fana di dunia, baka di surga. Hasil itu ibarat hadiah dan hidup ibarat lomba, maka hadiah keempat, hiburan, piala senang; hadiah ketiga, piala gembira; hadiah kedua, piala puas; hadiah pertama, piala bahagia. Empat piala inilah yang dipajang selama di dunia dan diperlihatkan kepada Sang PENCIPTA di penghujung hidup. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Senang itu hanya sesaat. Hidup untuk senang, bisa dan boleh. Nafsu kita ada untuk cari dan dapat senang. Makanan enak buat senang. Hasil nafsu makan. Tidur nyenyak, senang. Hasil nafsu tidur. Pemandangan indah, buat kita senang. Hasil nafsu pelesir. Senang lidah, senang mata, senang perasaan. Senang itu tidak berlangsung lama. Hidup senang paling-paling beberapa jam, untung-untungan sehari. Itulah senang. Hasil nafsu. Senang itu sah dan boleh. Senang tidak salah. Tidur waktu tidur, baik, senang. Tidur yang tertidur waktu mengemudi kendaraan, salah, hasilnya bukan senang, tapi susah, celaka. Nafsu bepergian dipenuhi dengan berkendaraan. Sampai ke tujuan, senang. Nafsu terpenuhi. Tujuan tercapai, bertemu orang, senang. Tidak berlangsung lama. Satu dua jam, senang sudah hilang diganti dengan upaya baru untuk cari senang yang lain, dengan makan, dengan pesta. Senang lagi. Senang dan senang silih berganti. Hidup senang memang biasa, tapi senang cepat  hilang dengan sirnanya nikmat nafsu yang mendorong tadi. Pakai pakaian bagus, senang. Ini nafsu berbusana. Beberapa jam, sesudah diri senang, sesama yang melihat kagum nyatakan senang melihat, selesai dengan peluh yang mengotori pakaian baru dan nafsu senang pun hilang. Inilah senang dalam hidup. Senang tidak selamanya isi hidup kita.

Senang yang selesai disebut susah. Susah tidak dicari dalam hidup. Hidup ada untuk senang. Senang itu ada. Susah tidak ada. Susah adalah keadaan kurang atau tidak adanya senang. Senang itu yang pokok. Hal yang nyata itu senang. Yang kita namakan susah, itu berhentinya senang, hilangnya senang, kurangnya senang, terganggunya senang. Hidup senang kenapa tidak senang terus? Ini muncul dari nafsu. Nafsu itu dorongan dalam diri kita untuk mencapai hal-hal lahiriah yang sangat sementara. Hasilnya pun sangat sementara, sesaat. Orang yang dapat uang, penghasilan  jutaan rupiah, buat senang saat uang itu di tangan. Sesaat kemudian dirinya sudah terganggu dengan nafsu untuk apa uang ini harus digunakan. Mana didahulukan mana dikemudiankan. Ini yang membuat senang itu mulai hilang diganti dengan kecemasan. Kalau uang itu hilang, senang pun hilang. Ini yang dikatakan susah. Kalau uang itu diperoleh dengan jalan yang tidak halal, maka senang itu senang palsu. Hidup terganggu. Tidak nyaman.

Hidup senang itu hasil dari nafsu murni yang teratur karena diatur. TUHAN senang dan memberkati setiap manusia yang senang. Asal senang itu adalah usaha dan hasil dari nafsu yang wajar dan benar. Untuk itulah kita diberi hidup. Hidup untuk senang. Mana TUHAN suruh kita hidup untuk susah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun