Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tokoh dari sudut Filsafat (43)

27 Januari 2021   20:38 Diperbarui: 27 Januari 2021   20:39 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tokoh sembahyang untuk sesama. Semua orang dekat dan jauh tokoh sebut dalam sembahyang. Semua orang yang berjasa untuk dirinya dia ingat dalam sembahyang. Tokoh sembahyang lebih kuat untuk orang yang  musuhi dirinya, buat susah dirinya. Tokoh sendiri tidak musuhi orang lain. Dia punya musuh artinya orang yang musuhi dia, bukan dia yang musuhi orang. Tokoh punya nafsu itu selalu nafsu atau keinginan dalam arti positif. Nafsu beri makan kepada orang lain, nafsu beri miliknya biar diri sendiri ada kekurangan. Itulah nafsu untuk sendiri hidup dan orang lain juga sama-sama hidup. Sering ada nafsu sabar itu diganggu untuk hilang kesabaran lalu marah. Marah itu bukan nafsu, tetapi nafsu sabar yang diganggu secara keterlaluan oleh sesama. Nafsu untuk hal-hal yang baik ini sering diganggu, dan untuk atasi gangguan itulah tokoh rajin sembahyang. Dengan sembahyang, tokoh dapat kekuatan dari TUHAN untuk teguh dalam nafsu sabar. 

Tokoh sembahyang sesuai tuntunan nalar yang membuat dirinya lihat dengan jelas mana benar dan mana salah. Nalar kendali nafsu, nafsu minta pertimbangan nalar. Tokoh sembahyang untuk sesama sesuai naluri yang mendorong dirinya bahwa orang lain lebih membutuhkan bantuan dari pada dirinya sendiri. Tokoh tidak egois. Sembahyang untuk sesama menjadi kesukaannya siang malam. Tokoh tidak kutuk sesama. Tokoh lihat sesama itu baik dan harus tetap baik dan malah lebih baik. Inilah naluri tokoh yang membuat dirinya tukang sembahyang untuk orang lain. Hasil dari nafsu sembahyang untuk sesama ialah senang. 

Hasil dari nalar yang benarkan tokoh sembahyang untuk orang lain membuat diri tokoh gembira. Hasil dari naluri yang melihat  orang lain tertolong sebagai hasil sembahyang membuat tokoh puas. Akhirnya nurani bahagia melonjak kegirangan karena tokoh sudah sembahyang untuk sesama dan sesama itu bahagia. Sembahyang berdasarkan keterpaduan 4 N, NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI ini sesuai dengan kehendak DIA, TUHAN Yang menciptakan tokoh untuk sembahyang, ungkapkan isi hati secara penuh kepada DIRINYA setiap saat seumur hidup. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Tokoh sembahyang untuk sesama berarti semua tokoh saling terikat dengan sembahyang sebagai mata rantai yang mengikat-satukan semua tokoh di mana pun kapan pun tokoh itu berada. Oh, kalau begitu, dunia ini seharusnya  penuh dengan kesenangan, kegembiraan, kepuasan dan kebahagiaan karena setiap tokoh menghasilkan hal-hal yang sama. Benar, dan tokoh itu adalah saya, anda, dia, kita. Sembahyang luntuk sesama, itu utama. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun