Tokoh itu satu. Hanya satu. Tidak ada duanya. NAFSU dari seorang tokoh, tidak sama dengan NAFSU dari tokoh yang lain. Tiap tokoh itu unik, khas, tidak ada bandingannya. Unik dalam hal kebaikan. Â
NALAR seorang tokoh tidak sama dengan tokoh lain. Terbukti dari pendidikan, setiap orang tidak sama. Â NALURI seorang tokoh beda dengan orang lain. Ada yang suka bergaul dengan banyak orang, ada yang lebih suka menyendiri.Â
NURANI tokoh juga tidak sama. Ada yang lebih teduh ada yang lebih banyak gejolaknya. Ini tanda-tanda perbedaan dari tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. (4N, Kwadran Bele, 2011).Â
Tokoh hanya satu dan setiap tokoh sejati sadar bahwa ada tokoh lain selain dirinya. Dirinya tokoh dan diri orang lain juga tokoh. Tokoh dengan tokoh ada bersama. Tinggal satu pertanyaan besar, apakah kita manusia ini, setiap orang sadar bahwa dirinya adalah tokoh? Tokoh yang diutus TUHAN untuk menjadi saksi kebenaran dan kebaikan bagi sesama.Â
Tokoh hanya satu, maka di hadapan TUHAN, setiap diri kita manusia yang adalah tokoh, sama martabatnya dengan tugas dan tanggung-jawab yang berbeda. Tokoh ayah, bertanggung-jawab sebagai ayah.Â
Tokoh ibu juga demikian. Tokoh anak juga dalam ruang lingkup anak, adalah tokoh yang ada di antara semua tokoh yang lain dalam kepolosan dan keluguan. Atas dasar itulah posisi anak sangat diperhatikan untuk dilindungi hak-haknya, hak untuk hidup dan hak untuk dituntun ke masa depan yang baik.Â
Tokoh itu satu berarti tak tergantikan. Aneh kalau ada tokoh yang anggap diri lebih hebat dari tokoh yang lain. Lebih aneh lagi ada tokoh yang tidak rela ada tokoh lain di dekatnya. Malah tega menghabiskan sesama tokoh.Â
Dengan berbuat yang kurang baik, maka manusia itu, diri kita yang berbuat jahat, kehilangan ke-tokoh-an, dengan kata lain, kehilangan hak untuk memperoleh anugerah dari PENCIPTA. Itulah yang namanya dosa.Â
Tokoh hanya satu, maka harus hargai tokoh yang lain. Dari sudut pandang inilah kita manusia dapat memahami perintah dari PENCIPTA untuk saling mengasihi. Kalau bukan tokoh, untuk apa dikasihi? Hanya tokoh dengan tokoh sajalah yang mampu saling mengasihi.Â
Tugas tokoh, jelas. Beri kesaksian tentang kebenaran dan kebaikan. Jadi kita di dunia ini seharusnya hidup sangat damai dan bahagia. Tetapi, karena kurang sadarnya setiap diri kita tentang status ke-tokoh-an kita itulah yang menjadi cikal-bakal malapetaka yang kita alami sampai saat ini.Â
Mari kita sadar diri, sekali lagi sadar diri sebagai tokoh. Tidak ada duanya. Saya adalah tokoh. Anda adalah  tokoh. Kita sama-sama tokoh. Mari kita bergandengan tangan menapaki hidup itu bersama-sama.Â