Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tiga A: Adat+Agama+Air

28 November 2020   09:11 Diperbarui: 28 November 2020   09:11 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tiga urusan ini, Adat, Agama, Air merupakan urusan pokok falsafah hidup suku Buna' di pedalaman Pulau Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dalam Bahasa Buna' tiga urusan ini erat berkaitan: Por + Hot + Il. Bahasa Buna', Por = Pemali, Sakral; Hot = Matahari, Sang Pencipta; Il = Air. Setiap kelompok suku rumah yang terkecil dalam suku Buna', setiap kampung, menetapkan pertama-tama, pemilikan sumber air, il por ( air pemali). Sumber air, entah itu sumur atau pancuran di sebuah bukit dengan hutannya, diumumkan sebagai tempat sakral di mana sebatang ranting pohon pun tidak boleh dipotong dan kalau dipotong dan kedapatan orangnya, akan dikenakan sanksi adat yang berat dan kutukan dari 'Hot', Tuhan.

Secara adat, tempat sumber air itu disakralkan dengan perecikan darah hewan yang disembelih, entah itu seekor babi jantan atau kerbau. Upacara adat itu diperbaharui setiap tahun sebelum musim hujan, saat di mana air diambil dari sumber itu dan oleh setiap keluarga dibawa pulang untuk direcikkan di ladang-ladang sebelum benih ditanam. Pemberkatan benih oleh Pastor di gereja, tetap dilakukan. Upacara adat  agama asli dan agama Kristen Katolik dilaksanakan serempak. 

Adat pengsakralan sumber air ini menjadi kepercayaan agama asli suku Buna', bahwa air itu diciptakan oleh 'Hot Esen', 'Matahari Yang Maha Tinggi' , gelar untuk Tuhan, supaya tanaman, hewan dan manusia bisa hidup. Air dipercaya sebagai rahmat, 'huruk bulas' dari Tuhan kepada tumbuhan, hewan dan manusia supaya bisa hidup. Oleh karena itu adanya air harus dijaga, dihargai dan  disyukuri. Hutan dan bukit atau gunung di mana ada sumber air sekaligus disakralkan. Jadi bukan hutan sendirian atau bukit sendirian yang disakralkan. Di sana ada air. Karena ada air itulah maka tempat itu disakralkan. 

Pada masa modern, sampai tahun 2020-an ini, kesatuan antara 'adat + agama + air' tetap dipegang oleh suku Buna'. Pihak Pemerintah setempat yang mau mengalirkan air dari sumbernya dengan sistem perpipaan senantiasa mematuhi ketentuan adat ini yang dipadukan dengan ketentuan agama asli. Biarpun rata-rata anggota suku Buna' di pedalaman Pulau Timor ini menganut agama Kristen Katolik, tetapi kepercayaan ini tetap dipegang teguh dengan pemurnian kepercayaan bahwa 'Hot Esen' itulah 'Tuhan' sesuai dengan ajaran dan tradisi Agama Kristen Katolik.

Arus modernisasi mulai mengerus inti kepercayaan asli ini sehingga terjadi de-sakralisasi, air dilepaskan dari adat dan agama. Tetapi setiap usaha pemerintah untuk melepaskan air dari urusan adat dan agama ternyata gagal karena masyarakat tidak mendukung program pembangunan kalau pengaliran air dengan sistem perpipaan yang dilaksanakan tanpa melibatkan para tokoh adat suku Buna'. Tiga urusan ini harus sejalan. 

Di kalangan suku Buna', NAFSU pengadaan dan pengelolaan air harus dipertimbangkan dengan NALAR yang tulus sesuai desakan NALURI yang ikhlas berdasarkan bisikan NURANI yang menggantungkan semua urusan air itu pada 'Hot Esen', Tuhan, Allah Yang Maha Tinggi'. (4N, Kwadran Bele, 2011).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun